SATYA LANCANA
KEBAKTIAN SOSIAL
(STUDI TENTANG PERSEPSI PENDONOR DARAH SUKARELA 100 KALI ASAL KOTA MADIUN PENERIMA TANDA
KEHORMATAN SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL PRESIDEN RI)
OLEH :
SUGIONO RUSLAN
NIM : 16612010
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Transfusi darah secara umum dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat, pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien yang hendak menjalankan tindakan operasi bedah dan pasien yang mengalami penyakit liver ataupun
penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh
pasien
tidak dapat memproduksi darah
atau komponen darah sebagaimana mestinya. Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan
untuk menangani kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung pada
anemia berat (WHO, 2007). Ketersediaan darah yang belum mencukupi, seorang penderita dapat
mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah
yang diberikan kepada pasien yang membutuhkannya sangat diperlukan untuk
menyelamatkan jiwa. Angka kematian akibat dari tidak tersedianya
cadangan tranfusi
darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal
tersebut dikarenakan
ketidakseimbangan perbandingan ketersediaan darah
dengan
kebutuhan rasional.
Di negara berkembang seperti
Indonesia, persentase donasi darah lebih minim
dibandingkan
dengan negara maju padahal tingkat kebutuhan darah
setiap negara
secara relatif adalah sama. Indonesia memiliki
tingkat penyumbang enam hingga sepuluh
orang per 1.000 penduduk.
Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan
dengan sejumlah negara maju di Asia, misalnya di Singapura tercatat sebanyak 24 orang
yang melakukan donor darah
per 1.000 penduduk, berikut juga di Jepang tercatat sebanyak 68 orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk (Daradjatun,2008).
Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah
guna memenuhi kebutuhan 4,5 juta kantong darah
per
tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada
tahun 2008 darah yang terkumpul sejumlah 1.283.582 kantong. Hal tersebut menggambarkan bahwa kebutuhan akan darah di Indonesia yang tinggi tetapi darah
yang terkumpul
dari
donor darah
masih rendah dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjadi pendonor darah sukarela masih rendah. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa kendala misalnya karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang masalah transfusi darah, persepsi akan bahaya bila seseorang memberikan darah secara rutin. Selain itu, kegiatan donor darah juga terhambat oleh keterbatasan jumlah UTD PMI di berbagai daerah, PMI hanya mempunyai 188 unit tranfusi darah (UTD). Mengingat jumlah
kota/kabupaten di Indonesia mencapai sekitar 440.
Dengan
semboyan 4 x 4, empat juta kantong darah, empat hari persediaan darah di
seluruh Indonesia, yang telah dicanangkan pada tahun 2011 dapat dicapai dengan
dukungan dari masyarakat luas dan pemerintah. Mendonorkan
darah bukan sekedar tindakan tanggap darurat atau aktivitas social,
tetapi juga wujud kebiasaan hidup sehat. Banyak manfaat bagi kesehatan pribadi
dibalik aksi donor darah., saat ini kita mengeluarkan darah,m tubuh akan
langsung memproduksi darah baru yang lebih bersih dan stabil kadar zat besinya.
Manfaat lain adalah
mengurangi gangguan penyakit jantung dan mengurangi beban ginjal. Pendonor
rutin juga secara tidak langsung sudah memeriksakan kesehatannya secara teratur
karena kondisi kesehatan dan darah pendonor akan ikut diperiksa oleh petugas.
Ketersediaan darah sejatinya sangat dibutuhkan dalam penanganan medis yang
membutuhkan donasi darah. Namun sayangnya kesadaran donor darah di kalangan
masyarakat masih rendah.
Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mendonorkan darah mereka melalui
berbagai penghargaan, salah satunya memberikan penghargaan kepada pendonor
darah yang ke seratus kali berupa satya lencana kebaktian sosial. Pada tahun
2015 sebanyak 893 orang
pendonor darah sukarela dari 26 provinsi di Indonesia berkumpul di Bogor Jawa
Barat, karena menerima penghargaan Satyalencana Kebaktian Sosial akan
diserahkan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor Jawa Barat, Jumat (18/12). Para pahlawan kemanusiaan itu
diundang Kementerian Sekretaris Negara ke Istana Bogor karena dinilai sangat
berjasa di bidang kemanusiaan telah mendonorkan darahnya secara sukarela di
atas 100 kali, menerima
penghargaan ini merupakan apresiasi negara terhadap warganya yang memiliki
kepedulian terhadap sesama karena tidak semua orang mau bertindak serupa. Penghargaan ini dimaksudkan menggugah
yang lain untuk mau menjadi pendonor aktif. Saat ini, Indonesia masih sangat
kekurangan pedonor darah aktif sementara kebutuhan semakin meningkat seiring
pertambahan jumlah penduduk. Meski demikian, jika dibandingkan satu dekade sebelumnya, kesadaran
masyarakat untuk mendonorkan darah semakin meningkat seiring dengan
bermunculnya beragam komunitas di situs jejaring sosial.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan, dengan jumlah populasi yang ada di Indonesia, negara ini
membutuhkan donor darah yang berlipat ganda dibandingkan dengan negara lainnya.
Setidaknya, lanjut JK, Indonesia membutuhkan lima juta kantong darah setiap
tahun untuk disumbangkan kepada sesama. Jumlah itu memang cukup besar. Terlebih, kata JK, jumlah itu
akan terus berkembang setiap tahunnya. Oleh karena itu, JK pun mengharapkan
kegiatan donor darah dapat terus berkembang dari tahun ke tahunnya. Selain
memberikan apresiasi kepada pendonor, JK juga mengapresiasi kinerja petugas PMI
yang terus aktif menggiatkan kegiatan donor darah. Penerima penghargaan Satyalancana
Kebaktian Sosial Donor Darah Sukarela 100 kali diterima oleh enam orang dari
Sumatera Utara, 42 orang dari Sumatera Selatan, sembilan orang dari Sumatera
Barat, sembilan orang dari Riau, satu orang dari Kepulauan Riau, 171 orang dari
DKI Jakarta, 124 orang dari Jawa Barat, empat orang dari Banten, sembilan orang
dari DI Yogyakarta, 100 orang dari Jawa Tengah, 378 dari Jawa Timur, delapan orang dari
Bali, satu orang dari NTB, 36 orang dari Kaltim, dua orang dari Kalbar, satu
orang Kalteng, 10 orang dari Sulsel, dan enam orang dari Sulawesi Tengah.
Dan ini juga
telah dirasa oleh 893 pahlawan
kebaktian sosial,
yang dengan setia membaktikan dirinya selama kurang lebih 25-30 tahun untuk
kemanusiaan. Pahlawan-pahlaan kebaktian social yang telah menyumbangkan
darahnya sebanyak 100 kali sepanjang hidupnya dan dengan harapan agar
kedepannya misi ini akan diteruskan oleh generasi muda. Rekrutmen dan pemberian
penghargaan merupakan bagian dari pengelolaan untuk melestarikan donor darah
sukarela, untuk menolong saudara-saudara kita dikala saudara-saudara kita itu,
rakyat Indonesia membutuhkan pertolongan untuk mempertahankan jiwa dan
kehidupannya.
Propinsi Jawa
Timur menduduki ranking teratas selama 10 tahun berturut-turut secara nasional
sebagai propinsi yang melakukan donor darah sukarela sebanyak 100 kali. Pada
tahun 2015 sebanyak 378 Pendonor darah sukarela dari 893 pendonor darah
sukarela se Indonesia yang mendapat penghargaan Tanda Kehormatan Satya Lencana
Kebaktian Sosial yang dilakukan di Istana Kepresidenan Bogor pada tanggal 18
Desember 2015. Pada kesempatan itu dipenyematan secara simbolis Tanda
Kehormatan Satya Lencana Kebaktian Sosial DDS 100 kali oleh Bapak Presiden RI
yang diwakili oleh masing-masing propinsi sebanyak 1 orang.
Sedangkan dari total 378 orang pendo nor darah sukarela Jawa Timur terdapat 7
orang dari Madiun, dari angka ini diharpakan terus meningkat tahun-tahun
mendatang.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
di atas
maka
peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi pendonor darah sukarela 100
kali asal kota Madiun penerima tanda kehormatan
satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi Pendonor darah sukarela melakukan tindakan donor darah ?
3. Apakah
Manfaat Donor Darah bagi pendonor darah maupun penerima donor darah?
C.
Tujuan
C.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui persepsi pendonor darah sukarela
100 kali asal kota Madiun penerima
tanda kehormatan satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya.
C.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus
dari penelitian ini adalah:
a.
Untuk
memperoleh gambaran bagaimana persepsi pendonor darah sukarela tentang
perilaku donor darah.
b.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendonor darah penerima satya lencana
kebaktian sosial melakukan donor darah sukarela.
c.
Untuk mengetahui Manfaat Donor Darah
bagi pendonor darah maupun penerima donor darah.
Penelitian ini membatasi
bahwa pendonor darah sukarela penerima satya lencana kebaktian sosial yang dimaksud adalah pendonor
darah sukarela yang telah mendonorkan darah seratus kali atau lebih berasal
dari Kota Madiun mendapat anugerah satya lencana dari Presiden RI pada tahun
2015 yang dilakukan di Istana Bogor pada tanggal 18 Desember 2015 berjumlah 7 orang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan
masyarakat tentang gambaran pengetahuan
dan sikap
masyarakat tentang donor darah. Hasil penelitian ini juga diharapkan
dapat digunakan sebagai
penilaian terhadap kesiapan dari masyarakat
kota Madiun untuk ikut berperan dalam menyukseskan
peningkatan
donor darah sukarela guna
memenuhi kebutuhan darah Kota Madiun.
2. Manfaat Bagi Peneliti Sendiri
Merupakan
pengalaman berharga dan wadah latihan
untuk memperoleh
wawasan
dan
pengetahuan
Ilmu Sosial dalam rangka penemuan teori
atau ilmu pengetahuan yang baru setelah merima ilmu selama kuliah.
3. Manfaat Bagi PMI
Sebagai bahan masukan dalam
perencanaan upaya peningkatan
promosi donor darah dan juga memperbanyak kegiatan donor darah di masyarakat Kota Madiun.
4. Manfaat Bagi Akademisi
Hasil
penelitian
tentang Penganugerahan Satya Lancana
Kebaktian Sosial (Studi Tentang Persepsi
Pendonor Darah Sukarela 100 Kali Asal Kota Madiun Penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial Presiden RI) dapat Digunakan
Sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut
yang berhubungan
tentang donor darah.
II. LANDASAN
TEORI
A. Persepsi
Pendonor Darah Sukarela
1.
Definisi
Persepsi.
Persepsi memberikan pengaruh dalam
penentuan pilihan orang seseorang. Walgito (1997) menjelaskan persepsi sebagai
stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan, kemudian
diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera.
Artinya, persepsi dapat dikatakan sebagai sebuah proses masuknya pesan atau
informasi ke dalam otak manusia yang terintegrasi dengan pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman
individu. Gibson, dkk (1989)
dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku, Struktur; memberikan definisi
persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk
menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek). Gibson juga
menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan
oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus
secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali
lebih penting daripada situasi itu sendiri.
Gibson, dkk (1989) juga menjelaskan
bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh
individu. Oleh karena itu, setiap individu akan memberikan arti kepada stimulus
dengan cara yang berbeda meskipun obyeknya sama. Cara individu melihat situasi
seringkali lebioh penting dari pada situasi itu sendiri. Persepsi bersifat
individual, meskipun stimulus yang diterimanya sama, tetapi karena setiap orang
memiliki pengalaman yang berbeda, kemampuan berfikir yang berbeda, maka hal
tersebut sangat memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi pada setiap individu.
Taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari apa yang diterima
melalui alat indera atau reseptor.
Berdasarkan uraian tersebut
disimpulkan, bahwa persepsi merupakan proses yang menyangkut masuknya pesan
atau informasi ke dalam otak manusia kemudian diproses dan dikategorikan dalam
suatu gaya tertentu atau dengan kata lain persepsi adalah interpretasi terhadap
rangsangan yang diterima dari lingkungan yang bersifat individual, meskipun
stimulus yang diterimanya sama, tetapi karena setiap orang memiliki pengalaman
yang berbeda, kemampuan berfikir yang berbeda, maka hal tersebut sangat
memungkinkan terjadi perbedaan persepsi pada setiap individu.
2.
Pengertian
Donor Darah Sukarela
Donor Darah Sukarela (DDS) adalah seseorang
yang menyumbangkan darahnya secara sukarela tanpa pamrih untuk
berkepentingan masyarakat tanpa membedakan agama, suku bangsa, golongan, warna
kulit, dan jenis kelamin. DDS inilah yang paling dianjurkan karena selain
halal, juga aman dan berperikemanusiaan. Dengan berdonor darah secara sukarela,
darah di UDD PMI akan selalu tersedia untuk keperluan penyembuhan dan
penyelamatan bagi pasien siapa saja yang memerlukan tanpa pandang bulu.
Disamping itu keamanan darah terjamin karena sudah dilakukan skrining terlebih
dahulu.
Kriteria
Pendonor
1.
Lelaki
atau wanita Dewasa, sehat jasmani dan rohanii menurut pemeriksaan dokter.
2. Umur pendonor 17-60 tahun (dengan
pertimbangan dokter, donor yang berumur 60 tahun dapat menyumbangkan darahnya
sampai dengan umur 65 tahun tetapi bukan pendonor pertama).
3. Berat badan minimal 47 Kg, dapat
menyumbangkan darahnya 350 ml ; ditambah sejumlah darah untuk pemeriksaan yang
jumlahnya tidak lebih dari 5 ml. Donor dengan berat 50 Kg atau lebih dapat
menyumbangkan darahnya 450 ml.
4. Suhu ≤ 37 ˚C
5. Denyut nadi : 60-100 per menit,
tergantung kondisi pendonor.
6. Tekanan darah : Sistolik : 100-150
mmHg, Diastolik :60-100 mmHg. tergantung kondisi pendonor.
7. Kadar Hemoglobin ≥ 12,5 g/dl, minimal
metode CuSO₄.
8. Interval penyumbangan darah minimal 8
minggu dengan penyumbangan maksimal 5 kali setahun.
Tidak
Boleh Menjadi Pendonor Bila
1.
Kulit donor ditempat pengambilan tidak sehat.
2. Mendapat
transfusi darah atau komponennya dalam waktu 12 bulan terakhir.
3. Menstruasi.
4. Kehamilan
dan menyusui. Calon donor dapat menyumbangkan darahnya 6 bulan setelah
melahirkan atau 3 bulan setelah berhenti menyusui.
5. Penyakit
infeksi
Calon donor harus bebas dari penyakit infeksi yang dapat ditularkan
melalui darah. Bila ada riwayat malaria, calon donor dapat menyumbangkan
darahnya kembali 3 tahun setelah bebas dari serangan malaria yang terakhir. 3
tahun setelah keluar dari daerah endemis malaria, 12 bulan setelah berkunjung
ke daerah endemis malaria, 6 bulan setelah sembuh dari penyakit Typus.
Calon donor dengan pemeriksaan HbsAg, HCV, VDRL, dan HIV menunjukkan
hasil positif.
6.
Imunisasi
dan vaksinasi
Minimal 8 minggu post vaksinasi baru dapat menjadi donor.
Penyumbangan darah dapat dilakukan 12 bulan setelah mendapat Imunisasi
Hepatitis B, Immunoglobulin atau 4 minggu setelah vaksinasi Rubella.
Calon donor yang digigit binatang yang menderita rabies, dapat
menyumbangkan darahnya 1 tahun setelah digigit.
7.
Calon
donor dengan penyakit : jantung, hati, paru-paru, ginjal, DM, penyakit
pendarahan, kejang, kanker atau penyakit kulit kronis tidak diperkenankan
menyumbangkan darahnya tanpa seijin dokter yang merawat.
8.
Riwayat
operasi : 6 bulan setelah operasi kecil dan 12 bulan setelah operasi besar
serta 5 hari setelah cabut gigi, donor dapat menyumbangkan darahnya.
9.
Riwayat
pengobatan :
Minimal 8 minggu post vaksinasi baru dapat menjadi donor.
Penyumbangan darah dapat dilakukan 12 bulan setelah mendapat Imunisasi
Hepatitis B, Immunoglobulin atau 4 minggu setelah vaksinasi Rubella.
Calon donor yang digigit binatang yang menderita rabies, dapat
menyumbangkan darahnya 1 tahun setelah digigit.
10.
Alkoholis,
Narkoba dan ketergantungan obat tidak boleh menjadi donor selamanya.
11.
Mempunyai
kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya defisiensi G6PD,
Talasemia, dan polisitemia vera.
12.
Tato,
tindik, dan tusuk jarum baru boleh setelah 12 bulan.
13.
Kelompok
masyarakat dengan resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (Homoseks, morfilis,
berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum sunti tidak steril, mempunyai tato,
tindik/piercing).
Prosedur Menjadi Donor
Darah Sukarela
1. Setiap pendonor baru dan lama harus
mengisi inform consent sebelum diambil darahnya.
2. Calon donor terlebih dahulu diperiksa
oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang diberi wewenang dibawah tanggung
jawab dokter.
3. Pemeriksaan golongan darah.
4. Pemeriksaan kadar Hb untuk memastikan
bahwa pendonor tidak menderita anemia.
5. Pemeriksaan tekanan darah. Bila mana
perlu, dokter PMI akan melakukan pemeriksaan klinis untuk memastikan bahwa
pendonor cukup sehat untuk menjadi donor darah.
6. Pengambilan darah dilaksanakan oleh
analis/ATD (Asisten Transfusi Darah)/PTTD selama ± 10 menit.
7. Setelah istirahat sejenak kemudian
dipersilahkan menikmati menu.
8. Setiap pendonor akan mendapatkan
kartu anggota donor darah. Diharapkan setelah 2,5 - 3 bulan akan datang kembali
ke UDD PMI untuk mendonorkan darahnya.
Pemeriksaan Laboratorium Yang Dilakukan Terhadap Darah Pasien
Sebelum
darah donor diberikan kepada pasien, maka dilakukan pemeriksaan antara lain :
1. Golongan darah
ABO-Rhesus.
2. HbsAg untuk mendeteksi
Hepatitis B
3. Anti HCV untuk
mendeteksi Hepatitis C
4. VDRL untuk mendeteksi
sifilis
5. Anti HIV untuk
mendeteksi AIDS
6. Malaria (pada daerah
tertentu)
7. Crossmatch/ Uji cocok
serasi untuk mengetahui apakah darah donor cocok untuk pasien tersebut
B. Manfaat Manjadi Donor Darah
Bagi Pendonor
1. Kita dapat beramal tanpa pamrih
kepada sesama.
Karena sekantong darah yang disumbangkan dapat menyelamatkan jiwa seseorang
yang membutuhkan. Hal ini secara psikologis dapat menimbulkan kepuasan batin
bagi pendonor.
2. Dengan menjadi donor darah secara
otomatis kondisi kesehatan akan diperiksa secara rutin dan periodic sehingga
kita tahu saat mana kondisi kita sedang sehat atau kurang sehat.
3. Selain itu, para pendonor dapat
bergabung dalam organisasi PMI/PDDI yang tentu saja dapat menambah relasi atau
teman.
Bagi Masyarakat
1. Meningkatkan jumlah donor akan
menunjang pemenuhan kebutuhan persediaan darah yang diperlukan pasien di Rumah
Sakit. Bila kebutuhan darah telah tercukupi, tidak akan terjadi pasien yang
mengalami penundaan operasinya atau meminimalisasi adanya kegagalan operasi
sehingga jiwa pasien menjadi tertolong.
2. Meningkatkan nilai-nilai
kesetiakawanan dan kepedulian sosial dimasyarakat serta memberikan pendidikan
nilai-nilai kemanusiaan, moral, dan etika berkehidupan sosial yang saling bantu
dan menolong sesama.
Mudah, Cepat, Aman, dan
Bermanfaat Menjadi Pendonor
Mudah :
Donor darah tidak
memerlukan proses yang rumit. Setiap orang bisa menjadi pendonor bilamana
memenuhi persyaratan.
Cepat : Donor darah berlangsung dengan
cepat. Setelah menyumbangkan darahnya, tubuh akan cepat pulih sehat seperti
sediakala, langsung dapat beraktivitas, bekerja kembali, tanpa banyak membuang
waktu.
Aman : Kegiatan donor darah aman dari
resiko tertular penyakit dan tidak merugikan kesehatan, bahkan dapat mendeteksi
kesehatan.
Bermanfaat : Darah yang disumbangkan hanya
sebagian kecil dari keseluruhan jumlah dari tubuh. Darah yang disumbangkan
mempunyai nilai pengobatan dan pemulihan kesehatan bagi penderita yang
memerlukan, bahkan sangat menunjang upaya penyelamatan jiwa.
Efek Samping Dari Donor
Darah
Efek samping jarang terjadi. Beberapa efek samping ringan yang mungkin
saja terjadi, namun itupun tidaklah berbahaya/beresiko, antara lain :
1.
Infeksi
ringan pada bekas tusukan. Sangat jarang terjadi mengingat proses penyadapannya
dilakukan secara steril.
2. Timbulnya Hematoma, yakni
menggumpalnya darah dibawah kulit bekas tusukan jarum. Hematoma ini dapat
hilang dengan sendirinya atau diberi kompres.
3. Terjadinya syncope, yaitu pingsan
sesaat yang hanya disebabkan oleh kondisi psikologik. Berdasarkan penelitian,
timbulnya syncope ini sangat jarang, kurang dari 0,5%. Biasanya terjadi pada
pendonor yang baru pertama kali menjadi donor darah. Cara mengatasinya tidak
perlu dengan pengobatan. Tetapi cukup dengan membuat posisi “trendelenburg”
yakni pendonor diposisikan dimana kaki lebih tinggi dari jantung.
Hal-hal Yang Perlu
Diketahui
1. Sifat seseorang tidak bisa terbawa oleh darahnya
Darah jelas tidak akan membawa sifat atau karakter
seseorang. Biarpun darah tersebut berasal dari seorang penjudi atau pembunuh,
maka tidak usahh kawatir akan menjadi penjudi atau pembunuh setelah transfusi
darah. Demikian juga bila darah itu berasal dari orang yang pandai dan kaya
raya, bukan berarti akan terbawa menjadi pintar dan kaya.
2. Penyakit-penyakit tertentu dapat ditularkan melalui transfusi
Hepatitis, malaria, syphilis, HIV/AIDS, dll adalah
penyakit tertentu yang dapat ditularkan melalui transfusi. Untuk inilah maka
setiap kantong darah diperiksa terlebih dahulu oleh para analis di laboratorium UDD PMI. Hanya darah yang
benar-benar terbebas dari penyakit menularlah yang layak ditransfusikan untuk
pasien. Namun karena adanya “Window Period” dimana antibody belum
terbentuk tetapi sudah ada antigen maka di dunia tidak ada yang dapat menjamin
darah transfusi 100% aman.
Disinilah bahayanya jika seseorang membutuhkan darah
untuk keluarga/temannya menghubungi pendonor bayaran yang tidak tahu kualitas
darahnya. Maka sudah tentu darah pasien akan tercemari penyakit-penyakit
tertentu.
3. Pendonor dan resipien menjadi bersaudara sedarah setelah transfusi
Tidak benar jika mendapat darah dari orang lain maka
si penerima dan si pemberi darah menjadi bersaudara/sedarah karena adanya
pencampuran darah. Anggapan ini jelas keliru karena dari pandangan agama islam,
pengertian sedarah adalah dari keturunan dan bukan karena adanya percampuran
darah secara materil seperti transfusi darah. Bila anggapan ini benar, bagaimana
jika seorang suami mendonorkan darahnya untuk istrinya, apakah itu juga berarti
akan sedarah? Lalu bagaimana status perkawinannya? Karena haram hukumnya
mengawini keluarga sedarah.
4. Menjadi pendonor tidak akan mengganggu kesehatan
Menjadi pendonor bila memenuhi prosedur atau semua
persyaratan pada umumnya tidak menimbulkan gangguan kesehatan dan tidak menimbulkan
efek samping yang berarti. Bila memenuhi persyaratan donor darah berarti tubuh
kita dinyatakan sehat atas pemeriksaan dokter atau petugas kesehatan. Dengan
mendonorkan darah secara rutin berarti para pendonor secara rutin juga telah
memeriksa kesehatan tubuhnya.
5. Menjadi pendonor tidak dapat menyembuhkan penyakit hipertensi
Anggapan yang keliru bahwa dengan mendonorkan darah
berarti akan menurunkan tekanan darahnya sehingga dapat menyembuhkan
hipertensi. Hal ini perlu diluruskan, menjadi pendonor sebenarnya tidak dapat
menyembuhkan penyakit hipertensi sebab terjadinya penurunan tekanan darah
bersifat temporer saja dalam waktu beberapa jam karena setelah pengambilan
darah, tekanan darah akan kembali seperti semula.
6. Menjadi pendonor darah bukan berarti menabung darah di PMI
Donor darah adalah kegiatan amalan tanpa pamrih untuk
menolong sesama
yang memerlukan. Jadi niatnya harus ikhlas. Salah besar bila beranggapan bahwa
dengan mendonorkan darah berarti menabung darahnya sendiri di UDD PMI. Sehingga
bila suatu saat yang bersngkutan atau keluarganya perlu darah, dapat langsung
di ambil. Akibatnya, pada saat yang bersangkutan atau keluarganya memerlukan
darah dan ternyata persediaan di UDD PMI kosong, pendonor ini menjadi sangat
kecewa dan merasa jerih payahnya menjadi pendonor adalah menyumbangkan darahnya
bukannya menabungg darah. Darah yang disumbangkan adalah untuk pasien yang memerlukan
saat itu.
Permasalahan yang muncul jika UDD PMI
tidak dapat memenuhi kebutuhan darah dari DDS
1. Rumah sakit merasa dipersulit bila
mengajukan permintaan darah ke UDD PMI, akibatnya Bank Darah Rumah Sakit (BDRS)
dan keluarga pasien tidak sabar sehingga BDRS terpaksa melakukan pengambilan
sendiri. Padahal ini jelas menyalahi ketentuan Permenkes No. 478/1990
2. Biaya yang dikeluarkan oleh
keluarga pasien akan menjadi lebih tinggi karena selain mengganti biaya
pengolahan dara/laboratorium di UDD PMI, juga harus mengeluarkan dana lagi
untuk keperluan transport untuk mencari DDP
3. Resiko kematian pasien akibat
keterlambatan pemberian transfusi darah cukup tinggi karena waktu yang
dibutuhkan keluarga pasien mencari DDP cukup lama bisa mencapai 6-12 jam.
Apabila pasien membutuhkan bantuan darah bersifat emergency maka kemungkinan
tidak tertolong karena keterlambatan memberikan transfusi darah cukup tinggi.
4. Resiko menularnya penyakit lewat
transfusi cukup tinggi. Bila bersifat darah cito/emergency maka kemungkinan ada
kekeliruan petugas dalam melakukan skrining darah cukup tinggi.
C. Faktor-faktor
Pendonor darah melakukan Donor Darah Sukarela
1. Donor
darah sukarela adalah seseorang yang menyumbangkan darahnya secara sukarela
tanpa pamrih untuk kepentingan masyarakat, tanpa menerima uang atau bentuk
pembayaran lainnya. Motivasi utama donor darah sukarela adalah untuk membantu
atau menolong orang atau pasien yang membutuhkan darah, yang tidak mereka kenal
dan tidak untuk menerima suatu keuntungan.
2. Donor
darah sukarela dilakukan karena kepedulian yang dilakukan secara sukarela,
tanpa ada tekanan untuk mendonorkan darahnya dan tanpa tahu siapa yang akan
menerima darahnya. Masyarakat yang ingin menjadi donor darah sukarela bisa
mendaftarkan diri pada cabang Palang Merah Indonesia (PMI) terdekat. Donor
darah sukarela bisa dilakukan secara rutin setiap tiga bulan sekali atau
setelah 8 minggu dari waktu donor sebelumnya.
3. Donor
darah sukarela akan meningkatkan jumlah donor yang menunjang pemenuhan
kebutuhan persediaan darah yang diperlukan pasien di rumah sakit. Kebutuhan
darah yang telah tercukupi akan meminimalisir adanya penundaan operasi pada
pasien dan meminimalisir adanya kegagalan operasi, sehingga jiwa pasien bisa
tertolong. Donor darah sukarela juga akan meningkatkan nilai kepedulian di
masyarakat dan memberikan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan, moral dan etika
berkehidupan sosial yang saling bantu-membantu dan menolong sesama.
D. Satya
Lancana Kebaktian Sosial
Kementerian
Sosial RI setiap tahun melakukan pengusulan terhadap calon penerima
Satyalancana Kebaktian Sosial (SLKS) yang merupakan tanda kehormatan untuk
warga negara Indonesia yang telah berjasa dalam bidang sosial pada umumnya dan
perikemanusiaan pada khususnya dari Presiden RI.
Adapun
persyaratan untuk dapat diusulkan menerima SLKS adalah sebagai berikut :
1. Telah
melakukan kegiatan sosial kemanusiaan diwilayahnya.
2.
Daftar riwayat hidup calon penerima tanda kehormatan
SLKS.
3.
Narasi Deskriptif tentang kegiatan-kegiatan sosial
kemanusiaan yang telah dilaksanakan.
4.
Foto atau dokumentasi atau bukti lain tentang usaha
kesejahteraan sosial yang dilakukan calon yang diusulkan.
5.
Pernyataan tertulis dari pejabat instansi sosial
setempat yang menjelaskan kebenaran kegiatan calon yang diusulkan.
6.
Surat rekomendasi dari Gubernur setempat, atas
permohonan dari Dinas Sosial Provinsi setempat.
7.
Calon yang diusulkan dapat berasal dari unsur manapun
(masyarakat luas).
8.
Bagi Kepala Daerah (Gubernur) surat rekomendasi dibuat
oleh sekretaris daerah provinsi setempat.
9.
Bagi Kepala Daerah (Bupati/ Walikota) surat pernyataan
dikeluarkan oleh Dinas Sosial Provinsi dan Rekomendasi dari Gubernur setempat.
Tanda
Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial diberikan untuk menghargai warga
negara Indonesia yang berjasa besar dalam lapangan perikemanusiaan pada umumnya
atau dalam bidang perikemanusiaan tertentu pada khususnya, sesuai dengan
Peraturan Pemerintah RI No. 32 th 1959 tanggal 26 Juni 1959 tentang Tanda
Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial (SLKS). Sejak tahun 1970, Kementerian Sosial
RI pertama kali mengusulkan untuk 3 orang Donor Darah Sukarela (DDS) 100 kali
untuk mendapatkan SLKS tersebut.
Rekrutmen DDS
dan pemberian penghargaan satyalancana merupakan bagian dari pengelolaan untuk
melestarikan para DDS. Peran PMI dalam melakukan pelayanan darah diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/2011, yang salah satunya mengatur tentang
pelayanan transfusi darah sebagai upaya pelayanan kesehatan yang meliputi
perencanaan, pengerahan dan pelestarian pendonor darah, penyediaan darah, pendistribusian
darah, dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Rata-rata
jumlah pendonor darah sukarela penerima satyalancana setiap tahunnya bertambah
sekitar 900-an DDS per tahun. Sementara rekrutmen pendonor darah sukarela juga
bertambah setiap tahun. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran
masyarakat untuk donor darah, semakin banyaknya kegiatan mobil unit donor darah
yang bekerjasama dengan berbagai instansi, sekolah, dan universitas, serta
semakin tingginya mobilisasi bus donor darah sehingga semakin memudahkan
masyarakat untuk berdonor.
Pendonor
darah sukarela telah membantu PMI untuk memenuhi 90% kebutuhan stok darah
nasional yang saat ini berjumlah sekitar 5.1 juta kantong darah/pertahun
(sesuai standar WHO yaitu 2% dari jumlah penduduk).
Menurut peraturan pemerintah
republik indonesia nomor 32 tahun
1959 tentang tanda kehormatan satyalancana kebaktian social, bahwa perlu
mengadakan
tanda kehormatan satyalancana untuk menghargai
warga-negara Indonesia yang
berjasa besar dalam lapangan
peri kemanusiaan
pada umumnya
atau dalam sesuatu
bidang perikemanusiaan
tertentu pada khususnya, bahwa sesuai dengan
kebaktian sosial itu, sudah
selayaknya satyalancana
tersebut diberi nama "Satyalancana Kebaktian Sosial".
III. METODEPENELITIAN
A.
Penelitian Kualitatif
Penelitian
kualitatif
didefinisikan sebagai
suatu
proses
yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih baik mengenai kompleksitas yang ada
dalam interaksi manusia
(Catherine
Marshal, 1995). Poerwandari (2007) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif
menghasilkan dan mengolah data yang
sifatnya deskriptif, seperti
transkip wawancara, catatan
lapangan,
gambar,
foto, rekaman video, dan
lain sebagainya.
Definisi
di atas menunjukkan beberapa
kata kunci dalam penelitian kualitatif, yaitu: proses, pemahaman, kompleksitas,
interaksi, dan manusia.
Proses dalam melakukan penelitian
merupakan penekanan dalam penelitian
kualitatif oleh karena
itu
dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih
berfokus pada proses dari
pada hasil akhir.
Proses yang dilakukan dalam penelitian ini memerlukan waktu dan kondisi yang berubah-ubah maka definisi penelitian ini akan berdampak pada desain
penelitian dan cara-cara dalam melaksanakannnya yang juga berubah-ubah
atau
bersifat fleksibel.
Sasaran
penelitian
kualitatif utama
ialah manusia
karena manusialah sumber
masalah, artefak, peninggalan-peninggalan peradaban kuno dan lain
sebagainya. Intinya sasaran penelitian kualitatif ialah manusia dengan segala kebudayaan
dan kegiatannya.
Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Poerwandari (2007) bahwa pendekatan yang sesuai untuk penelitian yang tertarik dalam memahami manusia dengan segala
kekompleksitasannya
sebagai
makhluk subjektif
adalah pendekatan kualitatif.
Persepsi adalah hal yang bersifat subjektif
yang dapat dirasakan setiap individu, dengan hal tersebutlah diharapkan dapat memberikan gambaran yang
luas mengenai gambaran persepsi pendonor darah sukarela
100 kali asal kota Madiun penerima
tanda kehormatan satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya. Oleh karena itu peneliti
menggunakan
pendekatan kualitatif sebagai
metode dalam meneliti persepsi
pendonor darah sukarela 100 kali asal kota Madiun penerima
tanda kehormatan satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya,
sehingga hasil yang didapat dari peneliti ini dapat memeberikan gambaran yang
luas tentang persepsi pendonor darah sukarela
100 kali asal kota Madiun penerima
tanda kehormatan satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya. Jenis
penelitian kualitatif yang digunakan adalah penelitian deskriptif.
B. Metode Pengambilan Data
Metode
pengambilan data dalam penelitian
kualitatif sangat beragam,
hal ini disebabkan karena sifat dari penelitian kualitatif
terbuka dan luwes, tipe
dan metode pengumpulan
data dalam penelitian kualitatif sangat beragam,
disesuaikan dengan
masalah,
tujuan penelitian, serta sifat objek yang diteliti.
Jika
diperhatikan, metode yang
paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif adalah metode wawancara, dokumentasi
dan triangulasi. Maka dengan itu,
penelitian yang akan dilakukan
ini pun menggunakan
metode yang sama yaitu metode wawancara. Alasan dipilihnya metode
wawancara
dalam penelitian ini adalah karena didalam penelitian ini, informasi yang
diperlukan
adalah berupa kata-kata yang diungkapkan subjek secara
langsung, sehingga
dapat
dengan
jelas
menggambarkan perasaan subjek
penelitian dan
mewakili kebutuhan informasi
dalam
penelitian.
Wawancara
Banister, dkk (dalam Poerwandari, 2007)
mengungkapkan wawancara
adalah percakapan dan proses tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Wawancara kualitatif
dilakukan bila peneliti bermaksud untuk
memperoleh pengetahuan tentang
makna-makna subjektif yang dipahami
individu berkenaan dengan topik yang
diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang
tidak dapat dilakukan melalui
pendekatan lain.
Menurut Stewan dan Cash
(2000), wawancara
adalah
suatu
proses komunikasi interaksional antara
dua orang, setidaknya satu diantaranya memiliki tujuan tertentu yang
telah ditetapkan sebelumnya, dan biasanya melibatkan
pemberian dan
menjawab pertanyaan.
Wawancara yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam
yaitu wawancara
yang tetap menggunakan
pedoman wawancara,
namun penggunaannya tidak seketat wawancara terstruktur. Penelitian ini
menggunakan pedoman wawancara yang bersifat umum, yaitu pedoman
wawancara yang harus mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa
menentukan urutan pertanyaan.
Pedoman wawancara digunakan
untuk mengingatkan
peneliti mengenai aspek-aspek yang harus
dibahas, sekaligus
menjadi daftar
pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan
tersebut telah
dibahas atau dinyatakan (Purwandari, 2001).
Adapun
aspek yang ingin
diungkap peneliti melalui wawancara dalam penelitian
ini adalah
hal-hal yang berhubungan dengan
persepsi pendonor darah sukarela 100 kali asal kota Madiun penerima tanda kehormatan satyalancana kebaktian
sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya yang ditinjau
dari perannya sebagai pendonor darah. Meliputi : gambaran
persepsi pendonor darah, dan faktor yang
mempengaruhi seseorang
melakukan donor darah.
Dokumentasi
Sugiyono (2015: 240)
dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Hal senada juga diungkapkan oleh Husaini
Usman dan Purnomo (2004: 73) berpendapat bahwa teknik pengumpulan data dengan
dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.
Keuntungan menggunakan dokumentasi adalah biayanya relatif murah, waktu dan
tenaga lebih efisien.
Sedangan kelemahannya adalah data yang diambil dari dokumen cenderung sudah
lama, kalau ada yang yang salah cetak, maka peneliti ikut salah pula mengambil
datanya.
Triangulasi
Triangulasi adalah istilah yang
diperkenalkan oleh N.K.Denzin (1978) dengan meminjam peristilahan dari dunia
navigasi dan militer, yang merujuk pada penggabungan berbagai metode dalam
suatu kajian tentang satu gejala tertentu. Keandalan dan kesahihan data dijamin
dengan membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber atau metode tertentu
dengan data yang di dapat dari sumber atau metode lain. Konsep ini dilandasi
asumsi bahwa setiap bias yang inheren dalam sumber data, peneliti, atau metode
tertentu, akan dinetralkan oleh sumber data, peneliti atau metode lainnya.
Istilah triangulasi yang dikemukakan oleh Denzin dikenal sebagai penggabungan
antara metode kualitatif dan metode kuantitatif yang digunakan secara
bersama-sama dalam suatu penelitian.
Metode penelitian dengan tehnik triangulasi digunakan dengan adanya dua asumsi yaitu yang pertama, pada level pendekatan, tehnik triangulasi digunakan karena adanya keinginan melakukan penelitian dengan menggunakan dua metode sekaligus yakni, metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Hal ini didasarkan karena, masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihan tertentu, dan memiliki pendapat dan anggapan yang berbeda dalam memandang dan menanggapi suatu permasalahan. Suatu masalah jika dilihat dengan menggunakan suatu metode akan berbeda jika dilihat dengan menggunakan metode yang lain. Oleh karena itu akan sangat bermanfaat apabila kedua sudut pandang yang berbeda tersebut digunakan secara bersama-samaa dalam menanggapi suatu permasalahan sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih lengkap dan sempurna. Pada level pendekatan penelitian, penggabungan metode kuantitaif dan kualitatif dalam sebuah kegiatan penelitian ditujukan untuk menemukan sesuatu yang lebih utuh dari objek penelitian. Asumsi kedua yang mendasari penggunaan tehnik triangulasi yakni, pada level pengumpulan dan analisis data. Pengumpulan dan analisis data membutuhkan sebuah prosedur untuk menguji hasil analisis data.
Metode penelitian dengan tehnik triangulasi digunakan dengan adanya dua asumsi yaitu yang pertama, pada level pendekatan, tehnik triangulasi digunakan karena adanya keinginan melakukan penelitian dengan menggunakan dua metode sekaligus yakni, metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Hal ini didasarkan karena, masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihan tertentu, dan memiliki pendapat dan anggapan yang berbeda dalam memandang dan menanggapi suatu permasalahan. Suatu masalah jika dilihat dengan menggunakan suatu metode akan berbeda jika dilihat dengan menggunakan metode yang lain. Oleh karena itu akan sangat bermanfaat apabila kedua sudut pandang yang berbeda tersebut digunakan secara bersama-samaa dalam menanggapi suatu permasalahan sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih lengkap dan sempurna. Pada level pendekatan penelitian, penggabungan metode kuantitaif dan kualitatif dalam sebuah kegiatan penelitian ditujukan untuk menemukan sesuatu yang lebih utuh dari objek penelitian. Asumsi kedua yang mendasari penggunaan tehnik triangulasi yakni, pada level pengumpulan dan analisis data. Pengumpulan dan analisis data membutuhkan sebuah prosedur untuk menguji hasil analisis data.
Dalam penelitian dengan mengunakan metode triangulasi,
peneliti dapat menekankan pada metode kualitaitif, metode kuantitaif atau dapat
juga dengan menekankan pada kedua metode. Apabila peneliti menekankan pada
metode kualitatif, maka metode kuantitatif dapat digunakan sebagai fasilitator
dalam membantu melancarkan kegiatan peneliatian, dan sebaliknya jika menekankan
metode kuantitatif. Namun. apabila peneliti memberi tekanan yang sama terhadap
kedua metode penelitian ( kuantitatif-kualitaatif) ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dan harus dilakukan yakni : yang pertama memahami masing-masing
metode dan pentingnya metode teersebut dalam suatu penelitian yang akan
dilakukan; kedua, memahami permasalahan dan tujuan penelitian yang akan
dilakukan sehingga penggunaan metode kualitatif dan metode kuantitatif ini
disesuaikan dengan masalah dan tujuan dari penelitian yang ingin dicapai;
ketiga, kedua metode yang digunakan juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
prioritas kepentingan, dimana kedua metode dapat digunakan dalam desain secara
bersama-sama namun pada laporan penelitian hanya diperhitungkan salah satunya
saja; dan yang ketiga, kedua metode juga digunakan berdasarkan pertimbangan
keterampilan peneliti, yang terlibat dalam satu kegiatan penelitian secara
simultan apabila ada hubungan dengan masalah dan tujuan penelitian.
Menggunakan metode triangulasi yakni penggabungan dua
metode dalam satu penelitian diharapkan mendapatkan hasil yang lebih baik
apabila dibandingkan dengan menggunakan satu metode saja dalam suatu
penelitian. Sebelum melakukan penelitian dengan menggunakan metode triangulasi,
peneliti harus terlebih dahulu menghitung dan memperkirakan apakah hasil yang
akan diperoleh nantinya dalam peneltian tersebut lebih baik jika dibandingkan
dengan menggunakan satu metode saja. Selain itu juga diperhitungkan waktu,
tenaga dan dana yang dihabiskan dalam penelitian, apakah akan menghasilkan atau
memperoleh hasil yang memuaskan.
Metode triangulasi banyak menggunakan metode alam
level mikro, yakni bagaimana menggunakan beberapa metode pengumpulan data dan
analisis data sekaligus dalam suatu penelitian, termasuk menggunakan informan
sebagai alat uji keabsahan dan analisis hasil penelitian. Hal ini didasarkan
karena informasi atau data yang diperoleh melalui pengamatan akan lebih akurat
apabila juga digunakan wawancara atau menggunakan bahan dokumentasi untuk
memeriksa keabsahan informasi yang telah diperoleh dengan menggunakan kedua
metode tersebut. Teknik triangulasi lebih mengutamakan efektivitas proses dan
hasil yang diinginkan. Triangulasi dapat dilakukan dengan menguji apakah proses
dan hasil metode yang digunakan sudah berjalan dengan baik.
Sebagai contoh proses kerja triangulasi yakni, dalam
suatu penelitian dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi
partisipasi untuk pengumpulan data, perlu dipastikan terhimpunnya catatan
harian setiap harinya dari wawancara dan observasi tersebut. Kemudian dilakukan
uji silang terhadap materi catatan-catatan harian tersebut untuk memastikan
tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan harian wawancara dan
observasi. Setelah itu, hasil yang telah diperoleh perlu diuji lagi dengan
informan-informan sebelumnnya. Apabila terdapat perbedaan, peneliti harus
menelusuri perbedaan ytersebut sampai peneliti memperoleh sumber perbedaan dan
materi perbedaannya , kemudian dilakukan konfirmasi dengan informan dan
sumber-sumber lain. Proses ini dilakukan terus-menerus sepanjang proses
mengumpulkan data dan analisis data, sampai peneliti yakin bahwa tidak ada lagi
perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada
informan.
Triangulasi juga dapat dilakukan dengan menguji
pemahaman peneliti dengan pemahaman informan tentang hal-hal yang diinformasikan
informan kepada peneliti. Hal ini dilakukan karena, dalam suatu penelitian
dapat terjadi pemahaman yang berbeda antara peneliti dengan informan mengenai
suatu objek yang diteliti. Oleh karena itu, untuk menghindarkan adanya
pemahaman yang berbeda tersebut, digunakan triangulasi yakni dengan cara
peneliti langsung melakukan uji pemahaman kepada informan. Cara ini dapat
dilakukan setelah wawancara atau observasi. Uji pemahaaman dapat dilakukan
diakhir penelitian ketika semua informasi telah dipresentasikan dalam draft
laporan. Uji keabsahan melalui triangulasi dilakukan karena dalam penelitian
kualitatif, untuk menguji keabsahan informasi tidak dapat dilakukan dengan
alat-alat uji statistik.
Triangulasi sebagai tehnik pemeriksaan keabsahan data
memanfatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Adapun tehnik triangulasi yang
banyak digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data adalah pemeriksaan melalui
sumber lainnya. Dalam buku Lexy.J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,
Denzin membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Triangulasi dengan
sumber berrarti membnadingkan dan mengecek balik derajad kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif. Dalam triangulasi dengan sumber yang terpenting adalah mengetahui
adanya alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedan tersebut.
Sedangkan triangulasi dengan metode terdapat dua
strategi yakni, pengecekan derajad kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajaad kepercayaan beberapa
sumber data dengan metode yang sama. Triangulasi dengan memanfatkan penggunaan penyidik
atau pengamat yang lainnya membantu mengurangi penyimpangan dalam pengumpulan
data. Sedangkan triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba dalam buku
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif adalah berdasarkan anggapan
bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajad kepercayaannya dengan satu
atau lebih teori.
Dalam mengecek keabsahan atau validitas data
menggunakan teknik triangulasi. data atau informasi dari satu pihak harus
dichek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya
dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya dengan menggunakan metode yang
berbeda-beda. Tujuannya ialah membandingkan informasi tentang hal yang sama
yang diperoleh dari berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat
kepercayaan data. Cara ini juga mencegah bahaya-bahaya subyektif.
Penelitian dengan menggunakan metode triangulasi
dilakukan dengan menggabungkan metode kualitatif dan metode kuantitatif dalam
suatu penelitian. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang
benar-benar lengkap dan komprehensif, walaupun dengan metode ini akan lebih
banyak menghabiskan waktu, tenaga dan dana dalam penelitian. Triangulasi
sebagai salah satu tehnik pemeriksaan data secara sederhana dapat disimpulkan
sebagai upaya untuk mengecek data dalam suatu penelitian, dimana peneliti tidak
hanya menggunakan satu sumber data, satu metode pengumpulan data atau hanya
menggunakan pemahaman pribadi peneliti saja tanpa melakukan pengecekan kembali
dengan penelitian lain. Triangulasi ini merupakan teknik yang didasari pola
pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik
kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang. Dari beberapa
cara pandang tersebut akan bisa dipertimbangkan beragam fenomena yang muncul,
dan selanjutnya dapat ditarik kesimpulan yang lebih mantap dan lebih bisa
diterima kebenarannya. Hasil pengumpulan data yang diperoleh seorang peneliti
juga diperiksa oleh kelompok peneliti lain untuk mendapatkan pengertian yang
tepat atau menemukan kekurangan-kekurangan yang mungkin ada untuk diperbaiki.
Cara ini disebut dengan member check.
C. Sumber Data
dan
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah
populasi, tetapi oleh Spradley (dalam Sugiyono,2015) dinamakan “social situation” atau situasi sosial
yang tediri dari atas tiga elemen yaitu : tempat (place), pelaku (actor), dan
aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergi. Situasi sosial tersebut dapat di rumah berikut
keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang di sudut-sudut jalan yang sedang berjalan, atau ditempat
kerja, di kota atau desa atau wilayah suatu negara. Situasi sosial tersebut
dijadikan sebagai obyek penelitian yang akan diteliti untuk diketahui apa yang
terjadi didalamnya. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini dapat diamati
secara mendalam aktivitas, orang-orang yang ada pada tempat tertentu.
Sumber data yang peneliti ambil adalah pendonor darah
sukarela lebih dari 100 kali yang berasal dari kota Madiun dan menerima
satyalancana kebaktian sosial dari Presiden RI sebanyak 7 orang.
Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap persiapan penelitian,
peneliti
akan
melakukan sejumlah hal yang diperlukan
dalam
penelitian.
a)
Mengumpulkan data yang
berhubungan dengan
penyebab
kecemasan pada ayah
dalam menghadapai
anak
berpenyakit serius. Peneliti
mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi
dan sekumpulan teori-teori yang
berhubungan dengan kecemasan,
terutama yang berkaitan dengan penyakit thalassaemia, dan
selanjutnya
menentukan responden yang akan diikut sertakan dalam penelitian.
b) Membangun Raport pada responden
Menurut Moleong (2002), rapport adalah hubungan antara peneliti
dengan subjek penelitian yang sudah melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding
pemisah diantara keduanya. Dengan demikian subjek
dengan sukarela dapat menjawab pertanyaan
peneliti
atau
memberi informasi
kepada peneliti.
c)
Menyusun pedoman
wawancara
Peneliti menyusun pedoman wawancara yang
didasari oleh
kerangka teori yang
ada, guna menghindari penyimpangan dari tujuan
penelitian yang dilakukan.
d) Persiapan
untuk pengumpulan
data
Mengumpulkan informasi tentang responden penelitian. Setelah mendapatkan informasi tersebut, peneliti menghubungi calon
responden untuk menjelaskan mengenai penelitian yang akan dilakukan dan
menanyakan kesediannya untuk dapat berpartisipasi
dalam
penelitian yang akan dilakukan.
e)
Menentukan jadwal wawancara
Setelah mendapat persetujuan
dari responden, peneliti meminta responden untuk bertemu
mengambil data. Hal ini
dilakukan setelah
melakukan raport
terlebih dahulu. Kemudian,
peneliti
dan responden mengatur
dan
menyepakati waktu untuk melakukan wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, maka peneliti memasuki tahap pelaksanaan
penelitian.
- Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara
Sebelum
wawancara dilakukan, peneliti
mengkonfirmasi ulang waktu
dan tempat yang sebelumnya
telah
disepakati
bersama dengan responden.
- Melakukan wawancara
sesuai dengan
pedoman wawancara wawancara
dilakukan
dengan menggunakan
pedoman
wawancara,
hal ini berujuan agar peneliti
tidak kehabisan pertanyaan.
- Memindahkan rekaman
hasil wawancara kedalam
bentuk transkip
verbatim
Setelah hasil wawancara diperoleh, peneliti memindahkan hasil wawancara
dan
observsi kedalam verbatim tertulis.
Pada tahap ini, peneliti melakukan coding, yaitu
membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Coding
dimasukkan untuk dapat
mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara
lengkap dan mendetail sehingga
data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2001).
- Melakukan analisis
data
Bentuk
transkip yang telah selesai, kemudia
dibuat salinannya dan diserahkan kepada pembimbing. Pembimbing mendapatkan
verbatim untuk mendapatkan
gambaran yang jelas.
- Menarik kesimpulan, membuat
diskusi dan saran
Setelah analisis data selesai dilakukan, peneliti
menarik
kesimpulan untuk menjawab
permasalahan.
Kemudian peneliti meneruskan
diskusi terhadap kesimpulan dan
seluruh hasil penelitian,
kesimpulan data dan diskusi yang
telah dilakukan, peneliti
mengajukan saran bagi penelitian selanjutnya.
3. Tahap Pencatatan Data
Untuk memindahkan
proses
pencatatan data,
peneliti menggunakan
alat
perekam
sebagai alat bantu, agar data yang diperoleh dapat
lebih akurat dan dapat
dipertanggung jawabkan. Sebelum wawancara dimulai,
meneliti meminta
izin
kepada responden untuk merekam wawancara yang akan dilakukan. Hasil wawancara yang
dilakukan akan ditranskripkan kedalam
bentuk verbatim untuk dianalisa.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data pada dasarnya merupakan suatu kegiatan operasional agar tindakannya masuak
pada pengertan penelitian yang sebenarnya. Pencarian data di lapangan dengan mempergunakan alat
pengumpul data yang sudah disediakan secara tertulis ataupun tanpa alat yang
hanya merupakan angan-angan tentang suatu hal yang akan dicari di lapangan,
sudah merupakan proses pengadaan data primer (Joko Subagyo, 2004: 37).
Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam Studi Tentang Persepsi Pendonor
Darah Sukarela 100 Kali Asal Kota Madiun Penerima
Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial Presiden RI adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik
pengumpulan data yang dilakukan berhadapan secara langsung dengan yang
diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab
pada kesempatan lain (Juliansyah Noor, 2011: 138). Sedangkan menurut Burhan Bungin (2007: 108) wawancara
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai.
Jenis wawancara yang dipilih dalam
penelitian ini adalah wawancara tertutup terbuka. Maksudnya yaitu peneliti
mengajukan pertanyaan yang menuntut jawaban tertentu namun adapula saatnya
peneliti mengajukan pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya dan menuntut
lebih banyak informasi tentang apa yang diteliti. Orang yang dapat diwawancarai
adalah penerima Satyalancana Kebaktian Sosial, Petugas kearsipan PMI dan
Manager Operasional PMI Kota Madiun
2. Dokumentasi
Dokumentasi dari penelitian ini adalah
berupa dokumen tentang riwayat donor darah penerima Satyalancana Kebaktian
Sosial. Pada riwayat donor darah penerima Satyalancana Kebaktian Sosial
terdapat data-data pendukung penelitian, data-data tersebut berguna untuk
menggali informasi penelitian, riwayat donor darah, kapan mulai donor darah, berapa kali donor
darah, dan golongan darah.
Selain itu pula dokumentasi primer dan
sekunder.
D. Instrumen Penelitian
Alat/instrumen
penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara yang dibuat oleh peneliti
dengan mengajukan beberapa pertanyaan penelitian, seperti terlampir.
E. Teknik Analisis Data
Dalam teknik
pengumpulan data triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
yang telah ada. Bila pebeliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi,
maka sebenarnya peneliti mengumpulkan
data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data
dengan berbagai teknik pengumpulan data da berbagai sumber data (Sugiyono, 2015: 226). Sedangkan menurut Bogdan dan
Biklen (dalam Moleong, 2012: 248) mengemukakan bahwa analisis data kualitatif
adalah upaya yang dilakukan jalan bekerja dengan data mengorganisasikan data
memilah milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data dilakukan oleh peneliti agar mendapatkan
maknya yang terkandung dalam sebuah data ,sehingga interpretasinya tidak sekedarnya
deskripsi belaka. Dengan kata lain jika peneliti tidak dapat mengadakan
interprestasi dan hanya menyajikan data
deskritif saja , maka
sebenarnya penelitian itu kurang bermakna bahkan tidak memenuhi harapan.
Menurut
Milles and Hubberman (1992:16) analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan
kesimpulan/verifikasi. Yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses
pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksian, data kasar dari lapangan.
Proses ini berlangsung selama proses penelitian dilakukan dari awal sampai
akhir penelitian. Dalam proses reduksi ini peneliti benar-benar mencari data
yang benar-benar valid.
Reduksi data/proses-tranformasi ini
berlanjut terus hingga sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir
lengkap tersusun. reduksi merupakan bagian dari analisis. Reduksi merupakan
suatu kelompok analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,dan
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan sedemikian rupa, hingga
kesimpulan finalnya ditarik dan di verifikasi.
2. Penyajian Data
Merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi
kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan yang mana bentuk
penyajiannya antara lain berupa teks naratif, matriks, grafik, jaringan dan
bagan. Yang semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam
suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Penyajian data juga bagian dari proses
analisis dan bahkan mencangkup reduksi data, dalam hal ini peneliti menyusun
hasil datanya dengan mengelompokannya secara sistematis agar mudah dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan
Kegiatan
analisis yang ketiga dan penting adalah menarik kesimpulan, penarikan
kesimpulan hanyalah sebagian dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan
juga diverivikasi selama penelitian berlangsung. Singkatnya penarikan
kesimpulan adalah langkah terakhir yang dilakukan peneliti dalam menganalisa
data secara terus menerus baik pada saat pengumpulan data
atau setelah pengumpulan data makna-makna yang muncul dari data harus
diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya yaitu melalui validitas.
Berdasarkan uraian diatas maka pendekatan ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.2 Analisis Data Model
Interaktif dari Miles dan Huberman
(Sumber: Milles and Hubberman, 1992:
20)
Data mentah yang didapatkan dari
wawancara serta dokumentasi ditulis dengan rapi, terperinci dan sistematis. Langkah
selanjutnya yakni reduksi data, peneliti mulai melakukan proses pemilihan
hal-hal yang sesuai dengan fokus penelitian, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Temuan-temuan di
lapangan kemudian disajikan dalam bentuk rangkaian kalimat yang mudah dimengerti
dan disusun secara sistematis. Dari penyajian data tersebut akan ditemukan
temuan-temuan yang penting sehingga peneliti akan mudah menarik kesimpulan.
Dari kesimpulan yang telah disimpulkan tersebut kemudian diverifikasi untuk
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
F. Pengujian Kredibilitas Data
Agar dapat
memperoleh data yang valid dalam penelitian ini, maka ada beberapa cara pengumpulan data salah
satunya adalah Triangulasi yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan
pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data
yang sekaligus menguji kredibilitas data yaitu mengecek kredibilitas data
dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data (Sugiyono, 2015:330). Hal senada juga diungkapkan oleh
Sutopo (2002: 79), bahwa triangulasi sumber data adalah mengumpulkan data dari
berbagai sumber data digunakan untuk menguji kebenaran yang artinya data yang
sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari sumber data
yang berbeda.
Alasan
peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber ini adalah peneliti ini
difokuskan pada Persepsi
Pendonor Darah Sukarela 100 Kali Asal Kota Madiun Penerima
Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial Presiden RI. Menggali
informasi dari sumber-sumber yang berbeda seperti Petugas
Kearsipan PMI,dan
Manager Operasional PMI Kota Madiun. Sumber lain untuk menggali informasi yaitu berupa arsip
serta dokumentasi. Oleh karena itulah penggunaan teknik triangulasi sumber ini
diperlukan guna untuk membandingkan data-data yang diperoleh dari narasumber.
Dengan penggunaan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda dapat teruji
kebenarannya sehingga menghasilkan data yang valid. Adapun secara singkat
teknik triangulasi sumber dapat dilihat dari bagan dibawah ini :
2. Bagan 3.1. Trianggulasi Sumber (H.B.
Sutopo, 2006: 94)
Peneliti
: Sugiono Ruslan
Dosen
Pembimbing : DR. H. Pardji, M.Pd
Daftar Pustaka
Ahmad W. Pratiknya. 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Arikunto, Suharsimi. 2014 Prosedur Penelitian
suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta.
Bungin,
Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif:
Pemahaman Filosofis dan Metodologis keArah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Komandoko G. Donor Darah Terbukti Turunkan Risiko Penyakit
Jantung dan Stroke. Yogyakarta: Media Presindo; 2013.
Moleong,
Lexy. J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
PMI
Cabang Banyumas, 2013. Buku Saku P2D2S (Pencari / Pelestari Donor Darah
Sukarela). Banyumas : PMI.
Sandjaja, B. 2011. Panduan Penelitian. Jakarta : Prestasi Pustaka
Sugiyono. 2015.Metode
Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfa Beta
Sugiyono. Statistika untuk Penelitian.
Alfabeta, Bandung, 2009.
Suryati
I, Nurhayani, Alwy. 2013. Analisis Faktor yang Berhubungan
dengan Kepuasan Keluarga Resipien pada Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia
(UDD PMI) Kota Makassar [diakses 8 November 2014] Available at:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5493/Jurnal%20(IRMA%20SURYATI).pdf?sequence=1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar