PROBLEMATIKA PENDIDIKAN IPS TENTANG “FENOMENA SISWA
MALAS MENGERJAKAN PR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR SERTA SOLUSI YANG MEMACU
KREATIFITAS SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS”
Disusun
oleh:
SRI WAHYUNINGTYAS
KATA
PENGANTAR
Dengan
mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi tugas UAS dari mata kuliah “Problematika Pendidikan IPS”.
Kehidupan
masyarakat yang sejahtera merupakan kondisi yang ideal dan menjadi dambaan
setiap warga masyarakat. Oleh sebab itu wajar apabila berbagai upaya dilakukan
untuk mewujudkan kondisi tersebut. Disamping itu berbagai upaya juga dilakukan
untuk menghilangkan atau minimal mengantisipasi dan mengeliminasi faktor-faktor
yang menghalangi pencapaian kondisi ideal tersebut. Fenomena Siswa malas
mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar
sebagai problematika sosial dianggap sebagai kondisi yang dapat menghambat
perwujudan prestasi belajar siswa. Oleh sebab itu fenomena siswa malas
mengerjakan PR sering disebut kondisi yang tidak diharapkan, dengan demikian
kemunculannya selalu mendorong tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan.
Realitas
yang tidak diharapkan kemudian mendorong dilakukannya perubahan dan perbaikan
itulah yang menjadi inspirasi dilakukannya kajian dan studi tentang fenomena
siswa malas mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar serta solusi yang
memacu kreatifitas siswa pada mata pelajaran
IPS.Di kalangan ilmu sosial, problematika sosial tentang fenomena siswa
malas mengerjakan PR dapat dijadikan bidang kajian penting karena pada dasarnya
fenomena siswa malas mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar ini selalu
muncul dalam realitas kehidupan dunia pendidikan . Hal ini disebabkan karena
tidak ada rasa tanggung jawab dan ketidak sukaan siswa pada pelajaran.
Seharusnya PR merupakan kesempatan melejitkan prestasi siswa dan mengangkat
kualitas pendidikan.
Dalam
makalah ini akan disajikan materi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi para pendidik, karena materi yang
termuat mengandung nilai edukasi. Maka diperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam
mengatasi fenomena siswa malas mengerjakan PR serta menumbuhkan kreativitas siswa
serta menggali minat dan bakat siswa agar memiliki berbagai kemampuan dan
keterampilan yang berguna bagi masa depannya
Penyusun
sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami harapkan kritik dan saran demi perbaikan
di masa depan. Akhirnya penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak
Dr. H. Moh Rifai M. Pdi yang telah memberikan inspirasi , bimbingan dan ucapan
terimakasih pula kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusanan
makalah ini, smoga makalah ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Penyusun mohon
maaf atas segala kekurangan.
Madiun, 7 Januari 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman Judul....................................................................................................... ... i
Kata Pengantar...................................................................................................... .. ii
Daftar Isi . iv
BAB
I Pendahuluan
A.
Latar
Belakang................................................................................ .. 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................... .. 2
C.
Tujuan
Pembahasan........................................................................ .. 3
BAB
II Pembahasan
A.
Filosofi Fenomena Siswa Malas Mengerjakan PR dalam
Proses
Belajar Mengajar............................................................................. .. 4
B.
Jenis-Jenis
Problematika Fenomena Belajar Siswa........................ .. 4
C.
Pengertian
Pekerjaan Rumah (PR) dan Tujuan PR dalam Proses
Belajar Mengajar............................................................................. 11
D.
Perlunya
Memberikan Pekerjaan Rumah [PR] Kepada
Siswa....... 13
E.
Manfaat
Pekerjaan Rumah (PR) Untuk Siswa Dalam Proses
Belajar Mengajar............................................................................. 14
F.
Alasan
Siswa Malas Mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR)
Dalam Proses Belajar Mengajar...................................................... 17
G.
Faktor
– Faktor Penyebab Siswa Malas Mengerjakan PR Dalam
Proses Belajar Mengajar.................................................................. 18
H.
Solusi
untuk Mengatasi Siswa Malas Mengerjakan PR dalam
Proses Belajar Mengajar.................................................................. 19
I.
Solusi
yang Memacu Kreatifitas Siswa pada Mata Pelajaran IPS.. 28
BAB
III Penutup
A.
Kesimpulan..................................................................................... 29
B.
Saran............................................................................................... 29
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis fenomena siswa
malas mengerjakan PR sebagai segala usaha yang dilakukan untuk mendapatkan
solusi yang memicu kreatifitas siswa pada mata pelajaran IPS. Memahami faktor-faktor
dan menetapkan solusi yang berupa
tindakan untuk memacu kreatifitas siswa. Juga mempelajari alasan-alasan yang
menyebabkan siswa malas mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar serta cara
menetapkan dan kemungkinan solusinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun
secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif
mungkin.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh
guru untuk menemukan fenomena siswa malas belajar dalam proses belajar mengajar
serta solusi yang memicu kreatifitas siswa pada
mata pelajaran IPS termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan
diagnosis fenomena siswa malas mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa
hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal,
kedua; adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang
lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya
memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan,
keempat, untuk menghadapi fenomena siswa malas mengerjakan PR dalam proses
belajar mengajar yang dihadapi oleh
siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan
menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam
mengidentifikasi fenomena siswa malas mengerjakan PR dalam proses belajar
mengajar.
Berkaitan dengan kegiatan diagnosis, secara garis
besar dapat diklasifikasikan ragam diagnosis ada dua macam, yaitu diagnosis untuk
mengerti faktor-faktor fenomena siswa
malas mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar dan diagnosis
alasan fenomena siswa malas
mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar. Diagnosa untuk mengerti fenomena
siswa malas mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar merupakan usaha untuk
dapat lebih banyak mengerti faktor-faktor fenomena siswa malas mengerjakan PR
dalam proses belajar mengajar secara menyeluruh. Sedangkan diagnosis alasan fenomena siswa malas mengerjakan PR dalam
proses belajar mengajar merupakan fenomena siswa malas mengerjakan PR dalam
proses belajar mengajar sesuai sebab dan solusinya. Ada fenomena siswa malas mengerjakan PR dalam proses belajar
mengajar yang digolongkan kedalam fenomena yang bersifat vokasional,
pendidikan, keuangan, kesehatan, keluarga dan kepribadian. Fenomena siswa malas
mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar
merupakan problematika yang nyaris dialami oleh semua siswa. Fenomena
siswa malas mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar dapat diartikan
suatu kondisi dalam suatu proses belajar
yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar.
B.
Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang
telah dikemukakan, maka beberapa
fenomena yang dapat dirumuskan dan akan
dibahas dalam makalah ini adalah :
1.
Mengapa siswa perlu diberikan PR [Pekerjaan Rumah] dalam proses belajar
mengajar?
2. Mengapa
siswa malas mengerjakan PR [Pekerjaan Rumah]?
3. Mengapa PR
[Pekerjaan Rumah] bermanfat bagi anak?
4. Bagaimanasolusi
untuk memicu kreativitas siswa -siswa pada mata pelajaran IPS?
5. Bagaimana tindakan
guru agar sisiwa mau mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar?
C.
Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :
a. Mengidintifikasi fenomena siswa malas mengerjakan PR dalam proses
belajar mengajar.
b. Mengkaji berbagai persoalan tentang fenomena siswa malas mengerjakan PR dalam proses
belajar mengajar
c.
Mengidentifikasi
Alternatif solusi untuk menghadapi fenomena siswa malas mengerjakan PR
dalam proses belajar mengajar .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filosofi Fenomena Siswa Malas Mengerjakan PR dalam Proses
Belajar Mengajar
Dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah, kita
dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa
yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa
mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru
dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa
ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil
belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga
pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di
bawah semestinya.
B.
Jenis-Jenis Problematika
Fenomena Belajar Siswa
Fenomena
belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya: (a)
learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow
learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari
masing-masing pengertian tersebut.
1
Learning Disorder atau
kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu
karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan
belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu
atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil
belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh :
siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan
sejenisnya, mungkin akan mengalami problematika dalam belajar IPS yang menuntut
pemahaman dan penalaran sesuai disiplin
ilmu IPS.
2
Learning Disfunction merupakan
gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik,
meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas
mental, gangguan alat indria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa
yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi
atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka
dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3
Under Achiever mengacu
kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang
tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh :
siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan
tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa
saja atau malah sangat rendah.
4
Slow Learner atau lambat
belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf
potensi intelektual yang sama.
5
Learning Disabilities atau
ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar
atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya.
Bila
diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapaihasil belajar
secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan
sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah
hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan
penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
Kelompok
yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang
diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan
belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai
dengan karakteristik murid yang bersangkutan.
Jenis dan
tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual
berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan
tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah,
konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak
dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan
baik.
Siswa yang
mengalami problematika belajar seperti
tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang
dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif
maupun afektif .
Beberapa
perilaku yang merupakan manifestasi gejala problematika belajar, antara lain :
1. Menunjukkan
hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang
dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa
yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
3. Lambat dalam
melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari
kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan
sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura,
dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan
perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak
mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6. Menunjukkan
gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya
dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal,
dan sebagainya.
Sementara
itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga
mengalami problematika belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa
dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal
dalam belajar apabila :
1.
Dalam batas waktu tertentu yang
bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan
materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan
oleh guru (criterion reference).
2.
Tidak dapat mengerjakan atau
mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan,
bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam
under achiever.
3.
Tidak berhasil tingkat penguasaan materi
(mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat
pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau
belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk dapat
menetapkan gejala problematika belajar dan menandai siswa yang mengalami
problematika belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan,
sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan
mengalami problematika belajar. Terdapat
empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1)
tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil
belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.
1. Tujuan
pendidikan
a.
Tujuan
Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen)
1)
Pasal 31, ayat
3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
2)
Pasal 31, ayat
5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
b.
Tujuan
Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003
Jabaran UUD
1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
c.
Tujuan
Pendidikan Menurut UNESCO
Dalam upaya
meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui
lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural
Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang
maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning
to be, dan (4) learning to live together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ
dan SQ.
Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan
merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan
arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan
pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat
mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang
berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut
dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat
hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai,
tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil
belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut.
Secara statistik, berdasarkan distribusi normal,
seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai
sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika
menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan
penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar
apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan
sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa
tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat
digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai
hasil belajar.
2.
Kedudukan dalam Kelompok
Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi
ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan
belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata
kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8,
siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan
belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang
lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya.
Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan
mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah
prestasi kelompok secara keseluruhan.
Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami
kesulitan adalah mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang
biasa disebut dengan lower group. Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa
berdasarkan nilai nilai yang dicapainya. dari yang paling tinggi hingga yang
paling rendah, sehingga siswa mendapat nomor urut prestasi (ranking). Mereka
yang menduduki posisi 25 % di bawah diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Teknik lain ialah dengan membandingkan prestasi belajar setiap siswa dengan
prestasi rata-rata kelompok. Siswa yang mendapat prestasi di bawah rata – rata
kelompok diperkirakan pula mengalami kesulitan belajar.
3. Perbandingan
antara potensi dan prestasi
Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan
tergantung dari tingkat potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat.
Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi
belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah
cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula.
Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi
belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai sejauhmana dapat
merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan mengalami problematika belajar, apabila prestasi yang dicapainya
tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah
mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ)
sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun
ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan
tingkat kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8.
Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa
disebut dengan istilah underachiever.
4.
Kepribadian
Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan
tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil
dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan
tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa diakatakan
mengalami problematika belajar, apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau
kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti : acuh tak acuh, malas
mengerjakan PR , sering membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan
sebagainya.
C.
Pengertian Pekerjaan Rumah (PR) dan Tujuan
PR dalam Proses Belajar Mengajar
Pekerjaan Rumah [PR] dalam
bahasa inggris disebut homework atau homework assignment merupakan sejumlah
aktivitas tugas yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk di kerjakan di luar
kelas/sekolah. Pekerjaan rumah bisa bermacam – macam dan bisa dikerjakan secara
individu maupun berkelompok.
Pekerjaan rumah diberikan
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa, menambah pengetahuan,
mengulang materi berikutnya, bahkan mengaplikasikan pengetahuan siswa dalam
kehidupan nyata.
Jadi yang dimaksud dengan PR
dalam proses belajar mengajar adalah sesuatu yang harus dikerjakan oleh seorang
siswa atas perintah guru yang mengajar sebuah bidang studi. Tugas sekolah bisa
berbentuk sendiri-sendiri ada juga yang harus dikerjakan secara berkelompok.
Tugas yang secara berkelompok ini disebut dengan tugas kelompok. Jadi tugas
kelompok harus dikerjakan secara bersama-sama. Jika tugas yang diberikan ini
berupa sendiri-sendiri maka penanggung jawabnya juga sendiri-sendiri. Lain
halnya dengan tugas kelompok, yang menjadi penanggung jawabnya adalah ketua
kelompok yang ditunjuk secara musyawarah dan mufakat.
Tujuan dari pekerjaan rumah [PR] dalam proses belajar mengajar :
·
Agar siswa tetap belajar di rumah. Guru terlahir tidak langsung menjadi guru. Guru mengalami masa anak-anak,
masa sekolah, masa muda jadi guru itu sudah paham betul bagaimana karakter
siswa-siswanya. Agar siswa didiknya terlena dalam bermain sehabis waktu belajar
mengajar di sekolah selesai, maka dari itu guru memberi tugas sekolah yang
harus di kerjakan di rumah.
·
Supaya siswa membiasakan membaca. Alasannya adalah biar biasa terbiasa dengan membaca buku-buku pelajaran
walaupun lagi dirumah. Mengerjakan PR sekolah berarti bukannya siswa tidak mau
membaca. Ilmu itu didapat memlalui membaca, memperhatikan dan memahami. Selama
tujuannya guru baik tidak perlu mengeluh jika diberi PR. Karena memenag diwaktu
muda inilah saatnya menimba ilmu sebanyak-bnayaknya. Jika sudah tua nanti tidak
memiliki banyak waktu lagi untuk belajar, walaupun masih bisa belajar namun
sudah sulit. Seperti kat lagu Belajar Diwaktu kecil bagai menulis diatas batu.
Belajar setelah dewasa bagaikan menulis diatas air. Tinggal dipahami saja
maksudnya.
·
Agar tidak keluyuran di luar
rumah. Bisa jadi guru pernah melihat dan memergoki siswa sedang asyik keluyuran
di luar rumah bersama teman-temannyatanpa ada keperluan. Nah agar tidak
menghabiskan waktu untuk keluyuran, jadi guru memberikan PR. Dengan menumpuknya
PR, tentu ada pekerjaan yang harus dikerjakan di rumah. Dengan demikian tidka
akan punya pikiran untuk keluyuran.
·
Jika ada ulangan mendadak dapat
nilai bagus. Kadang-kadang guru tidak
memeberi tahu kapan diadakan ulangan. Banyak siswa yang kelabakan jka tiba-tiba
guru mengumumkan akan ulangan. Jadi tujuan guru memberi PR itu sebenarnya baik,
tidaklah bertujuan untuk melarang bermain. Guru ingin siswa didiknya memjadi
siswa didik yang berkualitas sehingga mendapatkan nilai bagus pada saat Ujian
Nasional nantinya. Dengan seringnya mengerjakan PR sendiri tanpa mencontek
sudah tentu jika ada ujian yang mendadak tiakan gentar dan kelabakan, sudah
punya persiapan. Basanya soal yang diberikan guru seputar PR yang pernah
diberikan.
·
Melatih siswa agar memiliki tanggung
jawab. Tujuan dar guru memberikan
PR untuk melatih supaya memiliki rasa tangung jawab terhadap diri sendiri.
Masalahnya suatu saat nanti makin bertambahnya usia maka semakin mempunyai
tanggung jawab yang besar dan harus dipenuhi dengan penuh rasa tanggung jawab.
Jadi sejak sekaranglah waktunya untuk melatih menjadi siswa yang bertanggung
jawab jika sudah besar nanti. Kalau tidak terlatih sekarang akan kesusahan
nantinya jika sudah dewasa. Jadi tidak ada alasan untuk tidak mengerjakan PR.
D.
Perlunya Memberikan Pekerjaan
Rumah [PR] Kepada Siswa
Zaman sekarang, sepertinya sekolah itu
identik dengan PR (pekerjaan rumah). Bukan sekolah namanya kalau tidak ada PR
dari guru di sekolah.
Hampir tiap malam anak sekolah mengerjakan PR di rumJah. Seolah-olah yang dikatakan belajar itu hanyalah membuat PR!
Hampir tiap malam anak sekolah mengerjakan PR di rumJah. Seolah-olah yang dikatakan belajar itu hanyalah membuat PR!
Paling tidak seperti itulah kesan orang
tua yang mempunyai beberapa orang anak yang sedang bersekolah. Yang menjadi
pertanyaan, haruskah guru memberi PR
kepada siswa? Tentu saja bisa dijawab tidak! Belum ada aturan dan ketentuan
yang mengharuskan guru untuk memberikan PR setiap hari.
Pemberian PR kepada siswa hanyalah salah
satu bentuk strategi pembelajaran
yang dilakukan oleh guru. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran yang telah diberikan di sekolah.
Materi pelajaran yang sudah dibahas di
sekolah harus dikuasai oleh siswa agar tercapai tujuan pembelajaran. Oleh sebab
itu guru berupaya memperkuat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran dengan
berbagai cara seperti memberi tugas atau pekerjaan rumah kepada siswa. Bisa
saja tugas mandiri atau kelompok.
Kalau pun guru memberikan tugas kepada
siswa, itu perlu tindak lanjutnya. Guru harus memeriksa kembali tugas atau
pekerjaan siswa. Melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan siswa. Sebab, hal
ini akan menjadi motivasi bagi siswa untuk mengerjakan PR berikutnya. Jika
tidak dilaksanakan umpan baliknya, boleh jadi siswa akan enggan mengerjakan PR
berikutnya.
Jika pemberian PR kepada siswa memang
penting, tentu saja yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pengaturan
organisasi PR itu sendiri. Tugas yang diberikan dikelola dan ditata menjadi
paket yang menarik dan terstruktur bagi siswa. Tidak begitu banyak, dapat
dikerjakan, dan tujuan pemberian PR tercapai.
Selain itu koordinasi dengan guru mata
pelajaran lain perlu dipertimbangkan. Hal ini menghindari bertumpuknya PR siswa
dalam satu malam. Koordinasi guru mata pelajaran dalam meberikan PR hanyalah
sekadar mengatur regulasi PR agar siswa tidak jenuh belajar di rumah.
E.
Manfaat Pekerjaan Rumah (PR) Untuk Siswa
Dalam Proses Belajar Mengajar
Salah satu kewajiban anak adalah
mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan guru di sekolah. Anak
seringkali merasa kesal dan malas jika diberikan PR oleh guru. Walaupun banyak
peneliatian yang mengatakan bahwa PR bermanfaat buruk bagi perkembangan
anak, Padahal mengerjakan PR memiliki
sejumlah manfaat bagi anak. manfaat dari siswa mengerjakan PR dalam proeses
belajar mengajar:
1. Melatih siswa Belajar Mandiri
Saat
mengerjakan PR,siswa akan berusaha mengerjakan sendiri tugas sekolahnya.
Setelah merasa kesulitan, barulah ia akan meminta bantuan orang lain terutama
orangtua.
2. Mengulang Pelajaran Sekolah
Guru
akan memberikan PR berkaitan dengan topik yang baru saja diajarkan. Dengan
mengerjakan PR siswa akan harus mengingat dan mengulang kembali pelajaran yang
telah diberikan guru di sekolah. PR membantu siswa mengingat kembali apa yang
pernah mereka pelajari di sekolah. Selain itu, PR juga membuat siswa jadi lebih
baik banyak mencari tahu.
3. Melatih Disiplin Mengerjakan Tugas
Mengerjakan
PR membutuhkan kedisiplinan. Siswa akan
berusaha untuk melakukan kewajiban yang diberikan oleh guru untuk mendapatkan
penilaian yang baik.
4. Melatih siswa Mengatur Waktu
Membuat
PR juga bermanfaat melatih anak untuk mengatur waktu. Siswa harus meluangkan
waktu untuk mengerjakan PR yang diberikan guru sehingga ia harus dapat membagi
waktu untuk melakukan berbagai aktivitas harian seperti belajar, bermain, les,
dsb.
5. Mendorong siswa untuk Memprioritaskan Pendidikan
Mendapatkan
tugas untuk mengerjakan PR dari guru di sekolah membuat anak lebih
memprioritaskan untuk menyelesaikan tugas sekolah tersebut daripada aktivitas
lain yang kurang penting seperti menonton TV atau bermain.
6. Mendorong Partisipasi Orangtua
Salah
satu manfaat PR adalah mendorong partisipasi orangtua untuk terlibat membantu
anak belajar di rumah. Setidaknya orangtua akan peduli apakah anaknya
mengerjakan PR atau tidak. Lebih jauh, orangtua dapat menemani anak mengerjakan
PR atau membantu saat anak mengalami kesulitan. Hal ini selain meningkatkan
kepedulian orangtua terhadap proses belajar anak, juga dapat meningkatkan interaksi
orangtua dengan anak.
7. Membangkitkan Inisiatif
Salah
satu manfaat PR adalah membangkitkan inisiatif anak. Pada dasarnya PR adalah
kewajiban yang harus dilakukan sendiri oleh siswa. Siswa harus bisa memilih waktu yang tepat untuk
mengerjakan PR tersebut. Siswa mungkin
harus membaca atau membuka pelajaran sebelumnya. Siswa juga dapat meminta bantuan orang lain untuk
mengajari jika ia menemui kesulitan.
8. Mendorong Kreativitas
PR
sekolah tidak selalu dalam bentuk soal, perhitungan, atau hafalan. Seringkali
PR diberikan dalam bentuk tugas menganalisis hasil proyek, mempresentasikan
hasil diskusi kelompok, membuat laporan karya tulis, membuat laporan penelitian
dan lain sebagainya yang dapat mendorong kreativitas siswa.
9. Melatih Kerja Keras
Mengerjakan
PR dapat melatih siswa untuk bekerja keras. Mengerjakan PR mungkin membutuhkan
pengorbanan, usaha dan waktu. Jika siswa terbiasa dengan melakukan tugas yang diberikan
guru, ia mungkin lebih siap saat menerima tantangan untuk melakukan kegiatan
yang membutuhkan usaha sugguh-sungguh.
10. Memahami Kewajiban
Mengerjakan
PR dapat membantu anak membiasakan diri menjalankan kewajiban. Hal ini membuat
siswa lebih siap untuk menjalankan kewajiban lainnya.
11. Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Membuat
PR dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa. Siswa akan berusaha sendiri sedapat mungkin untuk
mengejakan PR tanpa bantuan orang lain.
12.
Meningkatkan
Keterampilan
PR membuat
siswa terbiasa dengan kegiatan sekolah. Dengan mengerjakan PR, siswa-siswa
belajar untuk mengubah kesalahan mereka, meningkatkan keterampilan mereka, dan
menerapkannya untuk manfaat yang lebih baik. Selain itu, akan membangun sikap
pada siswa untuk mengekplorasi dan belajar.
F.
Alasan Siswa Malas Mengerjakan Pekerjaan
Rumah (PR)Dalam Proses
Belajar Mengajar
Pekerjaan Rumah (PR) merupakan sebgaian sesuatu yang menyenangkan namun
tidak sedikit yang mengaganggapnya sebagai momok besar dan menakutkan, maka
alasan –alasan inilah yang menyebabkan siswa
malas mengerjakan PR dalam proses belajar mengajar:
1.
Lupa jika ada PR
2.
Tidak tahu soalnya karena kemarin
tidak masuk
3.
Sudah mengerjakan tetapi buku PR
tertinggal di rumah
4.
Ada aktifitas lain yang lebih
penting
5.
Tidak bisa mengerjakan PR
6.
Sedang sedih karena tertimpa
musibah sehingga tidak bisa konsentrasi
7.
Malas untuk mengerjakan PR
8.
Tugas terlalu banyak sehingga
hanya sebagian yang bisa dikerjakan
9.
Ada yang belum jelas saat guru
menerangkan sehingga perlu bertanya lagi sebelum dapat mengerjakan PR
10.
Bukunya dipinjam teman yang
rumahnya jauh
11.
Siswa belum paham
12.
Keterbatas sumber belajar
13.
Ketidakpercayaan diri mengerjakan
PR sendiri [jika tugas individu]
14.
Ketidak cocokan dengan anggota
kelompok [jika tugas kelompok]
15.
Siswa kecapekan
16.
Batas waktu tugas yang terlalu
cepat atau terlalu lambat
17.
Menganggap PR tidak penting
Dengan adanya Pekerjaan Rumah [PR] bagi siswa dalam proses belajar
mengajar akan meningkatkan ketertarikan serta kepercayaan dalam diri siswa.
Guru memberikan apresiasi atas PR yang sudah dikerjakan siswa. Dengan komentar
yang positif guru bisa meningkatkan motivasi belajarpada siswa
untuk lebih giat lagi belajar. Begitu pula siswa sendiri, mereka akan
bersemangat belajar dengan mengikuti PR yang diberikan kepada mereka sampai
berhasil
G.
Faktor – Faktor Penyebab Siswa Malas
Mengerjakan PR Dalam Proses Belajar Mengajar
Tidak sedikit orang tua yang mengeluh
problem anaknya, dari problem yang sepele hingga problem yang besar dan rumit penyelesainnya.
Problem yang sepele namun jika tidak dicarikan jalan keluarnya suatu saat bisa
jadi bukan dinamakan sepele lagi. Contohnya: Problem anak yang tidak suka mengerjakan PR
dalam proses belajar mengajar. Nah pada pembahasan kali ini akan disampaikan
tentang faktor-faktor hingga solusi dari problematika sepele yang bukan sepele
ini.
Pokok problem anak malas mengerjakan PR sebenarnya adalah dampak dari
problematika lain yaitu tidak adanya
rasa tanggung jawab dan ketidaksukaan anak terhadap pelajaran. Namun penyebab
yang nampak bisa jadi berbeda-beda sesuai dengan keadaannya masing-masing.
Berikut ringkasan faktor penyebabnya:
1. Dari sisi guru
Ketidaksukaan anak
terhadap pelajaran guru adalah sumber problematika dalam hal ini. Karena
sebenarnya anak jika suka dengan sesuatu pasti akan melakukannya tanpa didorong
dan tanpa dipaksa. Ia akan melakukan dengan senang hati seakan sedang melakukan
analisis tentang macam –macam kebudayaan di nusantara pada mata pelajaran IPS.
Sebab lain juga karena tidak ada penjelasan yang lengkap tentang PR anak
tersebut. Pada akhirnya PR menjadikan anak terlalu berpikir luas dengan pikiran
dan bayangan yang salah.
2.
Dari sisi
orang tua
Penyebab dari sisi ini adalah tidak adanya dorongan dari orang tua
kepada anak untuk segera mengerjakan PR. Betapa banyak problematika anak karena memang tidak ada
dorongan dari orang tuanya. Orang tua bersikap acuh, atau sekedar perintah ini
dan itu tanpa memantaunya lebih lanjut.
3.
Dari sisi
anak
Sikap acuh dan banyaknya faktor pengganggu menjadi sebab lalainya anak
dalam segala hal. Inilah sumber problematika
bagi anak yang malas mengerjakan PR. Anak merasa ada hal yang lebih menyenangkan
dan lebih utama dia kerjakan seperti bermain dan melihat TV daripada
mengerjakan PR.
H.
Solusi untuk Mengatasi Siswa Malas
Mengerjakan PR dalam Proses Belajar Mengajar
Pada bagian ini adalah dua hal yang ingin kita sampaikan. Yang pertama
hendaknya orang tua lebih banyak membaca buku berkaitan dengan pendidikan anak
dan pengembangan hobi anak. Yang kedua harus diingat bahwa problematika pada seorang manusia itu selalu terbangun dan
saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Karena manusia itu sendiri
terbentuk dari kecerdasan, interaksi, dan perilaku atau akhlak. Oleh karena itu
terkadang solusi pada suatu problematika
adalah dengan menggabungkan beberapa solusi hingga terbentuk suatu jurus
yang jitu, efisien, dan tepat sasaran. Intinya dalam hal ini adalah bagaimana
setiap pihak bekerjasama mengurai problematika
anak;
·
Solusi dari sisi guru
·
Solusi dari sisi orang tua
·
Solusi dari sisi siswa
Problematika tidak akan selesai
jika masing-masing tidak mau introspeksi dan segera memperbaiki diri jika masih
belum maksimal dengan masalah siswa.
1.
Solusi
dari sisi guru
Guru harus bisa memadukan sisi mengajar dan belajar ketika memberikan
PR. Artinya antara seorang guru dan siswa ada kesepakatan janji dalam
menyelesaikan Prnya dengan baik dan disiplin. Tingkat kesulitan dan jangka
waktu mengerjakan harus benar-benar disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Ingatlah, siswa terkadang bukan hanya mengerjakan PR satu mata pelajaran saja.
Seorang guru juga harus mengetahui penyebab beberapa siswa yang tidak
menyelesaikan PRnya. Hal ini supaya menjadi pelajaran berharga bagi siswa yang
bersangkutan dan juga teman-temannya. Caranya dengan suatu saat siswa diberi
tugas menggambar materi tentang Penampang Relief Permukaan Bumi pada mata pelajaran IPS, sebab
malasnya siswa tidak mengerjakan PR. Dengan ini guru akan segera mengetahui akar
masalahnya kemudian segera memberikan solusinya. Karena terkadang suatu problem
berkaitan dengan cara pandang siswa yang salah, dan langkah pertama
meluruskannya adalah dengan mengetahui problematika tersebut sejak dini.
Tindakan guru yang mungkin bisa membuat siswa siap untuk mengerjakan
PR:
a. Refleksi oleh guru
Setiap
selesai membahas materi pelajaran, sebaiknya guru segera melakukan refleksi.
Bagi guru, melakukan refleksi bukanlah hal yang baru. Dengan sering
melakukannya diharapkan pembelajaran yang dilakukan akan semakin baik. Dengan
demikian penguasaan siswa terhadap materi ajarpun semakin baik pula. Usahakan
agar setiap menyajikan materi yang dibahas tidak membosankan siswa dan ciptakan
pembelajaran semenarik mungkin.
b. Memastikan siswa menguasai materi ajar
Siswa
akan memahami dan tertarik dengan apa yang akan dikerjakannya di rumah jika
kompetensi yang dituntut penguasaannya telah dikuasainya. Seorang guru
dipastikan tahu bagaimana cara mengukur kemampuan siswanya. Dengan memastikan
siswa telah menguasai materi ajar, maka mereka akan siap untuk mengerjakan PR.
c. Hindari hari-hari dengan PR
Jika
satu hari siswa belajar 4 mata pelajaran, maka cukup satu atau dua mata
pelajaran saja yang ada tugas PRnya. Jangan keempat mata pelajaran yang dibahas
pada hari itu ada tugas PRnya. Mata pelajaran yang lain bisa dibuat PRnya pada
kesempatan lain; esok, lusa, atau minggu depan.
d. Jangan membebani siswa
Memberikan
jumlah tugas melalui PR yang terlalu banyak bisa menjadi beban bagi siswa.
Akibatnya siswa stress dan malas mengerjakannya. Berikan hanya beberapa soal
dengan tingkat kesulitan mudah, sedang, dan sukar. Yang penting bisa
memunculkan rasa tanggung jawab, disiplin, percaya diri, dan bisa mengasah
kemampuannya.
e. Wajib diperiksa/koreksi
Sebab
utama yang bikin siswa malas mengerjakan PR adalah guru tidak menghargai
pekerjaan siswa karena tidak memeriksa/mengoreksi hasil kerjanya. Dan ini bisa
jadi kesalahan fatal yang dilakukan guru! Kalaupun tidak ada waktu, PR bisa
diperiksa dikesempatan lain.
f. Koreksi secara bersama
Dengan
menyisihkan sedikit waktu untuk mengoreksi bersama (klasikal) melalui tukar
silang antar siswa akan meningkatkan motivasi belajar dan berkompetisi siswa.
Selain itu mengoreksi bersama bisa jadi merupakan pengayaan bagi siswa yang
cepat dan remedial bagi siswa yang lambat. Syaratnya, sambil mengoreksi guru
mengulang kembali dengan penjelasan singkat dan tugas yang dikoreksi tidak
banyak tapi cukup untuk mengukur penguasaan kompetensi siswa sebelumnya.
g. Masukkan nilai ke DN (Daftar Nilai)
Setiap
nilai yang diperoleh siswa harus didokementasikan guru di daftar nilai tugas
siswa. Harus dibedakan antara DN (Daftar Nilai) dengan daftar nilai tugas
siswa. Daftar nilai tugas siswa adalah daftar kumpulan nilai tugas/PR siswa
yang hasil rata-ratanya dimasukkan ke DN (Daftar Nilai) sebenarnya.
h. Hukuman bagi siswa yang tidak mengerjakan PR
Berikan
hukuman sewajarnya dan bersifat mendidik bagi siswa yang tidak selesai atau
tidak mengerjakan PR. Kalau bisa guru tidak menerima alasan apapun yang
diberikan oleh siswa yang tidak mengerjakan PR. Dengan demikian semua siswa
yang hadir/tidak hadir pada sesi sebelumnya akan berpikir dua kali jika mereka
berniat untuk tidak mengerjakan PR.
Itulah beberapa tindakan guru yang mungkin bisa membuat siswa sedia
untuk mengerjakan PR.
Guru sebaiknya
dalam memberikan PR pada siswa dalam proses belajar mengajar adalah:
·
Sampaikan dengan jelas
maksud dan tujuan penugasan/pemberian PR.
·
Sesuaikan jenis
tugas/PR dengan apa yang sudah guru sampaikan sebelumnya. Jika PR/tugas dimaksudkan
untuk persiapan materi berikutnya, sebaiknya sudah ada guideline dan deskripsi
tentang materi berikutnya.
·
Berikan tugas/PR secara
proporsional mengenai jenis, jumlah dan durasi. PR tidak harus menghabiskan
waktu luang siswa, melainkan seberapa dalam mereka belajar melalui tugas/PR
tersebut.
·
Berikan variasi tugas
atau PR. Sebaiknya PR diberikan secara kontekstual, nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Anak bahkan boleh memilih tugas/PR sesuai kemampuan dan kesukaan,
tetapi tetap dalam materi yang sama.
·
Sampaikan penilaian
tugas/PR akan seperti apa sehingga anak akan tahu apa saja yang harus
diperhatikan selama mengerjakan PR atau tugas tersebut.
·
Hindari penugasan/PR
yang monoton dan seragam misal mengerjakan LKS, buku soal-soal latihan yang
akan memungkinkan siswa menyepelekan, saling bergantung kepada teman lain
sehingga yang terjadi hanya satu siswa yang mengerjakan dan siswa lain
mencontek, Alhasil, semua jawaban tugas/PR sama.
·
Koreksi tugas/PR segera
setelah siswa mengumpulkan tugas/PR nya dan berikan feedback, lalu
kembalikan kepada siswa atau dibahas atau diumumkan atau dipresentasikan. Jika
tidak dilakukan, siswa cenderung akan malas mengerjakan tugas/PR berikutnya,
atau mengerjakan asal-asalan, yang penting mengumpulkan. Tentu siswa akan berpikir
bahwa mengerjakan PR akan sia-sia, bisa mencontek saja dengan mengganti
identitas siswa.
2.
Solusi
dari sisi orang tua
Orang tua hendaknya memberikan bantuan dan semangat yang maksimal
kepada anaknya dalam hal ini. Pertama yang dilakukan orang tua adalah
mengetahui hal yang merangsang dan yang menyenangkan bagi anak dalam hal
pelajarannya. Baik dengan membuat catatan kecil atau dengan meminta mereka
menulis apa yang mereka ketahui kemudian mengambil intisari catatannya yang
berkaitan dengan PR. Bisa juga mengaktifkan segala sarana yang ada hubungannya
dengan PR, baik dari koran, majalah, radio, internet, TV dan alat-alat
elektronik lain.
PR terkadang memang berbeda-beda tingkat kesulitannya. Maka orang tua
harus berusaha membantu menyelesaikan dan menerangkan PR tersebut. Hal ini
supaya anak benar-benar merasa bahwa keluarga ‘sehati’ bersamanya dalam
menyelesaikan PR. Yang terakhir, hendaknya selalu memberikan rasa tanggung
jawab kepada anak dan disiplin waktu. Paling tepat adalah memberi batasan waktu
tertentu untuk pelajarannya di rumah, misalnya setelah pulang dari sekolah,
atau setelah makan dan seterusnya. Demikian juga memberikan batasan lamanya
setiap aktivitas anak, hingga meskipun suatu saat tidak ada PR, bisa diganti
dengan mengulang pelajaran atau minimal membaca pelajaran yang disampaikan guru
hari itu.
Berikut ini cara memotivasi semangat anak
agar mereka mampu menyelesaikan pekerjaan rumah antara lain:
a.
Berikan
Suasana yang Nyaman
Tugas yang menumpuk yang didapatkan anak
dari sekolah bisa jadi sudah begitu membebaninya. Jika ditambah dengan suasana
rumah yang tak menyenangkan seperti gaduh dimana-mana, ibu yang
berteriak-teriak atau malah membebani anak dengan banyak pekerjaan lain untuk
membantu ibu, sudah pasti hal ini malah akan semakin membuat anak tertekan dan
hasilnya anak malah akan semakin menunda-nunda menyelesaikan pekerjaan rumah
yang ia dapat dari sekolah dengan alasan telah terlebih dahulu lelah dengan
tugas yang ibu berikan.
Untuk itulah, sebisa mungkin upayakan anak
agar mendapatkan suasana rumah yang menyenangkan. Sewaktu ibu membutuhkan
bantuan mereka, namun saat yang bersamaan anak tengah disibukan dengan buku dan
peralatan sekolahnya. Alangkah lebih baik jika ibu mengurungkan niatan untuk
meminta bantuan mereka. Sebaliknya, mintalah anak untuk melanjutkan pekerjaan
rumahnya dan berikan kata-kata yang bisa memotivasi anak agar semakin giat
menyelesaikannya. Ketika suasana rumah nyaman, maka stres yang ada dalam diri
anak bisa lebih diredam.
b.
Jangan
Biarkan Anak Belajar dengan Perut Kosong
Salah satu faktor stres dan kesulitan
belajar pada diri anak bisa jadi dipengaruhi karena perut anak dalam keadaan
kosong. Untuk itulah, sewaktu anda mendapati ekspresi anak yang tertekan
ditengah waktu waktu belajarnya, maka mintalah anak untuk istirahat sejenak dan
makan. Ingatkan anak untuk mengisi perutnya agar semangat mereka bisa kembali
hadir sehingga kegiatan mengerjakan PR dirumah bisa menjadi lebih tenang dan
lebih nyaman.
c.
Jangan
Menyatpami Anak
Hanya karena anda ingin memastikan jika anak
bisa menyelesaikan pekerjaan rumahnya dengan baik dan sempurna, anda lantas
terus berdiri sepanjang anak mengerjakan PR-nya dengan melipat tangan didada
seolah seperti seorang satpam atau petugas. Percayalah, bukan membuat anak
dapat lebih mudah menyelesaikan pekerjaan rumahnya, hal ini malah akan membuat
konsentrasi mereka buyar karena merasa tegang.
Sebaiknya, percayalah pada anak anda dan
tanyakan pada mereka apakah mereka sudah selesai mengerjakannya atau belum, dan
mintalah mereka untuk tidak segan meminta bantuan anda saat mereka benar-benar
merasa tidak mampu menyelesaikannya. Nah, dengan begini anda akan dapat
mengontrol apakah mereka menyelesaikan dengan keseluruhan atau tidak.
d.
Tengok
Sesekali
Dalam rangka memastikan jika anak anda
mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan rumahnya dengan baik. Maka tidak ada
salahnya jika anda menengok mereka sesekali. Namun ingat, jangan terlalu
sering, atau pada akhirnya anda akan berakhir seperti poin diatas dengan
menyatpami mereka. Tengoklah anak-anak sesekali, jika memungkinkan pastikan
jika mereka tidak menyadari bahwa anda tetap mengontrolnya. Dengan begini, anda
akan tetap dapat memastikan anak-anak tetap mengerjakan PR nya dan berusaha
menyelesaikannya dengan baik.
e.
Pujilah
Pekerjaan dan Kerja Keras Mereka
Memuji pekerjaan anak-anak dan kerja keras
mereka dalam mengusahakan sesuatu akan membuat mereka seolah dihargai dengan
baik. Ketika anak-anak merasa dihargai, maka akan secara otomatis mereka akan
berusaha lebih keras lagi.
Untuk itulah, tidak ada salahnya ketika
anak mendapatkan nilai ujian atau quis yang baik dengan skor yang tinggi,
tempelkan nilai ulangan ini didepan pintu kulkas atau puji anak atas kerja
kerasnya. Atau juga anda bisa melakukan hal lain seperti memasakan anak makanan
kesukaannya. Dengan begini, selain mereka merasa senang, hal ini juga akan
membuat mereka merasa temotivasi untuk melakukan yang lebih baik dari
sebelumnya.
f.
Berikan
Contoh yang Baik
Ketika anda mengharapkan anak-anak bisa
menjadi rajin dan mampu mengerjakan semua tugas yang menjadi kewajibannya.
Maka, sebaiknya jadilah contoh yang baik. Anak-anak akan dengan mudah menjadi
seorang yang baik, jika orangtua mereka adalah teladan yang sempurna untuk
mereka. Begitupun sewaktu anak mengerjakan PR nya, jika mereka melihat orangtuanya
rajin, maka tidak ada alasan untuk anak-anak menjadi malas-malasan. Apalagi
jika mereka mengetahui latarbelakang pendidikan ayah dan ibunya selalu
cemerlang, hal ini akan secara otomatis memotivasi anak untuk setidaknya bisa
sama seperti ayah dan ibunya.
PR yang didapatkan anak-anak dari sekolah
seringkali membuat anak merasa tertekan dan stres. Namun dilain sisi, ini juga
menjadi kewajiban untuk mereka selesaikan. Nah, dengan demikian memacu semangat
anak untuk bisa menyelesaikan tugasnya adalah solusi terbaik. Tips diatas
diharapkan mampu membantu ibu membuat anak-anak agar mau menyelesaikan
pekerjaan rumahnya dengan baik.
3.
Solusi
dari sisi anak
Pribadi anak juga menjadi faktor selesai dan tidak selesai tugasnya.
Seorang anak hendaknya berusaha seimbang mengatur aktivitas harian.. Seimbang
dalam beraktivitas tertentu jangan menabrak waktu aktivitas yang lain. Tidak
kalah penting juga mendidik anak supaya tertib dalam urusan prioritas
pekerjaan. Siswa harus benar-benar menyadari melakukan pekerjaan prioritas,
mana yang paling penting dari yang penting.
a. Rencanakan waktu
kosong sepulang sekolah.
Akan lebih baik lagi
jika kamu bisa mengerjakan PR saat waktu kosong atau saat istirahat sehingga
tidak ada lagi beban yang harus dikerjakan di rumah.
b. Kondisikan
suasana belajar yang kondusif.
Rapikan meja belajar
(jika terlalu berantakan, setidaknya kosongkan satu spot) untuk menaruh
buku-buku dan peralatan belajar yang kamu butuhkan.
c. Garisbawahi
kata-kata penting dalam buku.
Hal ini akan mempermudah
kamu mendapatkan jawaban. Jika kamu tidak menemukan jawaban, jangan putus asa.
Bacalah buku secara perlahan dan seksama. Terkadang gajah di pelupuk mata tidak
kelihatan
d. Bagilah waktu
mengerjakan PR.
Belajar tanpa jeda
terdengar lebih efektif karena cepat selesai, namun hal ini tidak baik karena
otak diforsir untuk terus bekerja. Bagilah waktu mengerjakan PR misalnya setiap
satu jam belajar, kamu akan break selama 5-10 menit. Penting juga untuk selalu
menyediakan air minum saat belajar karena air dapat merefresh pikiranmu.
e. Beri reward
Ketika selesai
mengerjakan PR berilah penghargaan untuk diri sendiri. Hal ini bisa berupa apa
saja seperti menonton acara kesukaanmu atau membaca komik.
I.
Solusi yang Memacu
Kreatifitas Siswa Pada Mata Pelajaran IPS
Guru memberikan beberapa pilihan PR kepada siswa dengan satu materi yang
sama. Sehingga cara pengerjaannya saja yang berbeda sesuai dengan kemampuan dan
ketertarikan siswa. Usahakan PR tidak mudah untuk ditiru atau saling mencontek,
bahkan lebih baik jika PR atau tugas tersebut ada dalam kehidupan sekitar siswa
sehari-hari.
a. Mendiskusikan tentang data jalur pelayaran
internasional yang sudah terangkum dalam kegiatan sebelumnya
b. Mempresentasikan hasil diskusi dan mengaitkan
materi pembelajaran yang akan dilakukan dengan pengalaman peserta didik dengan
tema sebelumnya yaitu pemanfaatan lokasi strategis Indonesia.
c. Mencari informasi tentang posisi Indonesia secara
astronomis, geografis dan geologis
d. Menganalisis posisi Indonesia dalam jalur
pelayaran dunia
e. Mengambahkan keluasaan dan kedalaman sampai
kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber
yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan untuk mengembangkan
sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan
prosedur dan kemampuan berfikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan
pemanfaatan lokasi strategis Indonesia
f. Membuat laporan tertulis tentang keunggulan iklim
di Indonesia
g. Membuat resume tentang point-point telaah tentang
peninggalan kebudayaan dan pikiran masyarakat indonesia pada masa penjajahan
dan tumbuhnya semangat kebangsaan dalam aspek geografis, ekonomis, budaya, pendidikan
dan politik yang ada di lingkungan sekitarnya.
h. Mengidentifikasi dan mengungkapkan masalah atau
isutentang materi Potensi Sumber Daya Alam (jenis sumber daya, penyebaran di
darat dan laut)
i.
Mengumpulkan dan mengolah data tentang materi Sumber Daya Manusia yang
meliputi jumlah, sebaran, dan komposisi; pertumbuhan; kualitas (pendidikan,
kesehatan, kesejahteraankeragaman etnik (aspek-aspek budaya)
j.
Membandingkan data kependudukan
(sebaran dan pertumbuhan)
berdasarkan tahun
k. Membuat peta penyebaran sumber daya alam di
Indonesia
l.
Menyajikan data kependudukan dalam bentuk grafik batang atau Pie
m. Menganalisis dampak positif dan negative
interaksi antar ruang
n. Menganalisis pengaruh teknologi internet terhadap
penawaran dan pemintaan
o. Menyajikan data pengaruh interaksi social
terhadap kehidupan sosial budaya
p. Mengemukakan upaya mengembangkan ekonomi maritim
dan agrikultur.
q. Mengidentifikasi masalah akibat interaksi antar
ruang
r.
Mencari solusi terhadap dampak interaksi antar ruang
PENUTUP
A.
Kesimpulan
PR atau Pekerjaan Rumah adalah kesempatan
melejitkan prestasi anak dan sarana penghubung madrasah dengan keluarga. PR
adalah metode mengangkat kualitas hasil pendidikan, tentu dengan syarat jika
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan uraian pada BAB II diatas, penyusun
menyimpulkan bahwa:
Faktor-faktor yang cenderung di jadikan sswa
sebagai alasan tidak membuat PR antara lain:
1.
Lupa
kalau ada tugas.
2.
Sulitnya
PR yang diberikan oleh guru
3.
Tidak
tahu soalnya karena kemarin tidak masuk sekolah.
4.
Sudah
mengerjakan tapi buku atau tugasnya tertinggal di rumah.
5.
Ada
aktifitas lain yang sangat penting.
6.
Tidak
bisa mengerjakan.
7.
Sedang
sedih karena tertimpa musibah sehingga tidak bisa konsentrasi.
8.
Malas
untuk membuat PR.
9.
Tugasnya
terlalu banyak sehingga hanya sebagian yang bisa dikerjakan.
10.
Ada
yang belum jelas saat guru menerangkan sehingga perlu bertanya lagi sebelum
dapat mengerjakan tugas.
11.
Bukunya
dipinjam teman yang rumahnya jauh.
Sementara itu, manfaat pengerjaan PR bagi siswa antara lain:
1.
Berlatih
manajemen waktu, disini kita berpikir kira-kira kapan waktu yang tepat untuk
membuat PR sehingga tidak berbenturan dengan kegiatan lainya, dengan ilmu
manajemen waktu yang bagus maka secara tidak langsung kita telah menjadi orang
yang disiplin.
2.
Membaca
kembali pelajaran, ilmu yang sudah didapat dari guru di kelas tentu akan lebih
dipahami apabila sepulang sekolah kita
mempelajari kembali ilmu tersebut.
3.
Memberikan
penghargaan pada diri sendiri, apabila tugas yang kita kerjakan ternyata benar
dan mendapat nilai bagus dari guru maka ada kemungkinan kita menjadi bangga dan
senang.
4.
Melatih
diri agar rajin, sulitnya mengatur diri sendiri maka seringkali muncul rasa
malas ketika hendak melakukan aktifitas tertentu, hal ini tentu tidak akan
terjadi jika kita sudah biasa berlatih untuk rajin mengerjakan PR.
5.
Menumbuhkan
sikap tanggung jawab, setiap tugas yang kita peroleh akan terlaksana dengan
baik jika adanya rasa tanggung jawab karena bisa jadi suatu beban pikiran
apabila kita tidak mengerjakanya .
6.
Mengembangkan
ketrampilan, dengan membaca menulis atau mengerjakan tugas maka ada kemampuan
baru yang masuk kedalam diri kita.
B.
Saran
Saran dari penyusun tentangProblematika Pendidikan IPS Tentang “Fenomena
Siswa Malas Mengerjakan PR Dalam Proses Belajar Mengajar Serta Solusi Yang
Memacu Kreatifitas Siswa Pada Mata Pelajaran IPS”ini, dapat dilakukan dengan
beberapa upaya sebagi berikut:
1.
Tugas
yang diberikan mempunyai pertalian erat dengan bahan yang telah dijelaskan di
kelas
2.
Usahakan
tugas yang diberikan disadari benar manfaatnya oleh siswa guna menimbulkan
minat yang lebih besar
3.
Waktu
yang diberikan untuk melaksanakan tugas tidak terlalu lama atau pendek agar
tidak menimbulkan kejemuan ataupun kecemasan
4.
Upayakan
agar siswa tahu tentang alat dan cara menilai hasil pekerjaan tersebut sehingga
akan mengurangi banyaknya kesalahan dan rendahnya nilai; dan
5.
Guru
tidak sungkan memberikan hadiah kepada mereka yang berhasil serta hukuman
kepada mereka yang tidak mengerjakannya dengan konsekuen.
6.
Pendidikan
merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Untuk mendapatkan
pendidikan yang baik maka perlu adanya pemahaman terhadap dasar dan tujuan
pendidikan secara mendalam.
7.
Untuk
meraih hasil belajar yang maksimal, siswa harus mempunyai motivasi untuk
belajar, baik motivasi yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri maupun
yang dari luar seperti lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, 2000, Guru dan Anak Didik Dalam
Interaksi Edukatif, Rineka Cipta, Jakarta.
Margono, 1986. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta : UNS
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana
Sardimn A.M., 2000, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali
Perss, Jakarta.
http://makalahdanskripsi.blogspot.co.id/2008/07/pengaruh-pemberian-pr-dalam.html
http://lpunrt.blogspot.co.id/2012/03/studi-tentang-penyebab-siswa.html
http://www.kesekolah.com/artikel-dan-berita/pendidikan/manfaat-pr-bagi-siswa.html
http://riyadhulquran.com/sebab-dan-solusi-anak-malas-mengerjakan-pr/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar