PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN SOSIAL YANG DIHADAPI DI LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA MADIUN
OLEH :
SUGIONO RUSLAN
NIM : 16612010
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa
Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau teka-teki. Juga berarti
problematic , yaitu ketidak tentuan. Tentang pendidikan banyak definisi
yang berbagai macam, namun secara umum ada yang mendefinisikan bahwa ;
pendidikan adalah suatu hasil peradaban sebuah bangsa yang dikembangkan atas
dasar suatu pandangan hidup bangsa itu sendiri, sebagai suatu pengalaman yang
memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang
menyebabkan mereka berkembang. Definisi pendidikan secara lebih khusus
sebagaimana di kemukakan oleh Ali Saifullah, bahwa pendidikan ialah suatu
proses pertumbuhan di dalam mana seorang individu di bantu mengembangkan
daya-daya kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya. Sehingga dapat di
simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar dalam rangka
menanamkan daya-daya kemampuan , baik yang berhubungan dengan pengalaman
kognitif ( daya pengetahuan), affektif ( aspek sikap) maupun psikomotorik (
aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh seorang individu.
Adapun yang dimaksud dengan problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan
atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan.
Persoalan-persoalan pendidikan tersebut menurut Burlian Somad secara garis
besar meliputi hal sebagai berikut : Adanya ketidak jelasan tujuan pendidikan,
ketidak serasian kurikulum, ketiadaan tenaga pendidik yang tepat dan cakap,
adanya pengukuran yang salah ukur serta terjadi kekaburan terhadap landasan
tingkat-tingkat pendidikan.
Kualitas
pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003)
bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang
mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari
20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036
SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam
kategori The Diploma Program (DP).
Apa
makna data-data tentang rendahnya kualitas pendidikan Indonesia ityu? Maknanya
adalah, jelas ada something wrong (masalah) dalam sistem pendidikan Indonesia.
Ditinjau secara perspektif ideologis (prinsip) dan perspektif teknis (praktis),
berbagai masalah itu dapat dikategorikan dalam 2 (dua) masalah yaitu :
Pertama,
masalah mendasar, yaitu kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan
penyelenggaran sistem pendidikan.
Kedua,
masalah-masalah cabang, yaitu berbagai problem yang berkaitan aspek
praktis/teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti
mahalnya biaya pendidikan, Mutu Pendidikan dan mutu
pendidik, rendahnya prestasi siswa, rendahnya sarana fisik, rendahnya
kesejahteraaan guru, dan sebagainya.
Walhasil,
jika pendidikan kita diumpamakan mobil, mobil itu berada di jalan yang salah
yang sampai kapan pun tidak akan pernah menghantarkan
kita ke tempat tujuan (masalah mendasar/paradigma). Di samping salah jalan, mobil itu mengalami
kerusakan dan gangguan teknis di sana-sini : bannya kempes, mesinnya bobrok,
AC-nya mati, lampu mati, dan jendelanya rusak (masalah cabang/praktis).
Pendidikan Ilmu Sosial mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia
untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Derap
langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman.
Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak
pernah terpikirkan sebelumnya.
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan sering kali berubah-ubah. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan sering kali berubah-ubah. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Kemajaun teknologi dan perubahan yang
terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri.
Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang
bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah
adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun
informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara
lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya
manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya
dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing
dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Setelah kita amati, nampak jelas
bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah
rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan
formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu
pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai
keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di
Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi
pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada
umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Permasalahan-permasalahan yang
tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “Problematika
Pendidikan Sosial Yang Dihadapi Di Lembaga Pendidikan Primagama Madiun”
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud problematika pendidikan IPS?
2.
Bagaimana
ciri-ciri pendidikan di Primagama Madiun?
3. Apa saja masalah pokok pendidikan IPS di Primagama Madiun?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
pendidikan IPS di Primagama Madiun ?
5. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasinya?
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui problematika pendidikan IPS.
2.
Untuk
mengetahui ciri-ciri pendidikan di Primagama Madiun?
3. Untuk mengetahui macam-macam masalah pokok pendidikan IPS di Primagama Madiun.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
berkembangnya masalah pendidikan IPS di Primagama Madiun.
5. Untuk mengetahui solusi dari masalah-masalah
pendidikan IPS di Primagama Madiun.
Manfaat Penulisan
1.
Bagi Lembaga Pendidikan Primagama (baik Frenchesor maupun
Frenchese)
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih
dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
2.
Bagi Instruktur
Bisa dijadikan sebagai acuan dalam
mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang
akan datang.
3.
Bagi Siswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian
belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan
kualitas pendidikan pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemetakan
masalah pendidikan maka perlu diperhatikan realitas pendidikan itu sendiri
yaitu pendidikan sebagai sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu
sistem yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah
kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan
dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama
lain. Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan
ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan, begitupun sebaliknya. Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem
yang kompleks menunjukan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai
perangkat yang saling mempengaruhi secara internal, sehingga dalam rangkaian
input-proses-output pendidikan, berbagai perangkat yang mempengaruhinya
tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai
stakeholder yang terkait.
Permasalahan
Pendidikan IPS Di Indonesia.
Ilmu Pengetahuan Sosial atau socialstudies merupakan pengetahuan
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat. Di Indonesia
pelajaran ilmu pengetauan sosial disesuaikan dengan berbagai prespektif
sosial yang berkembang di masyarakat. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat
dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau
siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain,
baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau.
Soemantri (Sapriya:2008:9) menyatakan IPS adalah penyederhanaan
atau disiplin ilmu ilmu sosial humaniora serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk
tujuan pendidikan.
Mulyono Tj. (1980:8) berpendapat bahwa IPS adalah suatu pendekatan interdisipliner
(inter-disciplinary approach) dari pelajaran ilmu-ilmu soial, seperti
sosiologi antropologi budaya, psikologi sosial,sejarah, geografi, ekonomi,
politik, dan sebagainya.
Saidiharjo (1996:4) menyatakan bahwa IPS merupakan kombinasi atau
hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti:geografi,
ekonomi, sejarah,sosiologi,politik
Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu
pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah,
geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk
tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah
dipelajari.
Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau
paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian
kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang
terdiri atas berbagai subjek sejarah,ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi,
dan psikologi sosial.
Pendidikan IPS memiliki peranan besar dalam membangun suatu negara.
Pendidikan IPS yang berkualitas tentu akan menghasilkan generasi penerus yang
berbobot untuk pengembangan negara. Dan setiap individu wajib terlibat dalam
pendidikan, khususya pembelajaran IPS yang dituntut berperan serta secara
maksimal guna meningkatkan mutu pendidikan.
Perbaikan mutu pendidikan tentu saja akan terus berlangsung demi sebuah
pencapaian yang diinginkan. Dan untuk menunjang perbaikan tersebut, pendidikan
menuntut hadirnya seorang guru yang memiliki kriteria tinggi demi menaikkan
kualitas peserta didik. Guru berperan penting selama proses pendidikan. Guru
harus bisa membangun sebuah kolaborasi dengan siswa agar terjadi interaksi yang
pada akhirnya akan menimbulkan suasana belajar yang kondusif.
Namun nyatanya, salah satu permasalahan mengapa pendidikan IPS begitu sulit
untuk diintegrasikan, salah satunya terletak dari peran guru itu sendiri. Dalam
penyajian materi, guru lebih banyak berceramah panjang lebar sehingga
pendidikan IPS dianggap kurang menarik oleh siswa. Adanya pengkotak-kotakan
terhadap jenis mata pelajaran seperti geografi, sejarah, sosiologi, ekonomi
membuat siswa terasa terbebani dengan seluruh mata pelajaran yang
dipisah-pisahkan tersebut. Dan dengan sistem kurikulum yang terus berubah
sehingga berdampak pada bobot dari pendidikan IPS itu sendiri. Belum lagi jika
guru tidak memahami dengan jelas isi dari materi yang akan disampaikan. Karena
Salah satu komponen pendukung bagi keberhasilan peningkatan mutu pendidikan IPS
adalah Kompetensi Pedagogik dan profesionalisme guru merupakan kompetensi yang
mutlak perlu dikuasai guru. Kompetensi pedagogik pada dasarnya adalah kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik.
Berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah
kehidupan telah membentuk paradigma pemerintah terhadap penyelenggaraan
pendidikan sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yang harus disertai
dengan adanya sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya) oleh rakyat kepada negara.
Pendidikan dijadikan sebagai jasa komoditas, yang dapat diakses oleh masyarakat
(para pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar saja.
Hal ini dapat dilihat dalam UU Sisdiknas No.20/2003
Pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan bahwa (1) Penyelenggara dan/atau
satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat
berbentuk badan hukum pendidikan. (2) Badan hukum pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada
peserta didik. (3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan
satuan pendidikan. Sedangkan dalam pasal 54 disebutkan pula (1) Peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat
dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Berdasarkan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa tanggung
jawab penyelenggaraan pendidikan nasional saat ini akan dialihkan dari negara
kepada masyarakat dengan mekanisme BHP (lihat RUU BHP dan PP tentang SNP
No.19/2005) yaitu adanya mekasnisme Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada
tingkat SD-SMA dan Otonomi Pendidikan pada tingkat Perguruan Tinggi. Seperti
halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam
operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ),
Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa
dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi
komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan
pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk
menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan
mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu.
Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan
berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan
status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Kenyataan yang
menunjukan bahwa penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan jasa
komoditas adalah data dari Balitbang Depdiknas 2003 yang menyebutkan bahwa
porsi biaya pendidikan yang ditanggung orang tua/siswa berkisar antara
63,35%-87,75% dari biaya pendidikan total. Sedangkan menurut riset Indonesia
Corruption Watch (ICW) pada 2006 di 10 Kabupaten/Kota se-Indonesia ternyata
orang tua/siswa pada level SD masih menanggung beban biaya pendidikan Rp 1,5
Juta, yang terdiri atas biaya langsung dan tak langsung. Selain itu, beban
biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat (selain orang
tua/ siswa) hanya berkisar antara 12,22%-36,65% dari biaya pendidikan total (Koran
Tempo, 07/03/2007). Menurut laporan dari bank dunia tahun 2004, Indonesia hanya
menyediakan 62,8% dari keperluan dana penyelenggaraan pendidikan nasionalnya
padahal pada saat yang sama pemerintah India telah dapat menanggung pembiayaan
pendidikan 89%. Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang lebih terbelakang
seperti Srilanka, persentase anggaran yang disediakan oleh pemerintah Indonesia
masih merupakan yang terendah. (www.worldbank.com).
Dalam kehidupan sosial yang
berlandasakan sekulerisme telah menyuburkan paradigma hedonisme (hura-hura),
permisivisme (serba boleh), materialistik (money oriented), dan lainnya di
dalam kehidupan masyarakat. Motif untuk menyelenggarakan dan mengenyam pendidikan
baik oleh pemerintah maupun masyarakat saat ini lebih kepada tujuan untuk
mendapatkan hasil-hasil materi ataupun keterampilan hidup belaka (yang tidak
dikaitkan dengan tujuan membentuk kepribadian (shaksiyah) yang utuh berdasarkan
pandangan syari’at islam). Hal ini dapat dilihat dalam UU Sisdiknas No.20/2003
pasal 3 yang menunjukan paradigma pendidikan nasional, dalam bab VI menjelaskan
tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang membedakan antara pendidikan
umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Selain itu
dapat pula dilihat dalam regulasi derivatnya seperti PP tentang SNP No.19/2005,
RUU Wajib Belajar dan RUU BHP.
Dalam paradigma
materialistikpun indikator keberhasilan belajar siswa setelah menempuh proses
pendidikan dari suatu jenjang pendidikan saat ini adalah dengan perlakuan yang
sama secara nasional pemerintah mengukurnya berdasarkan perolehan angka Ujian
Nasional (UN) yang dahulu disebut sebagai Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional
(EBTANAS), indikator itupun hanya pada tiga mata pelajaran saja
(Matematika/Ekonomi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris) yang ketiganya tersebut
berbasis pada aspek kognitif (pengetahuan). Pemerintah (Mendiknas) menilai
bahwa UN sangat tepat untuk dijadikan sebagai alat ukur standar pendidikan, dan
hasil UN sangat riil untuk dijadikan alat meningkatkan mutu pendidikan (Senin
12/2/07. www.indonesia.go.id). Di sisi lain, aspek pembentukan kepribadian
(shaksiyah) yang utuh dalam diri siswa, tidak pernah menjadi indikator
keberhasilan siswa dalam menempuh suatu proses pendidikan, sekalipun dalam
sekolah yang berbasis agama (lihat standar kompetensi dan kelulusan siswa dalam
PP No.19/2005).
Fenomena di
kalangan remaja (pelajar) misalkan pergaulan bebas yang di antara akibatnya menjerumuskan
para pelajar pada seks bebas, terlibat narkotika, perilaku sarkasme/kekerasan
(tawuran, perpeloncoan), dan berbagai tindakan kriminal lainnya (pencurian,
pemerkosaan, pembunuhan) yang sering kita dapatkan beritanya dalam tayangan
berita kriminal di media massa (TV dan koran khususnya), merupakan sebuah
keadaan yang menunjukan tidak relevannya sistem pendidikan yang selama ini
diselenggarakan dengan upaya membentuk manusia indonesia yang berkepribadian
dan berakhlak mulia sebagaimana dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional
sendiri (Psl.2 UU No.20/2003), karena realitas justru memperlihatkan
kontradiksinya. Siswa sebagai bagian dari masyarakat mendapatkan pendidikan di
sekolah dalam rangka mempersiapkan mereka agar dapat lebih baik ketika
menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Namun karena kehidupan di
tengah-tengah masyarakat secara umum berlangsung dengan sekuler, ditambah lagi
dengan proses pendidikan dalam satuan pendidikan dalam kerangka sekulerisme
juga, maka siklus ini akan semakin mengokohkan kehidupan sekulerisme yang makin
meluas.
Kehidupan politik yang oportunistik telah membentuk
karakter politikus machiavelis (melakukan segala cara demi mendapatkan
keuntungan) di kalangan eksekutif dan legislatif termasuk dalam perumusan
kebijakan pendidikan indonesia. Perumusan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum
Pendidikan (RUU BHP) yang sudah berlangsung sejak 2004 dinilai oleh pengamat
ekonomi Tim Indonesia Bangkit (TIB) Revrisond Bashwir sebagai agenda
kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor
lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU
BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi sektor pendidikan. Semua satuan
pendidikan (sekolah) kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib
mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri,
dari SD hingga perguruan tinggi.
Selain itu dalam
beberapa kebijakan operasional sisdiknas yang dikeluarkan pemerintah ternyata
kadangkala didukung pula oleh dana yang jumlahnya tidak sedikit, meskipun dalam
implementasinya banyak masyarakat yang menilai sering terjadi salah sasaran
bahkan penyimpangan. Sebagai contoh kebijakan Mendiknas, Bambang Sudibyo yang
tetap melaksanakan UN pada tahun ajaran 2005/2006 ternyata berkaitan dengan
dana yang tersedia untuk program tersebut sangat besar, padahal berbagai
aliansi masyarakat telah mengajukan penolakan. Diantaranya, Koalisi Pendidikan
yang terdiri dari Lembaga Advokasi Pendidikan (LAP), National Education Watch
(NEW), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), The Center for the Betterment
Indonesia (CBE), Kelompok Kajian Studi Kultural (KKSK), Federasi Guru
Independen Indonesia (FGII), Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI), Forum Aksi
Guru Bandung (FAGI-Bandung), For-Kom Guru Kota Tanggerang (FKGKT), Lembaga
Bantuan Hukum (LBH-Jakarta), Jakarta Teachers and Education Club (JTEC), dan
Indonesia Corruption Watch (ICW), berdasarkan kajian terhadap UU No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Kepmendiknas No. 153/U/2003 tentang
Ujian Akhir Nasional, Koalisi Pendidikan menemukan beberapa kesenjangan (www.tokohindonesia.com).
Demikianlah
uraian problematika pendidikan IPS yang ditinjau dari eksistensinya sebagai suatu
sub-sistem (sistem cabang) ternyata erat kaitannya dengan pengaruh dari
sub-sistem yang lain (ekonomi, politik, sosial-budaya, ideologi, dsb). Sistem
pendidikan nasional juga merupakan bagian dari penyelenggaraan sistem kehidupan
di Indonesia saat ini.
Ciri-ciri Pendidikan di Primagama
Cara melaksanakan pendidikan di
Primagama sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab
pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di
bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia. Aspek keTuhanan sudah
dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan mata pelajaran di melalui
tema-tema pembelajaran
Pengembangan pikiran sebagian besar
dilakukan melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para
siswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah,
menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
Sudah 34 tahun lebih Lembaga
Pendidikan Primagama menjadi Bimbingan Belajar (Bimbel) pelajar Indonesia.
Selama itu pula Primagama telah berhasil mencetak generasi muda yang
breprestasi dan sukses masuk ke perguruan tinggi favorit.
Usia yang makin matang, membuat
bimbel Primagama memiliki banyak pengalaman didunia pendidikan karena telah
merasakan berbagai model kurikulum pendidikan di Indonesia dan tipe-tipe
peserta didik bimbel. Mulai dari era 80-an, 90-an, 2000-an hingga era digital
saat ini yang maju pesat, Primagama pun turut hadir dengan sistem pengajaran
yang modern dan berorientasi pada prestasi.
Tak mudah menjadi Smart Generation,
dibutuhkan usaha dan ketekunan dalam belajar. Ketika seorang siswa mengalami
kesulitan belajar atau menerima materi di sekolah, maka Lembaga Bimbingan
Belajar (Bimbel) seperti Primagama dapat menjadi salah satu solusi nyata.
Hal ini dikarenakan bimbel hadir untuk membantu siswa agar mencapai perkembangan
secara optimal sesuai bakat, kemampuan dan nilai-nilai yang
dimiliki. Sebuah bimbel dapat dikatakan sukses tentunya jika berhasil
membantu para peserta didiknya berprestasi dan melanjutkan ke sekolah favorit
yang dicita-citakan.
Lembaga Pendidikan Primagama telah
membuktikan diri sebagai lembaga pendidikan yang sukses melahirkan Smart
Generation. Dengan sistem pengajaran Primagama SIAP (SISTEM, INSTRUKTUR,
AKADEMIK, dan PELAYANAN), Primagama menjadi tempat belajar favorit dengan
proses belajar yang mempermudah para siswa dalam memahami materi-materi
pelajaran.
Berikut beberapa alasan bagi pelajar untuk memilih
bimbel Primagama.
1.
Sistem
Primagama mempunyai sistem pelayanan
pendidikan termodern dan terunggul. Seperti pengujian kemajuan siswa yang
dilaksanakan dalam bentuk PBT (Paper
Based Test) juga dalam format CBT (Computer Based Test).
Primagama juga memiliki SmartConsys dan Smart Book. SmartConsys merupakan sistem computerize yang disusun
dari beberapa elemen sistem konsultasi siswa terpadu yang tersedia dalam paket
Layanan Siswa Primagama. Sementara Smart
Book disusun sesuai dengan kurikulum pemerintah dengan sajian dan
latihan soal-soal yang mudah dipahami oleh para siswa.
2.
Instruktur
Primagama mempunyai Instruktur Smart
yang handal, menguasai materi pelajaran dan mampu menyampaikan materi dengan
gaya yang menyenangkan dan mudah diterima para peserta didiknya.
3.
Akademik
Dengan pengalaman dan bukti prestasi,
Primagama mempunyai Program akademik yang berkualitas. Mulai dari sekolah
dasar, sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas. Tak ketinggalan
program sukses ujian masuk perguruan tinggi.
4.
Pelayanan
Primagama adalah bimbingan belajar
yang selalu memberikan pelayanan prima agar para siswa dan siswi Primagama
mencapai hasil yang optimal, termasuk dalam hal mewujudkan impiannya menuju
perguruan tinggi favorit.
5.
Smart
Solution
Primagama menerapkan metode belajar
yang memudahkan siswa dalam memahami pelajaran dan mempercepat penyelesaian
soal-soal. Yang paling populer adalah Magasing dan Fisitaru. Magasing untuk
belajar matematika dengan gampang, asyik, dan menyenangkan. Sementara Fisitaru
untuk belajar menyelesaikan soal-soal fisika tanpa menggunakan rumus-rumus yang
rumit.
Tak hanya fokus pada metode belajar
dan penyelesaian soal-soal, Bimbingan Belajar Primagama juga memberikan
konsultasi intensif kepada para pelajar untuk memilih perguruan tinggi. Primagama
termasuk Lembaga Pendidikan yang konsen terhadap gaya belajar para pelajar.
Kita ketahui bersama bahwa setiap pelajar memiliki cara belajar masing-masing
dan cenderung berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, seorang
pengajar harus pandai-pandai dalam menyampaikan setiap materi pelajaran supaya
mampu diserap anak didiknya.
Di Primagama, setiap pengajar
dituntut untuk bisa mengadaptasi gaya belajar dari setiap pelajar agar menjadi
metode yang netral dan dapat diserap oleh setiap pelajar. Hal ini menjadi
penting, mengingat dalam setiap kelas terdiri dari sekumpulan pelajar
(individu) yang berbeda-beda.
1. Pelajar Visual
Sangat erat kaitannya dengan gambaran
visual seperti informasi tertulis, catatan, diagram, dan gambar. Pelajar jenis
ini cenderung memilih duduk di depan kelas untuk menghindari gangguan visual,
untuk bisa memandang pengajar dengan jelas ketika pelajar berbicara sehingga
bisa melihat bahasa tubuh dan ekspresi wajah.
Pelajar visual seringkali memilih
untuk membuat catatan detil untuk menyerap informasi. Mereka paling baik belajar
dengan menulis poin-poin penting, dan membuat gambaran tentang apa yang sedang
mereka pelajari. Mereka mengikuti instruksi tertulis lebih baik daripada
instruksi lisan.
2.
Pelajar
Auditer
Sangat erat kaitannya dengan kuliah
verbal, diskusi, dan dengan mendengarkan apa yang dikatakan orang lain.
Informasi tertulis mungkin hanya sedikit membantu sampai informasi itu
diungkapkan dengan kata-kata atau dibaca dengan keras.
Pelajar auditer senang berpartisipasi
dalam diskusi dan debat kelas, demikian juga mendiskusikan masalah secara
verbal. Mereka lebih suka mendengarkan kuliah daripada membaca buku pelajaran.
Mereka pandai menyusun pidato dan presentasi.
3.
Pelajar
Kinestetik/ Taktil
Belajar dengan cara menggerakkan,
melakukan, dan meraba. Pelajar kinestetik paling baik belajar melalui
pendekatan dengan sentuhan. Mereka mungkin dianggap hiperaktif, berulang kali
istirahat, dan mungkin bingung dengan kebutuhan mereka akan aktivitas dan
eksplorasi.
Dalam pembelajaran, mereka membaca
materi sepintas lalu untuk mengetahui isi pokok materi sebelum duduk untuk
membacanya secara seksama. Mereka senang melakukan pekerjaan dengan tangan
mereka.
Lalu, apa yang membuat Lembaga
Pendidikan Primagama bisa beradaptasi dengan gaya belajar para pelajar.
Singkatnya karena Primagama memiliki metode belajar yang dikenal Smart Solution, sebuah
metode belajar yang memudahkan pelajar dalam memahami pelajaran dan mempercepat
penyelesaian soal-soal. Adapun arti kata "SMART" dari Primagama
adalah:
SIMPLE : Membuat belajar & penyelesaian soal-soal
yang dirasa sulit menjadi mudah diselesaikan.
MIND : Menyelesaikan soal-soal dengan menggunakan rumus-rumus yang mudah diingat.
APPLICABLE : Dapat & dengan mudah rumus-rumus tersebut diterapkan untuk penyelesaian soal.
MIND : Menyelesaikan soal-soal dengan menggunakan rumus-rumus yang mudah diingat.
APPLICABLE : Dapat & dengan mudah rumus-rumus tersebut diterapkan untuk penyelesaian soal.
RATIONAL : Penyelesaian soal-soal dengan masuk akal dan
tetap sesuai dengan konsep dasar.
TRICK : Cara penyelesaian yang cepat dan mudah sekaligus
cerdas.
Permasalahan Pendidikan IPS di
Primagama Madiun
Instruktur nama lain sebutan untuk
pendidik di Primagama tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka
sampaikan kepada siswanya. Memang, instruktur saat ini kurang kompeten. Banyak
orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan
dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi
instruktur. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman
yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji
instruktur. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan
di Primagama akan hancur.
Sarana pembelajaran juga turut
menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Primagama, terutama bagi
cabang-cabang Primagama di daerah luar pulau Jawa. Namun, bagi cabang di daerah
tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat
hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar
secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan
sekolah.
Siswa di sekolah sebagai makhluk
sosial dan indidu pasti memiliki masalah, dengan taraf masalah antara siswa
satu dengan yang lain pastilah berbeda. Tohirin (2007: 111) mengungkapkan bahwa
siswa di sekolah akan mengalami
masalah-masalah yang berkenaan dengan:
1. Perkembangan
Individu
2. Perbedaan
Individu
3. Kebutuhan Individu
4. Penyesuaian
diri dan kelaian tingkah laku
5. Masalah
belajar
M.
Hamdan Bakran Adz-Dzaky (2004) mengklasifikasikan masalah individu termasuk
siswa sebagai berikut:
1. Masalah atau kasus yang berhubungan
problematika individu dengan Tuhannya.
2. Masalah individu dengan dirinya
sendiri
3. Individu dengan lingkungan keluarga
4. Individu dengan lingkungan kerja
5. Individu dengan lingkungan sosialnya
Beberapa
contoh masalah-masalah Pendidikan
di Primagama
diantaranya :
1.
Prestasi belajar rendah atau di
bawah rata-rata atau merosotGambaran lebih rinci:
a.
Nilai rapor menurun atau rendah
b. Mendapat
peringkat di bawah rata-rata untuk beberapa mata pelajaran
Kemungkinan disebabkan:
a.
Tingkat kecerdasan di bawah rata-rata
b. Malas
belajar
c.
Kekurangan minat, perhatian, atau sarana belajar
d. Suasana
sosio-emosional sekolah kurang memungkinkan siswa untuk belajar dengan baik.
Kemungkinan berakibat:
a.
Minat belajar semakin berkurang
b. Tidak
naik kelas
c.
Dikeluarkan dari sekolah
d. Frustasi
yang mendalam
e.
Tidak mampu melanjutkan pelajaran
f.
Kesulitan mencari kerja
2.
Kurang berminat pada bidang studi
tertentu
Gambaran lebih rinci:
a. Tidak
dapat memusatkan perhatian belajar (mata pelajaran tertentu)
b. Berusaha
tidak mengikuti mata pelajaran yang bersangkutan dengan bidang studi tersebut;
c. Tidak
mengerjakan tugas-tugas dalam mata pelajaran tersebut.
Kemungkinan disebabkan:
a.
Tidak memiliki bakat dalam bidang tersebut
b. Lingkungan
tidak menyokong untuk pengembangan bidang tersebut
c.
Proses belajar mengajar untuk bidang tersebut tidak
menyenangkan
d. Dengan
guru kurang menyenangkan
Kemungkinan dapat berakibat:
a.
Pindah jurusan
b. Terjadi
ketidaksesuaian antara keinginan orang tua dan pilihan siswa
c.
Kegiatan belajar untuk bidang-bidang studi lain menjadi
terganggu
3. Bentrok
dengan guru
Gambaran lebih rinci:
a.
Tidak mengikuti pelajaran dengan guru yang bersangkutan
b. Tidak
mau bertemu dengan guru tersebut
c.
Jika bertemu tidak mau menegur guru tersebut
Kemungkinan disebabkan oleh:
a. Tidak
menyukai bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut
b. Siswa
berbuat kesalahan dan ketika ditegur oleh guru tersebut siswa tidak mau
menerima teguran itu
Kemungkinan dapat mengakibatkan :
a.
Memperoleh nilai “mati” dari guru yang bersangkutan
b. Hubungan
dan kegiatan belajar dengan guru-guru lain menjadi terganggu
c.
Tidak naik kelas
4. Melanggar
tata tertib
Gambaran lebih rinci:
a.
Sejumlah tata tertib sekolah tidak dipatuhi
b. Pelanggaran
tersebut kelihatannya bukan tanpa disengaja
c.
Pelanggaran tersebut dilakukan berkali-kali
Kemungkinan disebabkan oleh:
a. Tidak begitu memahami kegunaan
masing-masing aturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah, aturan tersebut
tidak didiskusikan dengan siswa sehingga siswa hanya terpaksa mengikutinya
b. Siswa
yang bersangkutan terbiasa hidup terlalu bebas, baik di rumah maupun di
masyarakat
Kemungkinan dapat berakibat:
a.
Tingkah laku siswa makin tidak terkendali
b. Terjadi
kerenggangan hubungan antara guru dan murid
c.
Suasana sekolah dirasakan kurang menyenangkan bagi siswa
5. Membolos
Gambaran lebih rinci:
a.
Berhari-hari tidak masuk sekolah
b. Tidak
masuk sekolah tanpa izin
c.
Sering keluar pada jam pelajaran tertentu
d. Tidak
masuk kembali setelah minta izin
Kemungkinan disebabkan oleh:
a.
Tak senang dengan sikap dan perilaku guru
b. Merasa
dibeda-bedakan oleh guru
c.
Proses belajar-mengajar membosankan
d. Merasa
gagal dalam belajar
e.
Kurang berminat terhadap mata pelajaran
Kemungkinan dapat berakibat:
a.
Minat terhadap pelajaran akan semakin kurang
b. Gagal
dalam ujian
c.
Hasil belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi
yang dimiliki
6. Terlambat
masuk
Gambaran lebih rinci:
a.
Memakai waktu istirahat melebihi waktu yang ditentukan
b. Sengaja
melambat-lambatkan diri masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah mulai
Kemungkinan sebab:
a.
Jarak antara sekolah dan rumah jauh
b. Kesulitan
kendaraan
c.
Terlalu banyak kegiatan di rumah, membantu orang tua
d. Terlambat
bangun
e.
Tidak menyiapkan pekerjaan rumah (PR)
f.
Kurang mempunyai persiapan untuk kegiatan di kelas
g. Terlalu
asyik dengan kegiatan di luar sekolah
Kemungkinan akibat:
a.
Nilai rendah
b. Tidak
naik kelas
c.
Hubungan dengan guru terganggu
d. Hubungan
dengan kawan sekelas terganggu
e.
Kegiatan di luar sekolah tidak terkendali
7. Pendiam
Gambaran lebih rinci:
a.
Kurang mau berbicara atau bertegur sapa;
b. Kurang
akrab terhadap teman atau guru;
Kemungkinan sebab:
a.
Berwatak introvert
b. Kurang
sehat
c.
Mengalami gangguan dengan organ bicara
d. Malu
atau takut kepada orang lain
e.
Merasa tidak perlu atau tidak ada gunanya berbicara
Kemungkinan
akibat:
a.
Tidak disukai kawan dan pergaulan terganggu;
b. Kurang
mampu mengembangkan penalaran melalui komunikasi lisan.
8. Kesulitan
alat pelajaran
Gambaran yang lebih rinci:
a.
Tidak memiliki buku-buku untuk berbagai mata pelajaran;
b. Tidak
cukup memiliki buku dan alat-alat tulis;
c.
Tidak mampu membeli alat-alat pelajaran, seperti alat-alat
untuk praktek berbagai mata pelajaran.
Kemungkinan sebab:
a.
Orang tua tidak mampu
b. Pemboros
c. Tidak
mengetahui tersedianya dan cara memanfaatkan sumber belajar yang ada (misalnya
perpustakaan);
Kemungkinan akibat:
a.
Tertinggal dalam pelajaran;
b. Tugas-tugas
tidak selesai;
c.
Nilai rendah;
d. Semangat
belajar menurun.
9. Bertengkar
atau berkelahi
Gambaran yang lebih rinci:
a.
Sering salah paham dengan kawan;
b. Sombong;
c.
Memperolokkan, mengejek dan menantang orang lain;
Kemungkinan sebab:
a.
Pengendalian diri kurang
b. Merasa
jagoan
c.
Hiperaktif
Kemungkinan akibat:
a.
Tidak disukai kawan dan guru
b. Luka
c.
Melalaikan pelajaran
d. Nilai
rendah
10. Sukar
menyesuaikan diri
Gambaran yang lebih rinci:
a.
Sering terjadi salah paham dengan kawan
b. Sombong
atau tinggi hati
Kemungkinan sebab:
a.
Mau menang sendiri
b. Memiliki
standar yang berbeda dengan standar yang ada;
Kemungkinan akibat:
a. Sosialitas
kurang berkembang sehingga kurang mendapat keuntungan dari pergaulannya dengan
orang lain;
b. Tidak dapat mengambil manfaat dari
lingkungan demi pengembangan dirinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya
Permasalahan Pendidikan di Primagama
1. Sistem
Primagama mempunyai sistem
pelayanan pendidikan termodern dan terunggul. Seperti pengujian kemajuan siswa
yang dilaksanakan dalam bentuk PBT (Paper
Based Test) juga dalam format CBT (Computer Based Test).Primagama juga memiliki
SmartConsys dan Smart Book. SmartConsys merupakan
sistem computerize
yang disusun dari beberapa elemen sistem konsultasi siswa terpadu yang tersedia
dalam paket Layanan Siswa Primagama. Sementara Smart Book disusun sesuai dengan kurikulum
pemerintah dengan sajian dan latihan soal-soal yang mudah dipahami oleh para
siswa.
2. Instruktur
Primagama mempunyai
Instruktur Smart yang handal, menguasai materi pelajaran dan mampu menyampaikan
materi dengan gaya yang menyenangkan dan mudah diterima para peserta didiknya.
3. Akademik
Dengan pengalaman dan bukti
prestasi, Primagama mempunyai Program akademik yang berkualitas. Mulai dari
sekolah dasar, sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas. Tak
ketinggalan program sukses ujian masuk perguruan tinggi.
4. Pelayanan
Primagama adalah bimbingan
belajar yang selalu memberikan pelayanan prima agar para siswa dan siswi
Primagama mencapai hasil yang optimal, termasuk dalam hal mewujudkan impiannya
menuju perguruan tinggi favorit.
5.
Smart
Solution
Primagama menerapkan metode
belajar yang memudahkan siswa dalam memahami pelajaran dan mempercepat
penyelesaian soal-soal. Yang paling populer adalah Magasing dan Fisitaru.
Magasing untuk belajar matematika dengan gampang, asyik, dan menyenangkan.
Sementara Fisitaru untuk belajar menyelesaikan soal-soal fisika tanpa
menggunakan rumus-rumus yang rumit.
6. Smart Consys
Tak hanya fokus pada metode
belajar dan penyelesaian soal-soal, Bimbingan Belajar Primagama juga memberikan
konsultasi intensif kepada para pelajar untuk memilih perguruan tinggi.
Saat ini lulusan SMA/SMK
dihadapkan pada beberapa pilihan, diantara nya yang paling menjanjikan adalah
melanjutkan studi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hal tersebut tidak terlepas
dari kualitas sumber daya manusia, pengajar, lulusan, serta jaringan lulusan
PTN yang sangat luas dan tersebar di berbagai macam instansi pemerintah, swasta
dan badan lainnya. Kondisi tersebut membuat masyarakat sangat tertarik untuk
menjatuhkan pilihan kepada PTN. Namun tantangan SNMPTN dan SBMPTN sangat nyata,
sejumlah 1.363.051 siswa harus bertarung memperebutkan 306.693 bangku di PTN.
Maka dari itu perlu strategi jitu untuk bisa menembus PTN impian.
Bertarung hanya menggunakan
logika dan perhitungan sederhana bukan merupakan pilihan yang tepat. Masyarakat
harus mempunyai metode yang jelas, jitu dan tepat sasaran. Bimbingan Belajar
Primagama memberikan layanan yang bisa digunakan untuk memprediksi dan
memberikan simulasi masuk Perguruan Tinggi Negeri tersebut melalui SMART CONSYS
Primagama. Algoritma atau langkah-langkah yang dipakai sama dengan pemroses
data yang asli. Tujuan penggunaan SMART CONSYS Primagama adalah supaya siswa
siswi yang berminat ke PTN bisa men-simulasikan data primernya untuk diolah.
Jika pada hasilnya terdapat ketidaksesuaian antara keinginan dan modal dasar
yang dimiliki siswa tersebut, maka akan bisa segera dicari solusinya. Bimbingan
Belajar Primagama sudah berpengalaman dalam hal tersebut, mengantar anak didik
bimbel nya masuk ke PTN favorit dan impian mereka.
SMART CONSYS Primagama memuat
informasi mengenai data sekolah, rekam jejak sekolah, data alumni, indeks
kewilayahan, data per program studi di PTN, dan semua aspek yang berhubungan
dengan data primer dan sekunder yang diolah oleh pemroses utama SNMPTN dan
SBMPTN. Sehingga data primer siswa bisa diolah secara simulatif sesuai situasi
nyata yang dihadapi dalam masuk ke PTN.
Untuk mendapatkan konsultasi
SMART CONSYS Primagama tersebut, siswa-siswi bisa mendaftarkan langsung untuk
bimbingan belajar di Primagama terdekat. Layanan ini akan sangat membantu
mereka dalam menggapai mimpi nya masuk ke PTN. Hal ini dibuktikan dengan
lulusan bimbel Primagama yang masuk ke PTN meningkat 24% dari tahun sebelumnya.
Solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah
Pendidikan di Primagama
Dapat dilakukan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
1.
Pendekatan Krisis
Pendekatan krisis adalah upaya
bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami krisis atau masalah.
Bimbingan bertujuan untuk mengatasi krisis atau masalah-masalah yang dialami individu.
2.
Pendekatan Remedial
Pendekatan remedial adalah upaya
bimbinngan yang diarahkan kepada individu yang mengalami kesulitan. Tujuan
bimbingan adalah untuk memperbaiki kesulitan-kesulitan yang dialami individu.
3.
Pendekatan Preventif
Pendekatan preventif adalah upaya
bimbingan yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah-masalah umum individu dan mencoba
jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu.
4.
Pendekatan Perkembangan
Teknik yang digunakan dalam bimbingan
dan konseling perkembangan adalah pembelajaran, pertukaran informasi, bermain
peran, tutorial, dan konseling.
Strategi Pelaksanaan Layanan
Bimbingan dan Konseling
Istilah
strategi berasal dari kata benda strategos,
merupakan gabungan kata stratos
(militer) dengan ago (memimpin).
Sebagai kata kerja, stratego berarti
merencanakan (to plan). Pada awalnya,
strategi berarti kegiatan memimpin militer dalam menjalankan tugas-tugasnya di
lapangan. Menurut Nurihsan (2007) mengemukakan bahwa strategi adalah suatu pola
yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan.
Strategi konseling dapat berupa konseling individual, konsultasi, konseling
kelompok, bimbingan kelompok, dan pengajaran remedial, bimbingan klasikal, dan strategi
terintegrasi.
1.
Konseling Individu
Konseling
individual adalah proses belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam
wawancara antara guru BK dan siswa. Konseling bertujuan membantu siswa untuk
mengadakan interpretsai fakta-fakta, mendalami arti nilai hidup pribadi baik
sekarang maupun mendatang.
Menurut
Nurihsan (2007: 11) teknik yang digunakan dalam konseling individual yaitu: a)
Menghampiri siswa; b) empati; c) refleksi; d) eksplorasi; e) menangkap pesan
utama; f) bertanya untuk membuka percakapan; g) bertanya tertutup; h) dorongan
minimal; i) interpretasi; j) mengarahkan; k) menyimpulkan sementara; l)
memimpin; m) memfokus; n) konfrontasi; o) menjernihkan; p) memudahkan; q) diam;
r) mengambil inisiatif; s) memberi nasihat; t) memberi informasi; u)
merencanakan; dan v) menyimpulkan.
Secara
umum Nurihsan (2007) membagi proses konseling individual ke dalam tiga tahapan
yaitu: a) tahap awal konseling, b) tahap pertengahan konseling, dan c) tahap
akhir konseling.
2.
Konsultasi
Konsultasi
merupakan salah satu strategi bimbingan yang penting sebab banyak masalah
karena sesuatu hal akan lebih berhasil jika ditangani secara tidak langsung
oleh konsutan. Konsultasi
dalam pengertian umum dipandang sebagai nasihat dari seseorang yang
professional. Pengertian konsultasi dalam program bimbingan dipandang sebagai
suatu proses menyediakan bantuan teknis untuk guru, orang tua, administrator,
dan guru BK lainnya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang
membatasi efektivitas siswa atau sekolah.
3.
Bimbingan Kelompok
Strategi
lain dalam layanan bimbingan dan konseling adalah bimbingan kelompok. Bimbingan
kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada
diri siswa.
4.
Konseling Kelompok
Konseling
kelompok adalah suatu upaya bantuan kepada siswa dalam suasana kelompok yang
bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan
dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok merupakan
upaya bantuan kepada siswa dalam rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan
dan pertumbuhannya. Selain bersifat pencegahan, konseling kelompok dapat pula
bersifat penyembuhan.
5.
Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial dapat
didefinisikan sebagai upaya guru untuk menciptakan suatu situasi yang
memungkinkan individu atau kelompok siswa tertentu lebih mampu mengembangkan
dirinya seoptimal mungkin sehingga dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal
yang diharapkan.
Strategi
dan teknik pengajaran remedial dapat dilakukan secara preventif, kuratif, dan
pengembangan. Tindakan pengajaran remedial dikatakan bersifat kuratif jika
dilakukan setelah program PBM utama selesai diselenggarakan. Pendekatan
preventif ditujukan kepada siswa tertentu yang diperkirakan akan mengalami
hambatan terhadap pelajaran yang akan ditempuhnya.
6.
Bimbingan Klasikal
Menurut
Sudrajat, bimbingan klasikal termasuk ke dalam strategi untuk layanan dasar
bimbingan. Layanan dasar diperuntukkan bagi semua siswa. Hal ini berarti bahwa
dalam peluncuran program yang telah dirancang, menuntut guru BK untuk melakukan
kontak langsung dengan para siswa di kelas. Secara terjadwal, guru BK
memberikan layanan bimbingan kepada para siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar