PROBLEMATIKA
SOSIAL
MASALAH
KESULITAN BELAJAR SISWA
SMP
ST. BERNARDUS MADIUN
Disusun
oleh :
Anastasia
Elva Yuwaningtiyas
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan
oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Dalam proses belajar, tidak semuanya berjalan mulus
seperti apa yang telah direncanakan oleh guru. Sudah pasti ada siswa yang
merasa mudah da nada pula yang merasa kesulitan daam menerima pelajaran maupun
ketika belajar. Hal tersebut menjadi tugas bagi seorang guru untuk menemukan
penyebab siswa merasa sulit dlaam belajar. Dengan demikian, semua kegiatan yang
dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan
diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama,
setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang
secara maksimal, kedua; adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat
dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di
sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan
kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh
siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan
menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam
mengidentifikasi kesulitan belajar siswa. Berkait dengan kegiatan diagnosis,
secara garis besar dapat diklasifikasikan ragam diagnosis ada dua macam, yaitu
diagnosis untuk mengerti masalah dan diagnosis yang mengklasifikasi masalah.
Diagnosa untuk mengerti masalah merupakan usaha untuk dapat lebih banyak
mengerti masalah secara menyeluruh.
Kesulitas belajar tersebut tentunya
di latarbelakangi oleh banyak factor. Seperti halnya yang terjadi pada siswa
SMP St. Bernardus Madiun. Sebagian siswa mengalami kesulitan belajar. Terlihat
dari hasil ulangan yang terkadang mendapat nilai yang kurang memuaskan dalam
satu kelas lebih dari 30% siswa. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan guru di
SMP St. Bernardus Madiun, banyak sekali factor yang menyebabkan hal tersebut
terjadi. Salah satu faktornya adalah motivasi dalam belajar.Motivasiberasaldaribahasalatinyaitumotivum, yangartinya alasansesuatuterjadi,alasantentangsesuatuhalitubergerakatau
berpindah. KatamotivumdiartikandalambahasaInggrisyaitu motivation(Djiwandono, 2006).Motivasimerupakansesuatuyang
membuatindividubergerak,memunculkan tingkahlakuuntukberbuat
sesuatu dalam rangka mencapai tujuan
yang diharapkan (Sobur,2003).Padadasarnya motivasiituterjadikarenaadanyakeinginan untukmemenuhifaktor-faktoryangbelumterpenuhi(Schiffman,2007). Motivasiadalahsalahsatufasilitas ataukecenderunganindividuuntuk
mencapai tujuan.Individuyangmemilikimotivasi,akanmemiliki kegigihandansemangatdalammelakukanaktifitasnya(Chernisdan
Goleman, 2001).ChernisdanGoleman(2001)jugamenjelaskan
bahwaindividuyangmemilikimotivasimerupakan
individuyang memiliki4aspeksepertiadanyadoronganmencapaisesuatu,memiliki komitmen,
memilikiinisiatif,danmemilikisikapoptimisterhadap aktifitasyangdilakukan. Menurutteorimotivasibelajaryang
diungkapkan Uno(dalamSagala,2009)jugamenjelaskan bahwa individudikatakan
memilikimotivasibelajar, apabilaindividumemiliki
adanya suatu tujuan yang diharapkan
dalam kegiatan belajarnya, selain
itu adanya sikap
ulet, dalam memilikisikaptidakjenuhdalampelajaran,danselalumencaricara
untukmenemukan ide-idedalambelajarturutsertadikatakansebagai
individuyangmemilikimotivasibelajaryangkuat.
Menurutpandangan
perspektif kognitif,pemikiransiswayang
mengarahkan siswamenujukearahyangdiinginkandanakan
diwujudkandisebutmotivasi.Motivasibelajaryaitusesuatuhalyang
membuatindividuinginmelakukanhalyangingindicapai,sesuatu
yangmembuatindividutersebuttetapinginmelakukannya dan membantuindividudalammenyelesaikan tugas-tugasakademiknya. Adanyapandangan
perspektifkognitif,yaitusuatupandangan mengenaiminatyangmenekankan
padaide-idedarimotivasiinternal untuk
mencapai sesuatu. Pandangan perspektif kognitif ini menjelaskan
pentingnyapenentuantujuan,perencanaan
dan monitoringuntukmenentukansuatutujuan(Santrock,2008).
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian masalah
Masalah adalah kata yang sering kita dengar
dikehidupan sehari-hari, tak ada seorangpun yang tak luput dari masalah baik
masalah yang sifatnya ringan ataupun masalah yang sifatnya berat. Masalah
adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain
masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan
dengan baik. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu
yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau
orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Menurut Sugiyono
(2009:52) masalah diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan
apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan
pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksana.
Secara
umum, masalah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu masalah sederhana dan
masalah rumit/kompleks. Perbedaan di antara kedua jenis masalah ini yaitu :
1.
Masalah Sederhana
Masalah
sederhana memiliki skala yang kecil, tidak terpaut dengan masalah lainnya,
tidak memiliki konsekuensi yang besar, pemecahannya tidak terlalu rumit, dan
dapat dipecahkan oleh individu. Jangkauan masalah ini hanya sebatas pada
individu saja dan dapat diselesaikan oleh individu pula.
2.
Masalah Rumit/Kompleks
Masalah
rumit/kompleks memiliki cakupan skala yang lebih besar, dapat terkait dengan
berbagai masalah lainnya, memiliki konsekuensi yang sangat besar, dan
penyelesaiannya membutuhkan kerja sama kelompok serta analisis yang mendalam.
Jangkauan masalah ini berkaitan dengan banyak individu dan hanya dapat
diselesaikan oleh banyak individu pula.
2. Pengertian Belajar
Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap
usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada
pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang
luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan,
misalnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Karena demikian pentingnya
arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi
belajarpun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam
mengenai proses perubahan manusia itu.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan
suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian
belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya”.
Menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu
proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Jadi belajar adalah suatu usaha
sadar yang dilakukan manusia untuk memperoleh hal yang baru dan berguna bagi
dirinya.
Faktor
yang Mempengaruhi Belajar
1. Faktor Internal
Faktor
internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi factor
fisiologis dan faktor psikologis.
a. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor
fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
b. Faktor Psikologis
Faktor-faktor
psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses
belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar
adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat, konsentersi, percaya
diri, kebiasaan dan cita-cita.
c. Kecerdasan/intelegensi siswa
Tingkat
kecerdasan siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini
berarti, semakin tinggi kemampuan intelijensi siswa maka semakin besar
peluangnya untuk meraih sukses, sebaliknya, semakin rendah kemampuan
intelijensi siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh kesuksesan.
d. Motivasi
Motivasi
adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dala diri seseorang yang
mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suat tujuan
(kebutuhan).[1][10] Sedangkan
motivasi dalam belajar menurut Clayton Aldelfer adalah kecenderungan siswa
dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai
prestasi hasil belajar sebaik mungkin.
e. Ingatan
Secara
teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni: (1)
Menerima kesan, (2) Menyimpan kesan, dan (3) Memproduksi kesan. Mungkin karena
fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan
untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat
sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu
mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan
pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan alat peraga kesannya akan
lebih dalam pada siwa.
f. Minat
Minat
adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang
disertai rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya
sementara dan belum tentu diikuti dengan rasa senang, sedangkan minat selalu
diikuti dengan rasa senang dan dari situlah diperoleh kepuasan.[2][12]
g. Sikap
Dalam proses
belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya.
Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap terhadap obyek, orang,
peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
h. Bakat
Faktor
psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Bakat atau
aptitude merupakan kecakapan potensial yang bersifat khusus, yaitu khusus dalam
suatu bidang atau kemampuan tertentu.
i.
Konsentrasi
Belajar
j.
Rasa
Percaya Diri
Rasa
percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari
segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan teman- temannya. Semakin
sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin besar pula memperoleh
pengakuan dari umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.Hal yang
sebaliknya pun dapat terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan
rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga
siswa akan menjadi takut belajar. Rasa takut belajar tersebut terjalin secara
komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Maka, guru sebaiknya mendorong
keberanian siswa secara terus-menerus, memberikan bermacam-macam penguat dan
memberikan pengakuan dan kepercayaan bagi siswa.
k. Kebiasaan Belajar
Dalam
kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik.
Kebiasaan belajar tersebut antara lain:
1) Belajar
pada akhir semester
2) Belajar
tidak teratur
3)
Menyia-nyiakan kesempatan belajar
4)
Bersekolah hanya untuk bergengsi
5) Dating
terlambat bergaya seperti pemimpin
6) Bergaya
jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain,
7) Bergaya
minta “belas kasihan” tanpa belajar.
Kebiasaa-kebiasaan
buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah yang ada di kota besar, kota kecil,
pedesaan dan sekolah-sekolah lain. Untuk sebagian orang, kebiasaan belajar
tersebut disebabkan oleh ketidak mengertian siswa pada arti belajar bagi diri
sendiri. Hal seperti ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin
membelajarkan diri.
l.
Cita-cita
Siswa
Pada
umumnya, setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita itu
merupakan motivasi instrinsik. Tetapi, ada kalanya “gambaran yang jelas”
tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berprilaku
ikut-ikutan.Cita-cita sebagai motivasi instrinsik perlu dididikan. Penanaman
memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah
didikan pemilikan dan pencapaian cita – cita sudah semakin terarah. Cita-cita
merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Penanaman pemilikan dan
pencapaian cita-cita sudah sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi,
dimulai dari hal yang sederhana ke yang semakin sulit.
Dengan
mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi, maka siswa
diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.
2. Faktor Eksternal
Selain
karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga
dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, faktor-faktor eksternal
yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor
lingkungan social dan faktor lingkungan nonsosial.
a.
Lingkungan
Sosial
Yang
termasuk lingkungan sosial adalah pergaulan siswa dengan orang lain
disekitarnya, sikap dan perilaku orang disekitar siswa dan sebagainya.
Lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan
keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, peraktk pengelolaan keluarga,
ketegangan keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap
kegitan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
1) Lingkungan sosial sekolah
Seperti
guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar
seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi
siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat
menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi
siswa untuk belajar.
2) Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi
lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa.
Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat
memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika
memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang
kebetulan belum dimilkinya.
3) Lingkungan sosial keluarga.
Lingkungan
ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat
orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya
dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota
keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa
melakukan aktivitas belajar dengan baik.
b.
Lingkungan
non Sosial
Faktor-faktor
yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
1) Lingkungan alamiah
Adalah
lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup, dan berusaha didalamnya. Dalam hal
ini keadaan suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh dalam belajar anak
didik. Anak didik akan belajar lebih baik dalam keadaan udara yang segar. Dari
kenyataan tersebut, orang cenderung akan lebih nyaman belajar ketika pagi hari,
selain karena daya serap ketika itu tinggi. Begitu pula di lingkungan kelas.
Suhu dan udara harus diperhatikan. Agar hasil belajar memuaskan. Karena belajar
dalam keadaan suhu panas, tidak akan maksimal.[3][15]
2) Faktor instrumental
Yaitu
perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti
gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan
lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.
3) Faktor materi pelajaran (yang
diajarkan ke siswa).
Factor ini
hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode
mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar
guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa,
maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang
dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.
3.
Pengertian
Kesulitan Belajar
Dalam interaksi belajar mengajar siswa
merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang
dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan
belajar.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas,
diantaranya :
1. Learning
Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses
belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada
dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan,
akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons
yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari
potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga
keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan
dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning
Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar
yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa
tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria,
atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur
tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun
karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai
permainan volley dengan baik.
3. Under
Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki
tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi
belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan
menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun
prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow
Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam
proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning
Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada
gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga
hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Bila
diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai
hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
Kelompok
yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang
diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan
belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai
dengan karakteristik murid yang bersangkutan.
Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
Siswa
yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas
akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik
aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang
merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1. Menunjukkan
hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada
siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu
rendah
3. Lambat
dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari
kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan
sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura,
dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan
perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak
mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6. Menunjukkan
gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya
dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal,
dan sebagainya.
Sementara
itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam
mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam
belajar apabila :
1. Dalam
batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal
dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion
reference).
2. Tidak
dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran
tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat
digolongkan ke dalam under achiever.
3. Tidak
berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan
sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat
digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature),
sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk
dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami
kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan,
sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat
diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat
menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2)
kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan
dengan potensi; dan (4) kepribadian.
Pengetahuan tentang
ciri-ciri siswa lamban belajar dan berprestasi rendah sangat penting dikuasai
guru. Pengetahuan itu memberi dasar keterampilan dalam menangani siswa yang
sedang menghadapi kesulitan belajar disekolah. Istilah siswa lamban belajar dan
berprestasi rendah mengandung pengertian yang tidakjauh berbeda, dua-duanya
saling berkaitan satu sama lain. Siswa lamban belajar dan berprestasi rendah
adalah siswa yang kurang mampu menguasaipengetahuan dalam batas waktu yang
telah ditentukan karena ada faktor
tertentu yang mempengaruhinya . faktor itu antara lain disebabkan
lemahnya kemampuan siswa menguasai pengetahuan dan eterampilan dasar tertentu
pada sebagian materi pelajaran yang harus dikuasai sebelunya. Pengetahuan dan
keterampilan dasar itu pada umumnya berkisar pada pelajaran membaca,
menulis,dan berhitung. Akibat kelemahan itu, siswa akan selalu menghadapi kesulitan
mempelajari pengetahuan lainya , sehingga prestasi yang diperolehnya menjadi
rendah bahkan gagal meraih sukses di sekolah, jika tidak ada usaha untuk
memperbaikinya.
Ciri-ciri umum siswa
lamban belajar dapat dipahami melalui pengamatan fisik siswa, perkembangan
mental, intelektual, sosial, ekonomi, kepribadian, dan proses-proses belajar
yang yang dilakukannya di sekolah dan di rumah. Ciri-ciri itu dianalisis agar
diperoleh kejelasan yang konkret tentang gejala dan sebab-sebab kesulitan
belajar siswa di sekolah dan di rumah.rincian analisisnya encakup hal-hal
sebagai berikut: fisik, perkembangan mental, sosial, perkembangan kepribadian,
proses-proses belajar yang dilakukannya. Namun dari hal tersebut Roldan, dalam
bukunya Learning Disbailities and Their
Relation to Reading, mengemukakan pendapatnya bahwa ciri-ciri uum siswa
lamban belajar adalah sebagai berikut.
1.
Siswa lamban belajar memiliki rentang
perhatian yang rendah, bertingkah bingung dan kacau.
2.
Derajat
aktivitas siswa lamban belajar rendah.
3.
Siswa lambanbelajar kurang mampu
menyimpan huruf dan kata pada ingatanya pada waktu lama.
4.
Siswa lamban belajar kurang mampu
menyimpan pengetahuan hasil pendengaran.
5.
Siswa lamban belajar kurang mampu
membedakan huruf, angka,dan suara.
6.
Siswa lamban belajar tidak suka menulis
dan membaca.
7.
Siswa lamban belajar tidak sangup
mengikuti penjelasan yang bersifat ganda.
8.
Tingkah laku siswa lamban belajar selalu
berubah-ubah dari hari ke hari.
9.
Siswa lambanbelajar suka terdorong oleh
perasaan emosional dalam pergaulan, mudah tersinggung, dan sering marah.
10. Siswa
lamban belajar kurang mampu melakukan koordinasi dengan lingkungannya.
11. Penampilannya
kasar.
12. Siswa
lamban belajar kurang mampu bercerita dan sulit membedaan antara kiri dan
kanan.
13. Siswa
lamban belajar lambat dalam perkembangan bicara. Isi pembicaraannya
kekanak-kanakan.
14. Siswa
lamban belajar susah dalam memahami kata dan konsep.
15. Siswa
lamban belajar sulit akrab dengan orang danbenda.
16. Kemampuan
berbicaranya terbatas pada satu pokok persoalan.
17. Siswa
lamban belajar mereaksi tidak cermat terhadap aksi yang datang dari luar.
18. Siswa
lamban belajar sulit menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahn yang terjadi
dalam lingkungan.
Ketidaksanggupan siswa
lamban belajar dalam menguasai pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilakunya menjadi
tidak cocok dengan lingkungan sekelilingnya sehingga mengundang masalah
orang-orang di sekitarnya. Ketidaksanggupan belajar disebabkan
kerusakan-kerusakan tertentu pada diri seseorang yang membuat seseorang itu
lamban belajar. Menurut Cece Wijaya (2010),
kerusakan-kerusakan itu dikategorikan dalam empat hal, yaitu:
1. Dyslexia,
adalah kelemahan-kelemahan belajar di bidang menulis dan berbicara.
Ciri-cirinya adalah sulit mengingat huruf, kata, tulisan, dan suara.
Gejala-gejalanya antara lain:
· Ganjil
dalam pembicaraan, dalam arti kekurangnyambungan (tidak memahami) isi
pembicaraan dengan maksud yang sebenarnya.
· Tulisannya
tidak jelas.
· Mengalami
kekacauan di dalam melihat bentuk dan mendengar lafal huruf, seperti antara b
dan d.
· Mengalami
kekacauan kata, seperti dalam kata pergi dan perigi.
· Mengalami
kekacauan pengertian seperti dalam hal saling dan silang.
· Mengalami
buta kata, sepertidalam hal ungkapan panjang tangan, kaki gajah, dan lain-lain.
· Mengalami
lemah presepsi visual dan auditif. Siswa lamban belajar lemah di bidang
penglihatan dan pendengaran, membuat pengetahuan yang seharusnya dikuasai
dengan baik tak dapat dilakukannya dengan sempurna.
Berdasarkan penelitian para pakar psikolog, siswa
lamban belajar yang disebabkan oleh kerusakan dyslexia, 80% kebanyakan wanita. Penelitian lain mengemukakan bahwa
penyebab kerusakan dyslexia adalah
terlampau dininya siswa masuk sekolah, di samping faktor keturunan.
2. Dyscalculia,
adalah kesulitan mengenal angka dan pemahaman terhadap konsep dasar matematika.
Kelemahan umum di bidang dyslexia kadang-kadang muncul di bidang pelajaran
matematika. Karena itu kerusakan-kerusakan di bidang dyslexia berpengaruh
terhadap kerusakan-kerusakan di bidang dyscalculia,
demikian pula sebaliknya. Gejala kesulitan-kesulitan belajar di bidang Dyscalculia antara lain:
· Kesulitan
mengingat-ingat angka lebih dari satu yang dipelajarinya.
· Kesulitan
menulis angka dengan jelas.
· Kesulitan
membuat kolom-kolom angka yang lurus atau jumah yang diharapkan.
· Kesulitan
menangkap pelajaran matematika terutama materi yang disajikan melalui kata atau
tulisan.
3. Attention Defisit Hyperactive
Disorder (ADHD), adalah pemusatan perhatian terhadap
masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Siswa lamban belajar dapat memusatkan
perhatiannya hanya berkisar pada satu pokok bahasan saja, ia kurang mampu
menyelesaikan tugas-tugas yang beraneka ragam yang membuat dirinya menjadi
kacau. Gejala-gejala kelemahannya antara lain:
· Ketidaksanggupan
menyelesaikan sebuah masalah.
· Kebiasaan
memotong pembicaraan orang lain.
· Tingkah
lakuknya sehendak dirinya.
· Temperamennya hangat dan mengarah kepada
agresivme.
· Kurang
sanggup mengontrol tingkah laku yang salah.
· Perubahan
secara tiba-tiba dari sifat rajin ke sifat malas.
4. Spatial, motor, ad perceptual
defisits, adalah kondisi lemah dalam menilai dirinya
menurutukuran ruang dan waktu. Gejala-gejalanya antara lain:
· Sangat
lemah dalam melakukan koordinasi motorik dan tidak seimbang.
· Sangat
lemah mengontrol gerakan otot-ototnya seperti dalam memegang pensil,
menggambar, mwnggunakan sisir, dan lain-lain.
· Gagap
saat berbicara.
· Sulit
mengukur jarak, kecepatan, dan arah gerakan benda-benda di sekitarnya.
· Dapat
dikagetkan dengan mudah, apalagi jika diperkuat oleh rangsangan yang tiba-tiba.
Kerusakan lainnya yang
mebuat siswa lamban belajar adalah Social
defisits, yaitu kesulitan mengembangkan keterampilan sosial. Kesulitan itu
dapat membuat ketidaksanggupan menemukan jati dirinya. Gejala-gejalanya adalah:
· Sulit
menangkap tanda-tanda tingkah laku sosial, seperti dalam mencurahkan idemelalui
raut muka dan gerakan-gerakan motorik lainnya.
· Sering
memotong pembicaaan orang.
· Berbicara
dengan keras.
· Sulit
berteman.
· Ketidaksadaran
terhadap cara-cara orang lain mengamati perilakunya.
Berdasarkan hasil
penelitian para pakar psikolog bahwa siswa yang tidak sanggup mengembangkan
keterampilan sosila dapat dilatih melalui bimbingan guru-gurunya. Ukuran
kepercayaan yang tumbuh pada dirinya dapat menjadi alat untuk mengembangkan
keterampilan bergaul dalam lingkungannya.
Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan
pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan
memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau
kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang
dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang
berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut
dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang
mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar
dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya,
hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan
tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan
berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh
tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery
learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan
telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan
yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah
kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam
belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi
belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.
Kesulitan belajar ini merupakan suatu
gejala yang nampak dalam berbagai jenis pernyataan (manifestasi). Karena guru
bertanggung jawab terhadap proses belajar-mengajar, maka ia seharusnya memahami
manifestasi gejala-gejala kesulitan belajar. Pemahaman ini merupakan dasar
dalam usaha memberikan bantuan kepada murid yang mengalami kesulitan belajar.
Pada garis besarnya sebab-sebab
timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori
yaitu :
1)
Faktor-faktor Internal ( faktor-faktor
yang berada pada diri murid itu sendiri ), antara lain:
a. Gangguan secara
fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan
panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan ( alergi, asma, dan
sebagainya ).
b. Ketidakseimbangan
mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), pertimenampakkan kurangnya
kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung kurang.
c. Kelemahan
emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri
(maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta
ketidakmatangan emosi.
d. Kelemahan yang
disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian dan minat
terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak
mengikuti pelajaran.
2) Faktor
Eksternal ( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu :
a.
Sekolah, antara lain :
-
Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
-
Terlalu berat beban belajar (murid) dan
atau mengajar (guru)
-
Metode mengajar yang kurang memadai
-
Kurangnya alat dan sumber untuk
kegiatan belajar
b.
Keluarga (rumah), antara lain :
-
Keluarga tidak utuh atau kurang
harmonis.
-
Sikap orang tua yang tidak
memperhatikan pendidikan anaknya
-
Keadaan ekonomi.
Menurut Lindgren, (1967 : 55) bahwa
lingkungan sekolah, terutama guru. Guru yang akrab dengan murid, menghargai
usaha-usaha murid dalam belajar dan suka memberi petunjuk kalau murid
menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan perasaan sukses dalam diri
muridnya dan hal ini akan menyuburkan keyakinan diri dalam diri murid. Melalui
contoh sikap sehari-hari, guru yang memiliki penilaian diri yang positif akan
ditiru oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan memiliki penilaian diri
yang positif.
Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang
akrab dengan murid, kurang menghargai usaha-usaha murid maka murid akan merasa
kurang diperhatikan dan akan mengakibatkan murid itu malas belajar atau
kurangnya minat belajar sehingga anak itu akan mengalami kesulitan belajar.
Keberhasilan seorang murid dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari
sekolah seperti guru yang harus benar-benar memperhatikan peserta didiknya.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk menjamin keberhasilan
belajar adalah :
1) Identifikasi masalah
siswa
2) Diagnosa
3) Prognosa
4) Pemberian Bantuan
5) Follow up (tindak
lanjut)
Upaya-Upaya Penanggulangan Masalah Belajar :
1. Perhatikan Mood
2. Siapkan Ruang Belajar
3. Komunikasi
4. Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami
kesulitan belajar.
5. Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya
6. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang
menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
7. Memperkirakan alternatif pertolongan
Observasi ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa dan untuk mengetahui solusi
apa yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah
belajar siswa.
Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan diketahui penyebab kesulitan belajar siswa, diantaranya sebagai
berikut :
1. Keadaan kelas
yang kurang kondusif. Penataan ruangan yang tidak menunjang dalam kegiatan
pembelajaran.
2. Cara mengajar
guru yang tidak memfasilitasi berbagai gaya belajar siswa dan sikap guru yang
dictator.
3. Pandangan siswa
terhadap suatu mata pelajaran yang menganggap mata pelajaran itu sulit sehingga
siswa merasa segan dan terbebani untuk mempelajarinya.
4. Adanya faktor
dari lingkungan luar seperti masalah keluarga dan masalah ekonomi.
Adapun solusi yang diberikan oleh pihak
BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah belajar siswa, yaitu :
1. Melakukan
pendekatan terhadap siswa
serta memberikan perhatian terhadap siswa ya g mengalami kesulitan belajar.
2. Pencarian data
tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi dengan orang tua siswa dan wali
kelas.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa factor yang ditemukan
sebagai penyebab siswa kesulitan dalam belajar. Factor tersebut adalah:
-
Faktor internal belajar siswa,
meliputi sikap siswa dalam belajar, motivasi belajar siswa, konsentrasi siswa,
cara mengolah pembelajaran, rasa percaya diri siswa, kebiasaan belajar, dan
cita-cita siswa.
-
Faktor eksternal belajar siswa,
meliputi guru sebagai pembina siswa belajar, sarana dan prasarana, lingkungan
siswa di sekolah dan kurikulum sekolah.
Dengan
adanya factor tersebut, tentunya ada solusi-solusi yang dapat dilakukan
sehingga kesulitan tersebut dapat diatasi. Adapun solusi
yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah
belajar siswa, yaitu :
-
Melakukan pendekatan terhadap siswa dan memberikan perhatian serta
bimbingan yang lebih untuk siswa yang merasa kesulitan belajar.
-
Berkomunikasi
dengan orang tua agar selain di sekolah mendapatkan bimbingan serta perhatian
juga dari pihak orang tua.
B. Saran
Agar
proses belajar siswa dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan pendekatan
serta bimbingan dari pihak guru maupun BK sehingga siswa merasa diperhatikan
dan merasa penting sehingga siswa tidak takut dalam bertanya yang akan dapat
membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Abin Syamsuddin,
(2003), Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar.
Bandung : Pustaka Setia
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep;
Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
E. Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan
Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Maghfira Wijayanti, (2007),Alternatif Mengatasi Kesulitan Belajar, http://www.tujuhtujuhtiga.com/73/index.php?name=News&file=article&sid=50
Prayitno dan
Erman Anti, (1995), Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta :
P2LPTK Depdikbud
Prayitno (2003),
Panduan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdikbud Direktorat
Pendidikan Dasar dan Menengah
Syarif Hidayat, (2004) Tes Diagnostik Atasi
Siswa Sulit Belajar, Suplemen Teropong, Www.pikiran -rakyat.com
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
Winkel, W.S.
(1991), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : Gramedia
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :. Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar