Selasa, 20 November 2018

SATYA LANCANA KEBAKTIAN SOSIAL (STUDI TENTANG PERSEPSI PENDONOR DARAH SUKARELA 100 KALI ASAL KOTA MADIUN PENERIMA TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL PRESIDEN RI)


SATYA LANCANA KEBAKTIAN SOSIAL
(STUDI TENTANG PERSEPSI PENDONOR DARAH SUKARELA 100 KALI ASAL KOTA MADIUN PENERIMA TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL PRESIDEN RI)

OLEH :
SUGIONO RUSLAN
NIM : 16612010

I.     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Transfusi darah secara umum dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat, pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien yang hendak menjalankan tindakan operasi bedah   dan pasien yang mengalami penyakit liver ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah atau komponen darah sebagaimana mestinya. Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk menangani kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung pada anemia berat (WHO, 2007). Ketersediaan darah yang belum mencukupi, seorang penderita dapat mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah yang diberikan kepada pasien yang membutuhkannya sangat diperlukan untuk menyelamatkan  jiwa.  Angka  kematian  akibat  dari tidak  tersedianya  cadangan tranfusi darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan ketidakseimbangan perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional. Di negara berkembang seperti Indonesia, persentase donasi darah lebih minim dibandingkan dengan negara maju padahal tingkat kebutuhan darah setiap negara secara relatif adalah sama. Indonesia memiliki tingkat penyumbang enam hingga sepuluh orang per 1.000 penduduk. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah negara maju di Asia, misalnya di Singapura tercatat sebanyak 24 orang yang melakukan donor darah  per 1.000 penduduk, berikut juga di Jepang tercatat sebanyak 68 orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk (Daradjatun,2008).
Indonesia   membutuhkan   sedikitnya   satu   juta   pendonor   darah   guna memenuhi kebutuhan 4,5 juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI)  menyatakan bahwa pada tahun 2008 darah yang terkumpul sejumlah 1.283.582 kantong. Hal tersebut menggambarkan bahwa kebutuhan akan darah di Indonesia  yang tinggi tetapi darah  yang  terkumpul  dari  donor  darah  masih  rendah  dikarenakan  tingkat kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjadi pendonor darah sukarela masih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kendala misalnya karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang masalah transfusi darah, persepsi akan bahaya bila seseorang memberikan darah secara rutin. Selain itu, kegiatan donor darah juga terhambat oleh keterbatasan jumlah UTD PMI di berbagai daerah, PMI hanya mempunyai 188 unit tranfusi darah (UTD). Mengingat jumlah kota/kabupaten di Indonesia mencapai sekitar 440.
Dengan semboyan 4 x 4, empat juta kantong darah, empat hari persediaan darah di seluruh Indonesia, yang telah dicanangkan pada tahun 2011 dapat dicapai dengan dukungan dari masyarakat luas dan pemerintah. Mendonorkan  darah bukan sekedar tindakan tanggap darurat atau aktivitas social, tetapi juga wujud kebiasaan hidup sehat. Banyak manfaat bagi kesehatan pribadi dibalik aksi donor darah., saat ini kita mengeluarkan darah,m tubuh akan langsung memproduksi darah baru yang lebih bersih dan stabil kadar zat besinya. Manfaat lain adalah mengurangi gangguan penyakit jantung dan mengurangi beban ginjal. Pendonor rutin juga secara tidak langsung sudah memeriksakan kesehatannya secara teratur karena kondisi kesehatan dan darah pendonor akan ikut diperiksa oleh petugas. Ketersediaan darah sejatinya sangat dibutuhkan dalam penanganan medis yang membutuhkan donasi darah. Namun sayangnya kesadaran donor darah di kalangan masyarakat masih rendah.
Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mendonorkan darah mereka melalui berbagai penghargaan, salah satunya memberikan penghargaan kepada pendonor darah yang ke seratus kali berupa satya lencana kebaktian sosial. Pada tahun 2015 sebanyak 893 orang pendonor darah sukarela dari 26 provinsi di Indonesia berkumpul di Bogor Jawa Barat, karena menerima penghargaan Satyalencana Kebaktian Sosial akan diserahkan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor Jawa Barat, Jumat (18/12). Para pahlawan kemanusiaan itu diundang Kementerian Sekretaris Negara ke Istana Bogor karena dinilai sangat berjasa di bidang kemanusiaan telah mendonorkan darahnya secara sukarela di atas 100 kali, menerima penghargaan ini merupakan apresiasi negara terhadap warganya yang memiliki kepedulian terhadap sesama karena tidak semua orang mau bertindak serupa. Penghargaan ini dimaksudkan menggugah yang lain untuk mau menjadi pendonor aktif. Saat ini, Indonesia masih sangat kekurangan pedonor darah aktif sementara kebutuhan semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Meski demikian, jika dibandingkan satu dekade sebelumnya, kesadaran masyarakat untuk mendonorkan darah semakin meningkat seiring dengan bermunculnya beragam komunitas di situs jejaring sosial.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan, dengan jumlah populasi yang ada di Indonesia, negara ini membutuhkan donor darah yang berlipat ganda dibandingkan dengan negara lainnya. Setidaknya, lanjut JK, Indonesia membutuhkan lima juta kantong darah setiap tahun untuk disumbangkan kepada sesama. Jumlah itu memang cukup besar. Terlebih, kata JK, jumlah itu akan terus berkembang setiap tahunnya. Oleh karena itu, JK pun mengharapkan kegiatan donor darah dapat terus berkembang dari tahun ke tahunnya. Selain memberikan apresiasi kepada pendonor, JK juga mengapresiasi kinerja petugas PMI yang terus aktif menggiatkan kegiatan donor darah. Penerima penghargaan Satyalancana Kebaktian Sosial Donor Darah Sukarela 100 kali diterima oleh enam orang dari Sumatera Utara, 42 orang dari Sumatera Selatan, sembilan orang dari Sumatera Barat, sembilan orang dari Riau, satu orang dari Kepulauan Riau, 171 orang dari DKI Jakarta, 124 orang dari Jawa Barat, empat orang dari Banten, sembilan orang dari DI Yogyakarta, 100 orang dari Jawa Tengah, 378 dari Jawa Timur, delapan orang dari Bali, satu orang dari NTB, 36 orang dari Kaltim, dua orang dari Kalbar, satu orang Kalteng, 10 orang dari Sulsel, dan enam orang dari Sulawesi Tengah.
Dan ini juga telah dirasa oleh 893 pahlawan kebaktian sosial, yang dengan setia membaktikan dirinya selama kurang lebih 25-30 tahun untuk kemanusiaan. Pahlawan-pahlaan kebaktian social yang telah menyumbangkan darahnya sebanyak 100 kali sepanjang hidupnya dan dengan harapan agar kedepannya misi ini akan diteruskan oleh generasi muda. Rekrutmen dan pemberian penghargaan merupakan bagian dari pengelolaan untuk melestarikan donor darah sukarela, untuk menolong saudara-saudara kita dikala saudara-saudara kita itu, rakyat Indonesia membutuhkan pertolongan untuk mempertahankan jiwa dan kehidupannya.
Propinsi Jawa Timur menduduki ranking teratas selama 10 tahun berturut-turut secara nasional sebagai propinsi yang melakukan donor darah sukarela sebanyak 100 kali. Pada tahun 2015 sebanyak 378 Pendonor darah sukarela dari 893 pendonor darah sukarela se Indonesia yang mendapat penghargaan Tanda Kehormatan Satya Lencana Kebaktian Sosial yang dilakukan di Istana Kepresidenan Bogor pada tanggal 18 Desember 2015. Pada kesempatan itu dipenyematan secara simbolis Tanda Kehormatan Satya Lencana Kebaktian Sosial DDS 100 kali oleh Bapak Presiden RI yang diwakili oleh masing-masing propinsi sebanyak 1 orang. Sedangkan dari total 378 orang pendo nor darah sukarela Jawa Timur terdapat 7 orang dari Madiun, dari angka ini diharpakan terus meningkat tahun-tahun mendatang.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar  belakang  di  atas  maka  peneliti  merumuskan  masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana persepsi pendonor darah sukarela 100 kali asal kota Madiun penerima tanda kehormatan satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya?
2.      Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi Pendonor darah sukarela melakukan  tindakan donor darah ?
3.      Apakah Manfaat Donor Darah bagi pendonor darah maupun penerima donor darah?
C.    Tujuan
C.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui persepsi pendonor darah sukarela 100 kali asal kota Madiun penerima tanda kehormatan satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya.
C.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a.       Untuk memperoleh gambaran bagaimana persepsi pendonor darah sukarela tentang perilaku donor darah.
b.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendonor darah penerima satya lencana kebaktian sosial melakukan donor darah sukarela.
c.       Untuk mengetahui Manfaat Donor Darah bagi pendonor darah maupun penerima donor darah.
Penelitian ini membatasi bahwa pendonor darah sukarela penerima satya lencana kebaktian sosial yang dimaksud adalah pendonor darah sukarela yang telah mendonorkan darah seratus kali atau lebih berasal dari Kota Madiun mendapat anugerah satya lencana dari Presiden RI pada tahun 2015 yang dilakukan di Istana Bogor pada tanggal 18 Desember 2015 berjumlah 7 orang.
D.    Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan masyarakat tentang gambaran pengetahuan dan sikap masyarakat tentang donor darah. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai penilaian terhadap kesiapan dari masyarakat kota Madiun untuk ikut berperan dalam menyukseskan peningkatan donor darah sukarela guna memenuhi kebutuhan darah Kota Madiun.
2. Manfaat Bagi Peneliti Sendiri
Merupakan pengalaman berharga dan wadah latihan untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan Ilmu Sosial dalam rangka penemuan teori atau ilmu pengetahuan yang baru setelah merima ilmu selama kuliah.


3. Manfaat Bagi PMI
Sebagai bahan masukan dalam perencanaan upaya peningkatan promosi donor darah dan juga memperbanyak kegiatan donor darah di masyarakat Kota Madiun.
4. Manfaat Bagi Akademisi
Hasil penelitian tentang Penganugerahan Satya Lancana Kebaktian Sosial (Studi Tentang Persepsi Pendonor Darah Sukarela 100 Kali Asal Kota Madiun Penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial Presiden RI) dapat Digunakan  Sebagai  referensi  untuk  penelitian  lebih  lanjut  yang  berhubungan tentang donor darah.

II.    LANDASAN TEORI
A.    Persepsi Pendonor Darah Sukarela
1.       Definisi Persepsi.
Persepsi memberikan pengaruh dalam penentuan pilihan orang seseorang. Walgito (1997) menjelaskan persepsi sebagai stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera. Artinya, persepsi dapat dikatakan sebagai sebuah proses masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia yang terintegrasi dengan pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu. Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku, Struktur; memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri.
Gibson, dkk (1989) juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu akan memberikan arti kepada stimulus dengan cara yang berbeda meskipun obyeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebioh penting dari pada situasi itu sendiri. Persepsi bersifat individual, meskipun stimulus yang diterimanya sama, tetapi karena setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda, kemampuan berfikir yang berbeda, maka hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi pada setiap individu. Taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor.
Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan, bahwa persepsi merupakan proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia kemudian diproses dan dikategorikan dalam suatu gaya tertentu atau dengan kata lain persepsi adalah interpretasi terhadap rangsangan yang diterima dari lingkungan yang bersifat individual, meskipun stimulus yang diterimanya sama, tetapi karena setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda, kemampuan berfikir yang berbeda, maka hal tersebut sangat memungkinkan terjadi perbedaan persepsi pada setiap individu.
2.       Pengertian Donor Darah Sukarela
Donor Darah Sukarela (DDS) adalah seseorang yang menyumbangkan darahnya secara sukarela  tanpa pamrih untuk berkepentingan masyarakat tanpa membedakan agama, suku bangsa, golongan, warna kulit, dan jenis kelamin. DDS inilah yang paling dianjurkan karena selain halal, juga aman dan berperikemanusiaan. Dengan berdonor darah secara sukarela, darah di UDD PMI akan selalu tersedia untuk keperluan penyembuhan dan penyelamatan bagi pasien siapa saja yang memerlukan tanpa pandang bulu. Disamping itu keamanan darah terjamin karena sudah dilakukan skrining terlebih dahulu.
Kriteria Pendonor
1.      Lelaki atau wanita Dewasa, sehat jasmani dan rohanii menurut pemeriksaan dokter.
2.      Umur pendonor 17-60 tahun (dengan pertimbangan dokter, donor yang berumur 60 tahun dapat menyumbangkan darahnya sampai dengan umur 65 tahun tetapi bukan pendonor pertama).
3.      Berat badan minimal 47 Kg, dapat menyumbangkan darahnya 350 ml ; ditambah sejumlah darah untuk pemeriksaan yang jumlahnya tidak lebih dari 5 ml. Donor dengan berat 50 Kg atau lebih dapat menyumbangkan darahnya 450 ml.
4.      Suhu ≤ 37 ˚C
5.      Denyut nadi : 60-100 per menit, tergantung kondisi pendonor.
6.      Tekanan darah : Sistolik : 100-150 mmHg, Diastolik :60-100 mmHg. tergantung kondisi pendonor.
7.      Kadar Hemoglobin ≥ 12,5 g/dl, minimal metode CuSO.
8.      Interval penyumbangan darah minimal 8 minggu dengan penyumbangan maksimal 5 kali setahun. 
Tidak Boleh Menjadi Pendonor Bila
1.      Kulit donor ditempat pengambilan tidak sehat.
2.   Mendapat transfusi darah atau komponennya dalam waktu 12 bulan terakhir.
3.   Menstruasi.
4.   Kehamilan dan menyusui. Calon donor dapat menyumbangkan darahnya 6 bulan setelah melahirkan atau 3 bulan setelah berhenti menyusui.
5.   Penyakit infeksi
Calon donor harus bebas dari penyakit infeksi yang dapat ditularkan melalui darah. Bila ada riwayat malaria, calon donor dapat menyumbangkan darahnya kembali 3 tahun setelah bebas dari serangan malaria yang terakhir. 3 tahun setelah keluar dari daerah endemis malaria, 12 bulan setelah berkunjung ke daerah endemis malaria, 6 bulan setelah sembuh dari penyakit Typus.
Calon donor dengan pemeriksaan HbsAg, HCV, VDRL, dan HIV menunjukkan hasil positif.
6.      Imunisasi dan vaksinasi
Minimal 8 minggu post vaksinasi baru dapat menjadi donor.
Penyumbangan darah dapat dilakukan 12 bulan setelah mendapat Imunisasi Hepatitis B, Immunoglobulin atau 4 minggu setelah vaksinasi Rubella.
Calon donor yang digigit binatang yang menderita rabies, dapat menyumbangkan darahnya 1 tahun setelah digigit.
7.      Calon donor dengan penyakit : jantung, hati, paru-paru, ginjal, DM, penyakit pendarahan, kejang, kanker atau penyakit kulit kronis tidak diperkenankan menyumbangkan darahnya tanpa seijin dokter yang merawat.
8.      Riwayat operasi : 6 bulan setelah operasi kecil dan 12 bulan setelah operasi besar serta 5 hari setelah cabut gigi, donor dapat menyumbangkan darahnya.
9.      Riwayat pengobatan :
Minimal 8 minggu post vaksinasi baru dapat menjadi donor.
Penyumbangan darah dapat dilakukan 12 bulan setelah mendapat Imunisasi Hepatitis B, Immunoglobulin atau 4 minggu setelah vaksinasi Rubella.
Calon donor yang digigit binatang yang menderita rabies, dapat menyumbangkan darahnya 1 tahun setelah digigit.
10.  Alkoholis, Narkoba dan ketergantungan obat tidak boleh menjadi donor selamanya.
11.  Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya defisiensi G6PD, Talasemia, dan polisitemia vera.
12.  Tato, tindik, dan tusuk jarum baru boleh setelah 12 bulan.
13.  Kelompok masyarakat dengan resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (Homoseks, morfilis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum sunti tidak steril, mempunyai tato, tindik/piercing).
Prosedur Menjadi Donor Darah Sukarela 
1.      Setiap pendonor baru dan lama harus mengisi inform consent sebelum diambil darahnya.
2.      Calon donor terlebih dahulu diperiksa oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang diberi wewenang dibawah tanggung jawab dokter.
3.      Pemeriksaan golongan darah.
4.      Pemeriksaan kadar Hb untuk memastikan bahwa pendonor tidak menderita anemia.
5.      Pemeriksaan tekanan darah. Bila mana perlu, dokter PMI akan melakukan pemeriksaan klinis untuk memastikan bahwa pendonor cukup sehat untuk menjadi donor darah.
6.      Pengambilan darah dilaksanakan oleh analis/ATD (Asisten Transfusi Darah)/PTTD selama ± 10 menit.
7.      Setelah istirahat sejenak kemudian dipersilahkan menikmati menu.
8.      Setiap pendonor akan mendapatkan kartu anggota donor darah. Diharapkan setelah 2,5 - 3 bulan akan datang kembali ke UDD PMI untuk mendonorkan darahnya.
Pemeriksaan Laboratorium Yang Dilakukan Terhadap Darah Pasien
Sebelum darah donor diberikan kepada pasien, maka dilakukan pemeriksaan antara lain :
1.      Golongan darah ABO-Rhesus.
2.      HbsAg untuk mendeteksi Hepatitis B
3.      Anti HCV untuk mendeteksi Hepatitis C
4.      VDRL untuk mendeteksi sifilis
5.      Anti HIV untuk mendeteksi AIDS
6.      Malaria (pada daerah tertentu)
7.      Crossmatch/ Uji cocok serasi untuk mengetahui apakah darah donor cocok untuk pasien tersebut
B.     Manfaat Manjadi Donor Darah
Bagi Pendonor
1.      Kita dapat beramal tanpa pamrih kepada sesama. Karena sekantong darah yang disumbangkan dapat menyelamatkan jiwa seseorang yang membutuhkan. Hal ini secara psikologis dapat menimbulkan kepuasan batin bagi pendonor.
2.      Dengan menjadi donor darah secara otomatis kondisi kesehatan akan diperiksa secara rutin dan periodic sehingga kita tahu saat mana kondisi kita sedang sehat atau kurang sehat.
3.      Selain itu, para pendonor dapat bergabung dalam organisasi PMI/PDDI yang tentu saja dapat menambah relasi atau teman.
Bagi Masyarakat
1.      Meningkatkan jumlah donor akan menunjang pemenuhan kebutuhan persediaan darah yang diperlukan pasien di Rumah Sakit. Bila kebutuhan darah telah tercukupi, tidak akan terjadi pasien yang mengalami penundaan operasinya atau meminimalisasi adanya kegagalan operasi sehingga jiwa pasien menjadi tertolong.
2.      Meningkatkan nilai-nilai kesetiakawanan dan kepedulian sosial dimasyarakat serta memberikan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan, moral, dan etika berkehidupan sosial yang saling bantu dan menolong sesama.
Mudah, Cepat, Aman, dan Bermanfaat Menjadi Pendonor
Mudah         : Donor darah tidak memerlukan proses yang rumit. Setiap orang bisa menjadi pendonor bilamana memenuhi persyaratan.
Cepat          : Donor darah berlangsung dengan cepat. Setelah menyumbangkan darahnya, tubuh akan cepat pulih sehat seperti sediakala, langsung dapat beraktivitas, bekerja kembali, tanpa banyak membuang waktu.
Aman          : Kegiatan donor darah aman dari resiko tertular penyakit dan tidak merugikan kesehatan, bahkan dapat mendeteksi kesehatan.
Bermanfaat : Darah yang disumbangkan hanya sebagian kecil dari keseluruhan jumlah dari tubuh. Darah yang disumbangkan mempunyai nilai pengobatan dan pemulihan kesehatan bagi penderita yang memerlukan, bahkan sangat menunjang upaya penyelamatan jiwa.
Efek Samping Dari Donor Darah
Efek samping jarang terjadi. Beberapa efek samping ringan yang mungkin saja terjadi, namun itupun tidaklah berbahaya/beresiko, antara lain :
1.      Infeksi ringan pada bekas tusukan. Sangat jarang terjadi mengingat proses penyadapannya dilakukan secara steril.
2.      Timbulnya Hematoma, yakni menggumpalnya darah dibawah kulit bekas tusukan jarum. Hematoma ini dapat hilang dengan sendirinya atau diberi kompres.
3.      Terjadinya syncope, yaitu pingsan sesaat yang hanya disebabkan oleh kondisi psikologik. Berdasarkan penelitian, timbulnya syncope ini sangat jarang, kurang dari 0,5%. Biasanya terjadi pada pendonor yang baru pertama kali menjadi donor darah. Cara mengatasinya tidak perlu dengan pengobatan. Tetapi cukup dengan membuat posisi “trendelenburg” yakni pendonor diposisikan dimana kaki lebih tinggi dari jantung.
Hal-hal Yang Perlu Diketahui
1.      Sifat seseorang tidak bisa terbawa oleh darahnya
Darah jelas tidak akan membawa sifat atau karakter seseorang. Biarpun darah tersebut berasal dari seorang penjudi atau pembunuh, maka tidak usahh kawatir akan menjadi penjudi atau pembunuh setelah transfusi darah. Demikian juga bila darah itu berasal dari orang yang pandai dan kaya raya, bukan berarti akan terbawa menjadi pintar dan kaya.
2.      Penyakit-penyakit tertentu dapat ditularkan melalui transfusi
Hepatitis, malaria, syphilis, HIV/AIDS, dll adalah penyakit tertentu yang dapat ditularkan melalui transfusi. Untuk inilah maka setiap kantong darah diperiksa terlebih dahulu oleh para analis di laboratorium UDD PMI. Hanya darah yang benar-benar terbebas dari penyakit menularlah yang layak ditransfusikan untuk pasien.  Namun karena adanya “Window Period” dimana antibody belum terbentuk tetapi sudah ada antigen maka di dunia tidak ada yang dapat menjamin darah transfusi 100% aman.
Disinilah bahayanya jika seseorang membutuhkan darah untuk keluarga/temannya menghubungi pendonor bayaran yang tidak tahu kualitas darahnya. Maka sudah tentu darah pasien akan tercemari penyakit-penyakit tertentu.
3.      Pendonor dan resipien menjadi bersaudara sedarah setelah transfusi
Tidak benar jika mendapat darah dari orang lain maka si penerima dan si pemberi darah menjadi bersaudara/sedarah karena adanya pencampuran darah. Anggapan ini jelas keliru karena dari pandangan agama islam, pengertian sedarah adalah dari keturunan dan bukan karena adanya percampuran darah secara materil seperti transfusi darah. Bila anggapan ini benar, bagaimana jika seorang suami mendonorkan darahnya untuk istrinya, apakah itu juga berarti akan sedarah? Lalu bagaimana status perkawinannya? Karena haram hukumnya mengawini keluarga sedarah.
4.      Menjadi pendonor tidak akan mengganggu kesehatan
Menjadi pendonor bila memenuhi prosedur atau semua persyaratan pada umumnya tidak menimbulkan gangguan kesehatan dan tidak menimbulkan efek samping yang berarti. Bila memenuhi persyaratan donor darah berarti tubuh kita dinyatakan sehat atas pemeriksaan dokter atau petugas kesehatan. Dengan mendonorkan darah secara rutin berarti para pendonor secara rutin juga telah memeriksa kesehatan tubuhnya.
5.      Menjadi pendonor tidak dapat menyembuhkan penyakit hipertensi
Anggapan yang keliru bahwa dengan mendonorkan darah berarti akan menurunkan tekanan darahnya sehingga dapat menyembuhkan hipertensi. Hal ini perlu diluruskan, menjadi pendonor sebenarnya tidak dapat menyembuhkan penyakit hipertensi sebab terjadinya penurunan tekanan darah bersifat temporer saja dalam waktu beberapa jam karena setelah pengambilan darah, tekanan darah akan kembali seperti semula.
6.      Menjadi pendonor darah bukan berarti menabung darah di PMI
Donor darah adalah kegiatan amalan tanpa pamrih untuk menolong sesama yang memerlukan. Jadi niatnya harus ikhlas. Salah besar bila beranggapan bahwa dengan mendonorkan darah berarti menabung darahnya sendiri di UDD PMI. Sehingga bila suatu saat yang bersngkutan atau keluarganya perlu darah, dapat langsung di ambil. Akibatnya, pada saat yang bersangkutan atau keluarganya memerlukan darah dan ternyata persediaan di UDD PMI kosong, pendonor ini menjadi sangat kecewa dan merasa jerih payahnya menjadi pendonor adalah menyumbangkan darahnya bukannya menabungg darah. Darah yang disumbangkan adalah untuk pasien yang memerlukan saat itu.
Permasalahan yang muncul jika UDD PMI tidak dapat memenuhi kebutuhan darah dari DDS
1.   Rumah sakit merasa dipersulit bila mengajukan permintaan darah ke UDD PMI, akibatnya Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) dan keluarga pasien tidak sabar sehingga BDRS terpaksa melakukan pengambilan sendiri. Padahal ini jelas menyalahi ketentuan Permenkes No. 478/1990
2.   Biaya yang dikeluarkan oleh keluarga pasien akan menjadi lebih tinggi karena selain mengganti biaya pengolahan dara/laboratorium di UDD PMI, juga harus mengeluarkan dana lagi untuk keperluan transport untuk mencari DDP
3.   Resiko kematian pasien akibat keterlambatan pemberian transfusi darah cukup tinggi karena waktu yang dibutuhkan keluarga pasien mencari DDP cukup lama bisa mencapai 6-12 jam. Apabila pasien membutuhkan bantuan darah bersifat emergency maka kemungkinan tidak tertolong karena keterlambatan memberikan transfusi darah cukup tinggi.
4.   Resiko menularnya penyakit lewat transfusi cukup tinggi. Bila bersifat darah cito/emergency maka kemungkinan ada kekeliruan petugas dalam melakukan skrining darah cukup tinggi.
C.    Faktor-faktor Pendonor darah melakukan Donor Darah Sukarela
1.      Donor darah sukarela adalah seseorang yang menyumbangkan darahnya secara sukarela tanpa pamrih untuk kepentingan masyarakat, tanpa menerima uang atau bentuk pembayaran lainnya. Motivasi utama donor darah sukarela adalah untuk membantu atau menolong orang atau pasien yang membutuhkan darah, yang tidak mereka kenal dan tidak untuk menerima suatu keuntungan.
2.      Donor darah sukarela dilakukan karena kepedulian yang dilakukan secara sukarela, tanpa ada tekanan untuk mendonorkan darahnya dan tanpa tahu siapa yang akan menerima darahnya. Masyarakat yang ingin menjadi donor darah sukarela bisa mendaftarkan diri pada cabang Palang Merah Indonesia (PMI) terdekat. Donor darah sukarela bisa dilakukan secara rutin setiap tiga bulan sekali atau setelah 8 minggu dari waktu donor sebelumnya.
3.       Donor darah sukarela akan meningkatkan jumlah donor yang menunjang pemenuhan kebutuhan persediaan darah yang diperlukan pasien di rumah sakit. Kebutuhan darah yang telah tercukupi akan meminimalisir adanya penundaan operasi pada pasien dan meminimalisir adanya kegagalan operasi, sehingga jiwa pasien bisa tertolong. Donor darah sukarela juga akan meningkatkan nilai kepedulian di masyarakat dan memberikan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan, moral dan etika berkehidupan sosial yang saling bantu-membantu dan menolong sesama.
D.    Satya Lancana Kebaktian Sosial
Kementerian Sosial RI setiap tahun melakukan pengusulan terhadap calon penerima Satyalancana Kebaktian Sosial (SLKS) yang merupakan tanda kehormatan untuk warga negara Indonesia yang telah berjasa dalam bidang sosial pada umumnya dan perikemanusiaan pada khususnya dari Presiden RI.
Adapun persyaratan untuk dapat diusulkan menerima SLKS adalah sebagai berikut :
1.      Telah melakukan kegiatan sosial kemanusiaan diwilayahnya.
2.      Daftar riwayat hidup calon penerima tanda kehormatan SLKS.
3.      Narasi Deskriptif tentang kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan yang telah dilaksanakan.
4.      Foto atau dokumentasi atau bukti lain tentang usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan calon yang diusulkan.
5.      Pernyataan tertulis dari pejabat instansi sosial setempat yang menjelaskan kebenaran kegiatan calon yang diusulkan.
6.      Surat rekomendasi dari Gubernur setempat, atas permohonan dari Dinas Sosial Provinsi setempat.
7.      Calon yang diusulkan dapat berasal dari unsur manapun (masyarakat luas).
8.      Bagi Kepala Daerah (Gubernur) surat rekomendasi dibuat oleh sekretaris daerah provinsi setempat.
9.      Bagi Kepala Daerah (Bupati/ Walikota) surat pernyataan dikeluarkan oleh Dinas Sosial Provinsi dan Rekomendasi dari Gubernur setempat.
Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial diberikan untuk menghargai warga negara Indonesia yang berjasa besar dalam lapangan perikemanusiaan pada umumnya atau dalam bidang perikemanusiaan tertentu pada khususnya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 32 th 1959 tanggal 26 Juni 1959 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial (SLKS). Sejak tahun 1970, Kementerian Sosial RI pertama kali mengusulkan untuk 3 orang Donor Darah Sukarela (DDS) 100 kali untuk mendapatkan SLKS tersebut.
Rekrutmen DDS dan pemberian penghargaan satyalancana merupakan bagian dari pengelolaan untuk melestarikan para DDS. Peran PMI dalam melakukan pelayanan darah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/2011, yang salah satunya mengatur tentang pelayanan transfusi darah sebagai upaya pelayanan kesehatan yang meliputi perencanaan, pengerahan dan pelestarian pendonor darah, penyediaan darah, pendistribusian darah, dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Rata-rata jumlah pendonor darah sukarela penerima satyalancana setiap tahunnya bertambah sekitar 900-an DDS per tahun. Sementara rekrutmen pendonor darah sukarela juga bertambah setiap tahun. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk donor darah, semakin banyaknya kegiatan mobil unit donor darah yang bekerjasama dengan berbagai instansi, sekolah, dan universitas, serta semakin tingginya mobilisasi bus donor darah sehingga semakin memudahkan masyarakat untuk berdonor.
Pendonor darah sukarela telah membantu PMI untuk memenuhi 90% kebutuhan stok darah nasional yang saat ini berjumlah sekitar 5.1 juta kantong darah/pertahun (sesuai standar WHO yaitu 2% dari jumlah penduduk).
Menurut peraturan pemerintah republik indonesia nomor 32 tahun 1959 tentang tanda kehormatan satyalancana kebaktian social, bahwa perlu mengadakan tanda kehormatan satyalancana untuk menghargai warga-negara Indonesia yang berjasa besar dalam lapangan peri kemanusiaan pada umumnya atau dalam sesuatu bidang perikemanusiaan tertentu pada khususnya, bahwa sesuai dengan kebaktian sosial itu, sudah selayaknya satyalancana tersebut diberi nama "Satyalancana Kebaktian Sosial".
III. METODEPENELITIAN
A.    Penelitian Kualitatif
Penelitian  kualitatif  didefinisikan  sebagai  suatu  proses  yang  mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia (Catherine Marshal, 1995). Poerwandari (2007) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang  sifatnya  deskriptif,  seperti  transkip  wawancara,   catatan  lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain sebagainya.
Definisi di atas menunjukkan beberapa kata kunci dalam penelitian kualitatif, yaitu: proses, pemahaman, kompleksitas, interaksi, dan manusia. Proses dalam melakukan penelitian merupakan penekanan dalam penelitian kualitatif oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih berfokus pada proses dari pada hasil akhir.
Proses yang dilakukan dalam penelitian ini memerlukan waktu dan kondisi yang berubah-ubah maka definisi penelitian ini akan berdampak pada desain penelitian dan cara-cara dalam melaksanakannnya yang juga berubah-ubah atau bersifat fleksibel.
Sasaran  penelitian  kualitatif  utama  ialah  manusia  karena  manusialah sumber masalah, artefak, peninggalan-peninggalan peradaban kuno dan lain sebagainya. Intinya sasaran penelitian kualitatif ialah manusia dengan segala kebudayaan dan kegiatannya.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Poerwandari (2007) bahwa pendekatan yang sesuai untuk penelitian yang tertarik dalam memahami manusia  dengan  segala  kekompleksitasannya  sebagai  makhluk  subjektif adalah pendekatan kualitatif.
Persepsi adalah hal yang bersifat subjektif yang dapat dirasakan setiap individu, dengan hal tersebutlah diharapkan dapat memberikan gambaran yang luas mengenai gambaran persepsi pendonor darah sukarela 100 kali asal kota Madiun penerima tanda kehormatan satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya. Oleh karena itu peneliti menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metode dalam meneliti persepsi pendonor darah sukarela 100 kali asal kota Madiun penerima tanda kehormatan satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya,  sehingga hasil  yang didapat dari peneliti ini dapat memeberikan gambaran yang luas tentang persepsi pendonor darah sukarela 100 kali asal kota Madiun penerima tanda kehormatan satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya. Jenis penelitian kualitatif yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

B.     Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam, hal ini disebabkan karena sifat dari penelitian kualitatif terbuka dan luwes, tipe dan metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat objek yang diteliti.
Jika diperhatikan, metode yang paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif adalah metode wawancara, dokumentasi dan triangulasi. Maka dengan itu, penelitian  yang akan  dilakukan  ini  pun  menggunakan  metode  yang sama yaitu metode wawancara. Alasan dipilihnya metode wawancara dalam penelitian ini adalah karena didalam penelitian ini, informasi yang diperlukan adalah berupa kata-kata yang diungkapkan subjek secara langsung, sehingga dapat dengan jelas menggambarkan perasaan subjek penelitian dan mewakili kebutuhan informasi dalam penelitian.
Wawancara

Banister, dkk (dalam Poerwandari, 2007) mengungkapkan wawancara adalah percakapan dan proses tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain.
Menurut Stewan dan Cash (2000), wawancara adalah suatu proses komunikasi interaksional antara dua orang, setidaknya satu diantaranya memiliki tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, dan biasanya melibatkan pemberian dan menjawab pertanyaan.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam  yaitu  wawancara  yang tetap  menggunakan  pedoman  wawancara, namun penggunaannya tidak seketat wawancara terstruktur. Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara yang bersifat umum, yaitu pedoman wawancara yang harus mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan  peneliti  mengenai  aspek-aspek  yang harus  dibahas,  sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas  atau  dinyatakan  (Purwandari,  2001).  Adapun  aspek  yang  ingin diungkap peneliti melalui wawancara dalam penelitian ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan persepsi pendonor darah sukarela 100 kali asal kota Madiun penerima tanda kehormatan satyalancana kebaktian sosial Presiden RI dalam mendonorkan darahnya yang ditinjau  dari  perannya sebagai  pendonor darah.  Meliputi : gambaran persepsi pendonor darah, dan faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan donor darah.
Dokumentasi
Sugiyono (2015: 240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Hal senada juga diungkapkan oleh Husaini Usman dan Purnomo (2004: 73) berpendapat bahwa teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Keuntungan menggunakan dokumentasi adalah biayanya relatif murah, waktu dan tenaga lebih efisien. Sedangan kelemahannya adalah data yang diambil dari dokumen cenderung sudah lama, kalau ada yang yang salah cetak, maka peneliti ikut salah pula mengambil datanya.

Triangulasi
Triangulasi adalah istilah yang diperkenalkan oleh N.K.Denzin (1978) dengan meminjam peristilahan dari dunia navigasi dan militer, yang merujuk pada penggabungan berbagai metode dalam suatu kajian tentang satu gejala tertentu. Keandalan dan kesahihan data dijamin dengan membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber atau metode tertentu dengan data yang di dapat dari sumber atau metode lain. Konsep ini dilandasi asumsi bahwa setiap bias yang inheren dalam sumber data, peneliti, atau metode tertentu, akan dinetralkan oleh sumber data, peneliti atau metode lainnya. Istilah triangulasi yang dikemukakan oleh Denzin dikenal sebagai penggabungan antara metode kualitatif dan metode kuantitatif yang digunakan secara bersama-sama dalam suatu penelitian.
Metode penelitian dengan tehnik triangulasi digunakan dengan adanya dua asumsi yaitu yang pertama, pada level pendekatan, tehnik triangulasi digunakan karena adanya keinginan melakukan penelitian dengan menggunakan dua metode sekaligus yakni, metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Hal ini didasarkan karena, masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihan tertentu, dan memiliki pendapat dan anggapan yang berbeda dalam memandang dan menanggapi suatu permasalahan. Suatu masalah jika dilihat dengan menggunakan suatu metode akan berbeda jika dilihat dengan menggunakan metode yang lain. Oleh karena itu akan sangat bermanfaat apabila kedua sudut pandang yang berbeda tersebut digunakan secara bersama-samaa dalam menanggapi suatu permasalahan sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih lengkap dan sempurna. Pada level pendekatan penelitian, penggabungan metode kuantitaif dan kualitatif dalam sebuah kegiatan penelitian ditujukan untuk menemukan sesuatu yang lebih utuh dari objek penelitian. Asumsi kedua yang mendasari penggunaan tehnik triangulasi yakni, pada level pengumpulan dan analisis data. Pengumpulan dan analisis data membutuhkan sebuah prosedur untuk menguji hasil analisis data.
Dalam penelitian dengan mengunakan metode triangulasi, peneliti dapat menekankan pada metode kualitaitif, metode kuantitaif atau dapat juga dengan menekankan pada kedua metode. Apabila peneliti menekankan pada metode kualitatif, maka metode kuantitatif dapat digunakan sebagai fasilitator dalam membantu melancarkan kegiatan peneliatian, dan sebaliknya jika menekankan metode kuantitatif. Namun. apabila peneliti memberi tekanan yang sama terhadap kedua metode penelitian ( kuantitatif-kualitaatif) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan harus dilakukan yakni : yang pertama memahami masing-masing metode dan pentingnya metode teersebut dalam suatu penelitian yang akan dilakukan; kedua, memahami permasalahan dan tujuan penelitian yang akan dilakukan sehingga penggunaan metode kualitatif dan metode kuantitatif ini disesuaikan dengan masalah dan tujuan dari penelitian yang ingin dicapai; ketiga, kedua metode yang digunakan juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan prioritas kepentingan, dimana kedua metode dapat digunakan dalam desain secara bersama-sama namun pada laporan penelitian hanya diperhitungkan salah satunya saja; dan yang ketiga, kedua metode juga digunakan berdasarkan pertimbangan keterampilan peneliti, yang terlibat dalam satu kegiatan penelitian secara simultan apabila ada hubungan dengan masalah dan tujuan penelitian.
Menggunakan metode triangulasi yakni penggabungan dua metode dalam satu penelitian diharapkan mendapatkan hasil yang lebih baik apabila dibandingkan dengan menggunakan satu metode saja dalam suatu penelitian. Sebelum melakukan penelitian dengan menggunakan metode triangulasi, peneliti harus terlebih dahulu menghitung dan memperkirakan apakah hasil yang akan diperoleh nantinya dalam peneltian tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan satu metode saja. Selain itu juga diperhitungkan waktu, tenaga dan dana yang dihabiskan dalam penelitian, apakah akan menghasilkan atau memperoleh hasil yang memuaskan.
Metode triangulasi banyak menggunakan metode alam level mikro, yakni bagaimana menggunakan beberapa metode pengumpulan data dan analisis data sekaligus dalam suatu penelitian, termasuk menggunakan informan sebagai alat uji keabsahan dan analisis hasil penelitian. Hal ini didasarkan karena informasi atau data yang diperoleh melalui pengamatan akan lebih akurat apabila juga digunakan wawancara atau menggunakan bahan dokumentasi untuk memeriksa keabsahan informasi yang telah diperoleh dengan menggunakan kedua metode tersebut. Teknik triangulasi lebih mengutamakan efektivitas proses dan hasil yang diinginkan. Triangulasi dapat dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metode yang digunakan sudah berjalan dengan baik.
Sebagai contoh proses kerja triangulasi yakni, dalam suatu penelitian dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi partisipasi untuk pengumpulan data, perlu dipastikan terhimpunnya catatan harian setiap harinya dari wawancara dan observasi tersebut. Kemudian dilakukan uji silang terhadap materi catatan-catatan harian tersebut untuk memastikan tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan harian wawancara dan observasi. Setelah itu, hasil yang telah diperoleh perlu diuji lagi dengan informan-informan sebelumnnya. Apabila terdapat perbedaan, peneliti harus menelusuri perbedaan ytersebut sampai peneliti memperoleh sumber perbedaan dan materi perbedaannya , kemudian dilakukan konfirmasi dengan informan dan sumber-sumber lain. Proses ini dilakukan terus-menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai peneliti yakin bahwa tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada informan.
Triangulasi juga dapat dilakukan dengan menguji pemahaman peneliti dengan pemahaman informan tentang hal-hal yang diinformasikan informan kepada peneliti. Hal ini dilakukan karena, dalam suatu penelitian dapat terjadi pemahaman yang berbeda antara peneliti dengan informan mengenai suatu objek yang diteliti. Oleh karena itu, untuk menghindarkan adanya pemahaman yang berbeda tersebut, digunakan triangulasi yakni dengan cara peneliti langsung melakukan uji pemahaman kepada informan. Cara ini dapat dilakukan setelah wawancara atau observasi. Uji pemahaaman dapat dilakukan diakhir penelitian ketika semua informasi telah dipresentasikan dalam draft laporan. Uji keabsahan melalui triangulasi dilakukan karena dalam penelitian kualitatif, untuk menguji keabsahan informasi tidak dapat dilakukan dengan alat-alat uji statistik.
Triangulasi sebagai tehnik pemeriksaan keabsahan data memanfatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Adapun tehnik triangulasi yang banyak digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Dalam buku Lexy.J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Denzin membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Triangulasi dengan sumber berrarti membnadingkan dan mengecek balik derajad kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Dalam triangulasi dengan sumber yang terpenting adalah mengetahui adanya alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedan tersebut.
Sedangkan triangulasi dengan metode terdapat dua strategi yakni, pengecekan derajad kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajaad kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Triangulasi dengan memanfatkan penggunaan penyidik atau pengamat yang lainnya membantu mengurangi penyimpangan dalam pengumpulan data. Sedangkan triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba dalam buku Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif adalah berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajad kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.
Dalam mengecek keabsahan atau validitas data menggunakan teknik triangulasi. data atau informasi dari satu pihak harus dichek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya ialah membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data. Cara ini juga mencegah bahaya-bahaya subyektif.
Penelitian dengan menggunakan metode triangulasi dilakukan dengan menggabungkan metode kualitatif dan metode kuantitatif dalam suatu penelitian. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang benar-benar lengkap dan komprehensif, walaupun dengan metode ini akan lebih banyak menghabiskan waktu, tenaga dan dana dalam penelitian. Triangulasi sebagai salah satu tehnik pemeriksaan data secara sederhana dapat disimpulkan sebagai upaya untuk mengecek data dalam suatu penelitian, dimana peneliti tidak hanya menggunakan satu sumber data, satu metode pengumpulan data atau hanya menggunakan pemahaman pribadi peneliti saja tanpa melakukan pengecekan kembali dengan penelitian lain. Triangulasi ini merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang. Dari beberapa cara pandang tersebut akan bisa dipertimbangkan beragam fenomena yang muncul, dan selanjutnya dapat ditarik kesimpulan yang lebih mantap dan lebih bisa diterima kebenarannya. Hasil pengumpulan data yang diperoleh seorang peneliti juga diperiksa oleh kelompok peneliti lain untuk mendapatkan pengertian yang tepat atau menemukan kekurangan-kekurangan yang mungkin ada untuk diperbaiki. Cara ini disebut dengan member check.
C.    Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley (dalam Sugiyono,2015) dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang tediri dari atas tiga elemen yaitu : tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergi. Situasi  sosial tersebut dapat di rumah berikut keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang di sudut-sudut  jalan yang sedang berjalan, atau ditempat kerja, di kota atau desa atau wilayah suatu negara. Situasi sosial tersebut dijadikan sebagai obyek penelitian yang akan diteliti untuk diketahui apa yang terjadi didalamnya. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini dapat diamati secara mendalam aktivitas, orang-orang yang ada pada tempat tertentu.
Sumber data yang peneliti ambil adalah pendonor darah sukarela lebih dari 100 kali yang berasal dari kota Madiun dan menerima satyalancana kebaktian sosial dari Presiden RI sebanyak 7 orang.
Prosedur Penelitian

1.   Tahap Persiapan Penelitian

Pada  tahap  persiapan  penelitian,  peneliti  akan  melakukan sejumlah hal yang diperlukan dalam penelitian.
a) Mengumpulkan  data  yang  berhubungan  dengan  penyebab kecemasan pada ayah dalam menghadapai anak berpenyakit serius. Peneliti mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi dan sekumpulan teori-teori yang berhubungan dengan kecemasan, terutama yang berkaitan dengan penyakit thalassaemia, dan selanjutnya  menentukan  responden  yang  akan  diikut  sertakan dalam penelitian.
b)  Membangun Raport pada responden
Menurut Moleong (2002), rapport adalah hubungan antara peneliti dengan subjek penelitian yang sudah melebur sehingga seolah-olah tidak   ada   lagi   dinding   pemisah   diantara   keduanya.   Dengan demikian subjek dengan sukarela dapat menjawab pertanyaan peneliti atau memberi informasi kepada peneliti.
c)  Menyusun pedoman wawancara
      Peneliti menyusun pedoman wawancara yang didasari oleh kerangka teori yang ada, guna menghindari penyimpangan dari tujuan penelitian yang dilakukan.
d)  Persiapan untuk pengumpulan data
      Mengumpulkan informasi tentang responden penelitian. Setelah mendapatkan informasi tersebut, peneliti menghubungi calon responden untuk menjelaskan mengenai penelitian yang akan dilakukan dan menanyakan kesediannya untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian yang akan dilakukan.
e)  Menentukan jadwal wawancara
      Setelah mendapat persetujuan dari responden, peneliti meminta responden  untuk  bertemu  mengambil  data.  Hal  ini  dilakukan setelah melakukan raport terlebih dahulu. Kemudian, peneliti dan responden mengatur dan menyepakati waktu untuk melakukan wawancara.


2.   Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah   tahap   persiapan   penelitian   dilakukan,   maka   peneliti memasuki tahap pelaksanaan penelitian.
    1. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara
Sebelum wawancara dilakukan, peneliti mengkonfirmasi ulang waktu  dan  tempat  yang  sebelumnya  telah  disepakati  bersama dengan responden.
    1. Melakukan wawancara sesuai dengan pedoman wawancara wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, hal ini berujuan agar peneliti tidak kehabisan pertanyaan.
    2. Memindahkan rekaman hasil wawancara kedalam bentuk transkip verbatim
Setelah hasil wawancara diperoleh, peneliti memindahkan hasil wawancara dan observsi kedalam verbatim tertulis. Pada tahap ini, peneliti melakukan coding, yaitu membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Coding dimasukkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan   mendetail   sehingga   data   dapat   memunculkan   gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2001).
    1. Melakukan analisis data
Bentuk transkip yang telah selesai, kemudia dibuat salinannya dan diserahkan kepada pembimbing. Pembimbing mendapatkan verbatim untuk mendapatkan gambaran yang jelas.
    1. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran
Setelah analisis data selesai dilakukan, peneliti menarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan. Kemudian peneliti meneruskan diskusi terhadap kesimpulan dan seluruh hasil penelitian, kesimpulan data dan diskusi yang telah dilakukan, peneliti mengajukan saran bagi penelitian selanjutnya.


3.   Tahap Pencatatan Data

Untuk memindahkan proses pencatatan data, peneliti menggunakan alat  perekam  sebagai  alat  bantu,  agar data  yang diperoleh  dapat  lebih akurat dan dapat  dipertanggung jawabkan. Sebelum wawancara dimulai, meneliti meminta izin kepada responden untuk merekam wawancara yang akan dilakukan. Hasil wawancara yang dilakukan akan ditranskripkan kedalam bentuk verbatim untuk dianalisa.



Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada dasarnya merupakan suatu kegiatan operasional agar tindakannya masuak pada pengertan penelitian yang sebenarnya. Pencarian  data di lapangan dengan mempergunakan alat pengumpul data yang sudah disediakan secara tertulis ataupun tanpa alat yang hanya merupakan angan-angan tentang suatu hal yang akan dicari di lapangan, sudah merupakan proses pengadaan data primer (Joko Subagyo, 2004: 37).
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Studi Tentang Persepsi Pendonor Darah Sukarela 100 Kali Asal Kota Madiun Penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial Presiden RI adalah sebagai berikut:
1.    Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain (Juliansyah Noor, 2011: 138). Sedangkan  menurut Burhan Bungin (2007: 108) wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai.
Jenis wawancara yang dipilih dalam penelitian ini adalah wawancara tertutup terbuka. Maksudnya yaitu peneliti mengajukan pertanyaan yang menuntut jawaban tertentu namun adapula saatnya peneliti mengajukan pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya dan menuntut lebih banyak informasi tentang apa yang diteliti. Orang yang dapat diwawancarai adalah penerima Satyalancana Kebaktian Sosial, Petugas kearsipan PMI dan Manager Operasional PMI Kota Madiun
2.    Dokumentasi
Dokumentasi dari penelitian ini adalah berupa dokumen tentang riwayat donor darah penerima Satyalancana Kebaktian Sosial. Pada riwayat donor darah penerima Satyalancana Kebaktian Sosial terdapat data-data pendukung penelitian, data-data tersebut berguna untuk menggali informasi penelitian, riwayat donor darah,  kapan mulai donor darah, berapa kali donor darah, dan golongan darah. Selain itu pula  dokumentasi primer dan sekunder.
D.    Instrumen Penelitian
Alat/instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara yang dibuat oleh peneliti dengan mengajukan beberapa pertanyaan penelitian, seperti terlampir.
E.     Teknik Analisis Data
Dalam teknik pengumpulan data triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila pebeliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka  sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data da berbagai sumber data (Sugiyono, 2015: 226). Sedangkan menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2012: 248) mengemukakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan jalan bekerja dengan data mengorganisasikan data memilah milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data  dilakukan oleh peneliti agar mendapatkan maknya yang terkandung dalam sebuah data ,sehingga interpretasinya tidak sekedarnya deskripsi belaka. Dengan kata lain jika peneliti tidak dapat mengadakan interprestasi dan hanya menyajikan  data deskritif saja , maka sebenarnya penelitian itu kurang bermakna bahkan tidak memenuhi harapan.
Menurut Milles and Hubberman (1992:16) analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1.    Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksian, data kasar dari lapangan. Proses ini berlangsung selama proses penelitian dilakukan dari awal sampai akhir penelitian. Dalam proses reduksi ini peneliti benar-benar mencari data yang benar-benar valid.
Reduksi data/proses-tranformasi ini berlanjut terus hingga sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. reduksi merupakan bagian dari analisis. Reduksi merupakan suatu kelompok analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,dan membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan sedemikian rupa, hingga kesimpulan finalnya ditarik dan di verifikasi.
2.    Penyajian Data
        Merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan yang mana bentuk penyajiannya antara lain berupa teks naratif, matriks, grafik, jaringan dan bagan. Yang semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Penyajian data juga bagian dari proses analisis dan bahkan mencangkup reduksi data, dalam hal ini peneliti menyusun hasil datanya dengan mengelompokannya secara sistematis agar mudah dipahami.
3.    Penarikan Kesimpulan
           Kegiatan analisis yang ketiga dan penting adalah menarik kesimpulan, penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverivikasi selama penelitian berlangsung. Singkatnya penarikan kesimpulan adalah langkah terakhir yang dilakukan peneliti dalam menganalisa data secara terus menerus baik pada saat pengumpulan  data  atau setelah pengumpulan data makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya yaitu melalui validitas.
                 Berdasarkan uraian diatas maka pendekatan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.2 Analisis Data Model Interaktif dari Miles dan Huberman
(Sumber: Milles and Hubberman, 1992: 20)
              
              Data mentah yang didapatkan dari wawancara serta dokumentasi ditulis dengan rapi, terperinci dan sistematis. Langkah selanjutnya yakni reduksi data, peneliti mulai melakukan proses pemilihan hal-hal yang sesuai dengan fokus penelitian, pemusatan perhatian pada penyederhanaan catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Temuan-temuan di lapangan kemudian disajikan dalam bentuk rangkaian kalimat yang mudah dimengerti dan disusun secara sistematis. Dari penyajian data tersebut akan ditemukan temuan-temuan yang penting sehingga peneliti akan mudah menarik kesimpulan. Dari kesimpulan yang telah disimpulkan tersebut kemudian diverifikasi untuk dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

F.     Pengujian Kredibilitas Data
Agar dapat memperoleh data yang valid dalam penelitian ini,  maka ada beberapa cara pengumpulan data salah satunya adalah Triangulasi yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data (Sugiyono, 2015:330). Hal senada juga diungkapkan oleh Sutopo (2002: 79), bahwa triangulasi sumber data adalah mengumpulkan data dari berbagai sumber data digunakan untuk menguji kebenaran yang artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari sumber data yang berbeda.
Alasan peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber ini adalah peneliti ini difokuskan pada Persepsi Pendonor Darah Sukarela 100 Kali Asal Kota Madiun Penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial Presiden RI. Menggali informasi dari sumber-sumber yang berbeda seperti Petugas Kearsipan PMI,dan Manager Operasional PMI Kota Madiun. Sumber lain untuk menggali informasi yaitu berupa arsip serta dokumentasi. Oleh karena itulah penggunaan teknik triangulasi sumber ini diperlukan guna untuk membandingkan data-data yang diperoleh dari narasumber. Dengan penggunaan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda dapat teruji kebenarannya sehingga menghasilkan data yang valid. Adapun secara singkat teknik triangulasi sumber dapat dilihat dari bagan dibawah ini :
                                        Wawancara                                   Informan

       Sumber Data                            content                                     Dokumen/arsip
                                             analysis

                                            Observasi                                 aktifitas/perilaku
2.      Bagan 3.1. Trianggulasi Sumber (H.B. Sutopo, 2006: 94)

IV Organisasi Penelitian
Peneliti :  Sugiono Ruslan
Dosen Pembimbing : DR. H. Pardji, M.Pd











Daftar Pustaka
Ahmad W. Pratiknya. 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Arikunto, Suharsimi. 2014 Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis keArah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Komandoko G. Donor Darah Terbukti Turunkan Risiko Penyakit Jantung dan Stroke. Yogyakarta: Media Presindo; 2013.

Moleong, Lexy. J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
PMI Cabang Banyumas, 2013. Buku Saku P2D2S (Pencari / Pelestari Donor Darah Sukarela). Banyumas : PMI.
Sandjaja, B. 2011. Panduan Penelitian. Jakarta : Prestasi Pustaka
Sugiyono. 2015.Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfa Beta
Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung, 2009.
Suryati I, Nurhayani, Alwy. 2013. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Keluarga Resipien pada Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia (UDD PMI) Kota Makassar [diakses 8 November 2014] Available at: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5493/Jurnal%20(IRMA%20SURYATI).pdf?sequence=1.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar