Selasa, 04 Desember 2018

PROBLEMATIKA SOSIAL MASALAH KESULITAN BELAJAR SISWA SMP ST. BERNARDUS MADIUN


PROBLEMATIKA SOSIAL
MASALAH KESULITAN BELAJAR SISWA
SMP ST. BERNARDUS MADIUN




Disusun oleh :
Anastasia Elva Yuwaningtiyas


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Dalam proses belajar, tidak semuanya berjalan mulus seperti apa yang telah direncanakan oleh guru. Sudah pasti ada siswa yang merasa mudah da nada pula yang merasa kesulitan daam menerima pelajaran maupun ketika belajar. Hal tersebut menjadi tugas bagi seorang guru untuk menemukan penyebab siswa merasa sulit dlaam belajar. Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal, kedua; adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa. Berkait dengan kegiatan diagnosis, secara garis besar dapat diklasifikasikan ragam diagnosis ada dua macam, yaitu diagnosis untuk mengerti masalah dan diagnosis yang mengklasifikasi masalah. Diagnosa untuk mengerti masalah merupakan usaha untuk dapat lebih banyak mengerti masalah secara menyeluruh.
Kesulitas belajar tersebut tentunya di latarbelakangi oleh banyak factor. Seperti halnya yang terjadi pada siswa SMP St. Bernardus Madiun. Sebagian siswa mengalami kesulitan belajar. Terlihat dari hasil ulangan yang terkadang mendapat nilai yang kurang memuaskan dalam satu kelas lebih dari 30% siswa. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan guru di SMP St. Bernardus Madiun, banyak sekali factor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satu faktornya adalah motivasi dalam belajar.Motivasiberasaldaribahasalatinyaitumotivum, yangartinya alasansesuatuterjadi,alasantentangsesuatuhalitubergerakatau berpindah. KatamotivumdiartikandalambahasaInggrisyaitu motivation(Djiwandono, 2006).Motivasimerupakansesuatuyang membuatindividubergerak,memunculkan tingkahlakuuntukberbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Sobur,2003).Padadasarnya motivasiituterjadikarenaadanyakeinginan untukmemenuhifaktor-faktoryangbelumterpenuhi(Schiffman,2007). Motivasiadalahsalahsatufasilitas ataukecenderunganindividuuntuk mencapai tujuan.Individuyangmemilikimotivasi,akanmemiliki kegigihandansemangatdalammelakukanaktifitasnya(Chernisdan Goleman, 2001).ChernisdanGoleman(2001)jugamenjelaskan bahwaindividuyangmemilikimotivasimerupakan individuyang memiliki4aspeksepertiadanyadoronganmencapaisesuatu,memiliki komitmen, memilikiinisiatif,danmemilikisikapoptimisterhadap aktifitasyangdilakukan. Menurutteorimotivasibelajaryang diungkapkan Uno(dalamSagala,2009)jugamenjelaskan bahwa individudikatakan memilikimotivasibelajar, apabilaindividumemiliki adanya suatu tujuan yang diharapkan  dalam kegiatan belajarnya, selain  itu  adanya  sikap  ulet,  dalam memilikisikaptidakjenuhdalampelajaran,danselalumencaricara untukmenemukan ide-idedalambelajarturutsertadikatakansebagai individuyangmemilikimotivasibelajaryangkuat.
Menurutpandangan perspektif kognitif,pemikiransiswayang mengarahkan siswamenujukearahyangdiinginkandanakan diwujudkandisebutmotivasi.Motivasibelajaryaitusesuatuhalyang membuatindividuinginmelakukanhalyangingindicapai,sesuatu yangmembuatindividutersebuttetapinginmelakukannya dan membantuindividudalammenyelesaikan tugas-tugasakademiknya. Adanyapandangan perspektifkognitif,yaitusuatupandangan mengenaiminatyangmenekankan padaide-idedarimotivasiinternal untuk mencapai sesuatu. Pandangan  perspektif kognitif ini menjelaskan pentingnyapenentuantujuan,perencanaan dan monitoringuntukmenentukansuatutujuan(Santrock,2008).





















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian masalah
Masalah adalah kata yang sering kita dengar dikehidupan sehari-hari, tak ada seorangpun yang tak luput dari masalah baik masalah yang sifatnya ringan ataupun masalah yang sifatnya berat. Masalah adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Menurut Sugiyono (2009:52) masalah diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksana.
Secara umum, masalah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu masalah sederhana dan masalah rumit/kompleks. Perbedaan di antara kedua jenis masalah ini yaitu :
1.      Masalah Sederhana
Masalah sederhana memiliki skala yang kecil, tidak terpaut dengan masalah lainnya, tidak memiliki konsekuensi yang besar, pemecahannya tidak terlalu rumit, dan dapat dipecahkan oleh individu. Jangkauan masalah ini hanya sebatas pada individu saja dan dapat diselesaikan oleh individu pula.
2.      Masalah Rumit/Kompleks
Masalah rumit/kompleks memiliki cakupan skala yang lebih besar, dapat terkait dengan berbagai masalah lainnya, memiliki konsekuensi yang sangat besar, dan penyelesaiannya membutuhkan kerja sama kelompok serta analisis yang mendalam. Jangkauan masalah ini berkaitan dengan banyak individu dan hanya dapat diselesaikan oleh banyak individu pula.
2.      Pengertian Belajar
Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi belajarpun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Jadi belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan manusia untuk memperoleh hal yang baru dan berguna bagi dirinya.
      Faktor yang Mempengaruhi Belajar
1.      Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan faktor psikologis.
a.       Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
b.      Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat, konsentersi, percaya diri, kebiasaan dan cita-cita.
c.       Kecerdasan/intelegensi siswa
Tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini berarti, semakin tinggi kemampuan intelijensi siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelijensi siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh kesuksesan.


d.      Motivasi
Motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dala diri seseorang yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suat tujuan (kebutuhan).[1][10] Sedangkan motivasi dalam belajar menurut Clayton Aldelfer adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi hasil belajar sebaik mungkin.
e.       Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni: (1) Menerima kesan, (2) Menyimpan kesan, dan (3) Memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan alat peraga kesannya akan lebih dalam pada siwa.



f.       Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan rasa senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan rasa senang dan dari situlah diperoleh kepuasan.[2][12]
g.      Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
h.      Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Bakat atau aptitude merupakan kecakapan potensial yang bersifat khusus, yaitu khusus dalam suatu bidang atau kemampuan tertentu.
i.        Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan beberapa menit.
j.        Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan teman- temannya. Semakin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin besar pula memperoleh pengakuan dari umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.Hal yang sebaliknya pun dapat terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar. Rasa takut belajar tersebut terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Maka, guru sebaiknya mendorong keberanian siswa secara terus-menerus, memberikan bermacam-macam penguat dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bagi siswa.


k.      Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain:
1)     Belajar pada akhir semester
2)     Belajar tidak teratur
3)     Menyia-nyiakan kesempatan belajar
4)     Bersekolah hanya untuk bergengsi
5)     Dating terlambat bergaya seperti pemimpin
6)     Bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain,
7)     Bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar.
Kebiasaa-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah yang ada di kota besar, kota kecil, pedesaan dan sekolah-sekolah lain. Untuk sebagian orang, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidak mengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal seperti ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri.
l.        Cita-cita Siswa
Pada umumnya, setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita itu merupakan motivasi instrinsik. Tetapi, ada kalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berprilaku ikut-ikutan.Cita-cita sebagai motivasi instrinsik perlu dididikan. Penanaman memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita – cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Penanaman pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang semakin sulit.
Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi, maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.
2.      Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, faktor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan faktor lingkungan nonsosial.
a.      Lingkungan Sosial
Yang termasuk lingkungan sosial adalah pergaulan siswa dengan orang lain disekitarnya, sikap dan perilaku orang disekitar siswa dan sebagainya. Lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, peraktk pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegitan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
1)      Lingkungan sosial sekolah
Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
2)      Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
3)      Lingkungan sosial keluarga.
Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
b.      Lingkungan non Sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
1)      Lingkungan alamiah
Adalah lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup, dan berusaha didalamnya. Dalam hal ini keadaan suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh dalam belajar anak didik. Anak didik akan belajar lebih baik dalam keadaan udara yang segar. Dari kenyataan tersebut, orang cenderung akan lebih nyaman belajar ketika pagi hari, selain karena daya serap ketika itu tinggi. Begitu pula di lingkungan kelas. Suhu dan udara harus diperhatikan. Agar hasil belajar memuaskan. Karena belajar dalam keadaan suhu panas, tidak akan maksimal.[3][15]
2)      Faktor instrumental
Yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.
3)      Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa).
Factor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.




3.      Pengertian Kesulitan Belajar
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :
1.      Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.      Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.      Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4.      Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.      Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Bila diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai
hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
Kelompok yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai dengan karakteristik murid yang bersangkutan.
Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1.      Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2.      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
3.      Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4.      Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5.      Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6.      Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
1.      Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2.      Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
3.      Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.
Pengetahuan tentang ciri-ciri siswa lamban belajar dan berprestasi rendah sangat penting dikuasai guru. Pengetahuan itu memberi dasar keterampilan dalam menangani siswa yang sedang menghadapi kesulitan belajar disekolah. Istilah siswa lamban belajar dan berprestasi rendah mengandung pengertian yang tidakjauh berbeda, dua-duanya saling berkaitan satu sama lain. Siswa lamban belajar dan berprestasi rendah adalah siswa yang kurang mampu menguasaipengetahuan dalam batas waktu yang telah ditentukan karena ada faktor  tertentu yang mempengaruhinya . faktor itu antara lain disebabkan lemahnya kemampuan siswa menguasai pengetahuan dan eterampilan dasar tertentu pada sebagian materi pelajaran yang harus dikuasai sebelunya. Pengetahuan dan keterampilan dasar itu pada umumnya berkisar pada pelajaran membaca, menulis,dan berhitung. Akibat kelemahan itu, siswa akan selalu menghadapi kesulitan mempelajari pengetahuan lainya , sehingga prestasi yang diperolehnya menjadi rendah bahkan gagal meraih sukses di sekolah, jika tidak ada usaha untuk memperbaikinya.
Ciri-ciri umum siswa lamban belajar dapat dipahami melalui pengamatan fisik siswa, perkembangan mental, intelektual, sosial, ekonomi, kepribadian, dan proses-proses belajar yang yang dilakukannya di sekolah dan di rumah. Ciri-ciri itu dianalisis agar diperoleh kejelasan yang konkret tentang gejala dan sebab-sebab kesulitan belajar siswa di sekolah dan di rumah.rincian analisisnya encakup hal-hal sebagai berikut: fisik, perkembangan mental, sosial, perkembangan kepribadian, proses-proses belajar yang dilakukannya. Namun dari hal tersebut Roldan, dalam bukunya Learning Disbailities and Their Relation to Reading, mengemukakan pendapatnya bahwa ciri-ciri uum siswa lamban belajar adalah sebagai berikut.
1.        Siswa lamban belajar memiliki rentang perhatian yang rendah, bertingkah bingung dan kacau.
2.        Derajat  aktivitas siswa lamban belajar rendah.
3.        Siswa lambanbelajar kurang mampu menyimpan huruf dan kata pada ingatanya pada waktu lama.
4.        Siswa lamban belajar kurang mampu menyimpan pengetahuan hasil pendengaran.
5.        Siswa lamban belajar kurang mampu membedakan huruf,  angka,dan suara.
6.        Siswa lamban belajar tidak suka menulis dan membaca.
7.        Siswa lamban belajar tidak sangup mengikuti penjelasan yang bersifat ganda.
8.        Tingkah laku siswa lamban belajar selalu berubah-ubah dari hari ke hari.
9.        Siswa lambanbelajar suka terdorong oleh perasaan emosional dalam pergaulan, mudah tersinggung, dan sering marah.
10.    Siswa lamban belajar kurang mampu melakukan koordinasi dengan lingkungannya.
11.    Penampilannya kasar.
12.    Siswa lamban belajar kurang mampu bercerita dan sulit membedaan antara kiri dan kanan.
13.    Siswa lamban belajar lambat dalam perkembangan bicara. Isi pembicaraannya kekanak-kanakan.
14.    Siswa lamban belajar susah dalam memahami kata dan konsep.
15.    Siswa lamban belajar sulit akrab dengan orang danbenda.
16.    Kemampuan berbicaranya terbatas pada satu pokok persoalan.
17.    Siswa lamban belajar mereaksi tidak cermat terhadap aksi yang datang dari luar.
18.    Siswa lamban belajar sulit menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahn yang terjadi dalam lingkungan.
Ketidaksanggupan siswa lamban belajar dalam menguasai pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilakunya menjadi tidak cocok dengan lingkungan sekelilingnya sehingga mengundang masalah orang-orang di sekitarnya. Ketidaksanggupan belajar disebabkan kerusakan-kerusakan tertentu pada diri seseorang yang membuat seseorang itu lamban belajar. Menurut Cece Wijaya (2010),  kerusakan-kerusakan itu dikategorikan dalam empat hal, yaitu:
1.      Dyslexia, adalah kelemahan-kelemahan belajar di bidang menulis dan berbicara. Ciri-cirinya adalah sulit mengingat huruf, kata, tulisan, dan suara. Gejala-gejalanya antara lain:
·      Ganjil dalam pembicaraan, dalam arti kekurangnyambungan (tidak memahami) isi pembicaraan dengan maksud yang sebenarnya.
·      Tulisannya tidak jelas.
·      Mengalami kekacauan di dalam melihat bentuk dan mendengar lafal huruf, seperti antara b dan d.
·      Mengalami kekacauan kata, seperti dalam kata pergi dan perigi.
·      Mengalami kekacauan pengertian seperti dalam hal saling dan silang.
·      Mengalami buta kata, sepertidalam hal ungkapan panjang tangan, kaki gajah, dan lain-lain.
·      Mengalami lemah presepsi visual dan auditif. Siswa lamban belajar lemah di bidang penglihatan dan pendengaran, membuat pengetahuan yang seharusnya dikuasai dengan baik tak dapat dilakukannya dengan sempurna.
Berdasarkan penelitian para pakar psikolog, siswa lamban belajar yang disebabkan oleh kerusakan dyslexia, 80% kebanyakan wanita. Penelitian lain mengemukakan bahwa penyebab kerusakan dyslexia adalah terlampau dininya siswa masuk sekolah, di samping faktor keturunan.
2.      Dyscalculia, adalah kesulitan mengenal angka dan pemahaman terhadap konsep dasar matematika. Kelemahan umum di bidang dyslexia kadang-kadang muncul di bidang pelajaran matematika. Karena itu kerusakan-kerusakan di bidang dyslexia berpengaruh terhadap kerusakan-kerusakan di bidang dyscalculia, demikian pula sebaliknya. Gejala kesulitan-kesulitan belajar di bidang Dyscalculia antara lain:
·      Kesulitan mengingat-ingat angka lebih dari satu yang dipelajarinya.
·      Kesulitan menulis angka dengan jelas.
·      Kesulitan membuat kolom-kolom angka yang lurus atau jumah yang diharapkan.
·      Kesulitan menangkap pelajaran matematika terutama materi yang disajikan melalui kata atau tulisan.
3.      Attention Defisit Hyperactive Disorder (ADHD), adalah pemusatan perhatian terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Siswa lamban belajar dapat memusatkan perhatiannya hanya berkisar pada satu pokok bahasan saja, ia kurang mampu menyelesaikan tugas-tugas yang beraneka ragam yang membuat dirinya menjadi kacau. Gejala-gejala kelemahannya antara lain:
·      Ketidaksanggupan menyelesaikan sebuah masalah.
·      Kebiasaan memotong pembicaraan orang lain.
·      Tingkah lakuknya sehendak dirinya.
·      Temperamennya hangat dan mengarah kepada agresivme.
·      Kurang sanggup mengontrol tingkah laku yang salah.
·      Perubahan secara tiba-tiba dari sifat rajin ke sifat malas.
4.      Spatial, motor, ad perceptual defisits, adalah kondisi lemah dalam menilai dirinya menurutukuran ruang dan waktu. Gejala-gejalanya antara lain:
·      Sangat lemah dalam melakukan koordinasi motorik dan tidak seimbang.
·      Sangat lemah mengontrol gerakan otot-ototnya seperti dalam memegang pensil, menggambar, mwnggunakan sisir, dan lain-lain.
·      Gagap saat berbicara.
·      Sulit mengukur jarak, kecepatan, dan arah gerakan benda-benda di sekitarnya.
·      Dapat dikagetkan dengan mudah, apalagi jika diperkuat oleh rangsangan yang tiba-tiba.
Kerusakan lainnya yang mebuat siswa lamban belajar adalah Social defisits, yaitu kesulitan mengembangkan keterampilan sosial. Kesulitan itu dapat membuat ketidaksanggupan menemukan jati dirinya. Gejala-gejalanya adalah:
·      Sulit menangkap tanda-tanda tingkah laku sosial, seperti dalam mencurahkan idemelalui raut muka dan gerakan-gerakan motorik lainnya.
·      Sering memotong pembicaaan orang.
·      Berbicara dengan keras.
·      Sulit berteman.
·      Ketidaksadaran terhadap cara-cara orang lain mengamati perilakunya.
Berdasarkan hasil penelitian para pakar psikolog bahwa siswa yang tidak sanggup mengembangkan keterampilan sosila dapat dilatih melalui bimbingan guru-gurunya. Ukuran kepercayaan yang tumbuh pada dirinya dapat menjadi alat untuk mengembangkan keterampilan bergaul dalam lingkungannya.
Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.
Kesulitan belajar ini merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis pernyataan (manifestasi). Karena guru bertanggung jawab terhadap proses belajar-mengajar, maka ia seharusnya memahami manifestasi gejala-gejala kesulitan belajar. Pemahaman ini merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan kepada murid yang mengalami kesulitan belajar.
Pada garis besarnya sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu :
1)      Faktor-faktor Internal ( faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri ), antara lain:
a.       Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan ( alergi, asma, dan sebagainya ).
b.      Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), pertimenampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung kurang.
c.       Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri (maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
d.      Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
2)      Faktor Eksternal ( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu :
a.      Sekolah, antara lain :
-          Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
-          Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)
-          Metode mengajar yang kurang memadai
-          Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar
b.      Keluarga (rumah), antara lain :
-          Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis.
-          Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
-          Keadaan ekonomi.
Menurut Lindgren, (1967 : 55) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru. Guru yang akrab dengan murid, menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan suka memberi petunjuk kalau murid menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan perasaan sukses dalam diri muridnya dan hal ini akan menyuburkan keyakinan diri dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-hari, guru yang memiliki penilaian diri yang positif akan ditiru oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan memiliki penilaian diri yang positif.
Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang akrab dengan murid, kurang menghargai usaha-usaha murid maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan akan mengakibatkan murid itu malas belajar atau kurangnya minat belajar sehingga anak itu akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan seorang murid dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus benar-benar memperhatikan peserta didiknya.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk menjamin keberhasilan belajar adalah :
1)      Identifikasi masalah siswa
2)      Diagnosa
3)      Prognosa
4)      Pemberian Bantuan
5)      Follow up (tindak lanjut) 
Upaya-Upaya Penanggulangan Masalah Belajar :
1. Perhatikan Mood
2. Siapkan Ruang Belajar
3. Komunikasi
4. Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
5. Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya
6. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
7. Memperkirakan alternatif pertolongan
Observasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa dan untuk mengetahui solusi apa yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah belajar siswa.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan diketahui penyebab kesulitan belajar siswa, diantaranya sebagai berikut :
1.      Keadaan kelas yang kurang kondusif. Penataan ruangan yang tidak menunjang dalam kegiatan pembelajaran.
2.      Cara mengajar guru yang tidak memfasilitasi berbagai gaya belajar siswa dan sikap guru yang dictator.
3.      Pandangan siswa terhadap suatu mata pelajaran yang menganggap mata pelajaran itu sulit sehingga siswa merasa segan dan terbebani untuk mempelajarinya.
4.      Adanya faktor dari lingkungan luar seperti masalah keluarga dan masalah ekonomi.
Adapun solusi yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah belajar siswa, yaitu :
1.      Melakukan pendekatan terhadap siswa serta memberikan perhatian terhadap siswa ya g mengalami kesulitan belajar.
2.      Pencarian data tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi dengan orang tua siswa dan wali kelas.



BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa factor yang ditemukan sebagai penyebab siswa kesulitan dalam belajar. Factor tersebut adalah:
-          Faktor  internal belajar siswa, meliputi sikap siswa dalam belajar, motivasi belajar siswa, konsentrasi siswa, cara mengolah pembelajaran, rasa percaya diri siswa, kebiasaan belajar, dan cita-cita siswa.
-          Faktor eksternal belajar siswa, meliputi guru sebagai pembina siswa belajar, sarana dan prasarana, lingkungan siswa di sekolah dan kurikulum sekolah.
Dengan adanya factor tersebut, tentunya ada solusi-solusi yang dapat dilakukan sehingga kesulitan tersebut dapat diatasi. Adapun solusi yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah belajar siswa, yaitu :
-          Melakukan pendekatan terhadap siswa dan memberikan perhatian serta bimbingan yang lebih untuk siswa yang merasa kesulitan belajar.
-          Berkomunikasi dengan orang tua agar selain di sekolah mendapatkan bimbingan serta perhatian juga dari pihak orang tua.




B.     Saran
Agar proses belajar siswa dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan pendekatan serta bimbingan dari pihak guru maupun BK sehingga siswa merasa diperhatikan dan merasa penting sehingga siswa tidak takut dalam bertanya yang akan dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar.


DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin, (2003), Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
E. Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Maghfira Wijayanti, (2007),Alternatif Mengatasi Kesulitan Belajar, http://www.tujuhtujuhtiga.com/73/index.php?name=News&file=article&sid=50
Prayitno dan Erman Anti, (1995), Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : P2LPTK Depdikbud
Prayitno (2003), Panduan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdikbud Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah
Syarif Hidayat, (2004) Tes Diagnostik Atasi Siswa Sulit Belajar, Suplemen Teropong, Www.pikiran -rakyat.com
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
Winkel, W.S. (1991), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : Gramedia
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :. Grasindo.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar